pembelajaran pada pertemuan pertama sebesar 64,44 yang memiliki kriteria cukup baik kemudian pada pertemuan kedua meningkat menjadi 68,15 yang
memiliki kriteria baik. Rata-rata persentase kualitas pembelajaran peserta didik pada kelas yang
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan penilaian serupa PISA adalah 87,04 dan pada kelas yang menggunakan model
pembelajaran ekspositori adalah 66,30. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran pada kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning dengan penilaian serupa PISA lebih baik dari kualitas pembelajaran pada
kelas yang menggunakan model pembelajaran ekspositori serta memenuhi kriteria baik.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik
Berdasarkan hasil analisis data akhir yaitu nilai tes kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada materi segiempat sub pokok bahasan
persegi panjang dan persegi diperoleh bahwa kedua kelas sampel berdistribusi normal. Oleh karena itu, uji selanjutnya dapat menggunakan statistika parametrik.
Pada uji homogenitas data akhir diperoleh bahwa kedua kelas mempunyai varians yang homogen.
Berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah peserta didik diketahui bahwa 36 dari 42 peserta didik pada kelas yang menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning dengan penilaian serupa PISA telah mencapai KKM individual sedangkan pada kelas yang menggunakan model
pembelajaran ekspositori masih banyak peserta didik yang belum mencapai KKM individual.
Berdasarkan hasil uji rata-rata menunjukkan bahwa peserta didik pada kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan
penilaian serupa PISA telah mencapai ketuntasan belajar secara individual pada aspek kemampuan pemecahan masalah. Sedangkan dari hasil uji perbedaan dua
rata-rata diperoleh bahwa rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning
dengan penilaian serupa PISA lebih baik daripada rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada kelas yang menggunakan pembelajaran
ekspositori. Hasil uji ketuntasan belajar klasikal menunjukkan bahwa peserta didik
pada kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan penilaian serupa PISA telah mencapai ketuntasan belajar secara klasikal
pada aspek kemampuan pemecahan masalah. Selanjutnya berdasarkan uji perbedaan dua proporsi diperoleh bahwa proporsi peserta didik yang telah tuntas
pada kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan penilaian serupa PISA lebih baik daripada proporsi peserta didik yang
telah tuntas pada kelas yang menggunakan pembelajaran ekspositori.
Gambar 4.2 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen Dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah salah satu peserta didik pada
kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan penilaian serupa PISA pada gambar 4.2 terlihat bahwa peserta didik mengerjakan
dengan benar mengikuti keempat langkah pemecahan masalah menurut Polya yaitu: 1 memahami masalah; 2 merencanakan pemecahan; 3 melakukan
perhitungan; dan 4 memeriksa kembali hasil. Hal ini dikarenakan pada kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan
penilaian serupa PISA peserta didik bekerja secara berkelompok untuk menyelesaikan soal-soal pada lembar masalah dimana soal-soal yang dituangkan
dalam lembar masalah merupakan soal pemecahan masalah serupa PISA. Pada pembelajaran ini peserta didik dihadapkan pada masalah-masalah bernuansa PISA
yang berkaitan dengan dunia nyata sehingga membuat pesera didik tertantang
untuk menyelesaikannya dengan menggunakan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya. Hal ini sejalan dengan teori David Ausubel yang
mengemukakan bahwa belajar dikatakan menjadi bermakna meaningful bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur
kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya Hudojo,
1988: 61. Faktor-faktor yang menyebabkan rata-rata nilai kemampuan pemecahan
masalah peserta didik pada kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning
dengan penilaian serupa PISA lebih baik dari rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada kelas yang menggunakan
model pembelajaran ekspositori adalah sebagai berikut: 1 pada kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan penilaian
serupa PISA, pembelajaran dilaksanakan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil sehingga peserta didik dapat berdiskusi menyelesaikan masalah dengan
bimbingan guru. Peserta didik dibiasakan berdiskusi untuk memecahkan masalah, berani menyampaikan pendapat dan mampu memberi alasan atas jawaban yang
telah diperoleh. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik 2004: 172 dalam pembelajaran sangat diperlukan adanya suatu aktivitas yang mampu merangsang
semua potensi peserta didik untuk berkembang secara optimal. Sedangkan peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator. Guru memfasilitasi diskusi
peserta didik hanya jika benar-benar diperlukan. Ketika dalam diskusi, peserta didik mengalami kesulitan maka guru dapat memancing ide peserta didik dengan
pertanyaan yang menantang, atau member petunjuk kunci tanpa mematikan kreativitas. Hal ini sejalan dengan pendapat Duch, et.al. 2000 peran guru dalam
PBL adalah membimbing, menggali pemahaman yang lebih dalam dan mendukung inisiatif peserta didik, tetapi tidak memberi ceramah pada konsep
yang berhubungan langsung dengan masalah esensial yang dipecahkan, dan juga tidak mengarahkan atau memberikan penyelesaian yang mudah. Pada kelas yang
menggunakan pembelajaran ekspositori pembelajaran tidak menekankan pada aktivitas peserta didik dan pembelajaran masih terpusat pada guru sehingga
peserta didik cenderung pasif; 2 pada kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan penilaian serupa PISA, peserta
didik diberikan tanggung jawab untuk menjawab soal-soal serupa PISA yang berkaitan dengan kehidupan nyata peserta didik pada lembar masalah. Sehingga
peserta didik tidak hanya menerima informasi tetapi dapat mengkonstruk pengetahuan baru melalui lembar masalah yang diberikan. Hal ini sesuai dengan
teori belajar dari Vygotsky bahwa pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik
memandang peserta
didik yang
aktif menciptakan
struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Selanjutnya Hmelo-silver, Chernoblisky dan Da Costa 2004 juga menyatakan bahwa peserta
didik yang belajar pengetahuan dan konteks pemecahan masalah seperti PBL kemungkinan besar dapat mengingat kembali dan mentransfer pengetahuan
mereka untuk masalah baru. Sedangkan pada kelas yang menggunakan pembelajaran ekspositori, guru aktif memberikan penjelasan atau informasi
terperinci tentang bahan pengajaran. Guru hanya berperan memindahkan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada peserta didik sehingga peserta didik hanya menerima informasi yang sudah jadi dari guru.
4.2.2 Aktivitas Belajar