secara sadar berkontribusi dalam program pembangunan, dan terlibat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta pemanfaatan
hasil. Dengan adanya kesempatan untuk berpartisipasi bagi perempuan, maka diharapkan perempuan bisa mengembangkan dirinya tidak hanya di rumah tangga
saja, namun juga bisa ikut terlibat ditengah masyarakat. Perempuan sebagai bagian integral dari masyarakat, pada kenyataannya
masih mengalami kendala di berbagai bidang. Akses dan peluang perempuan untuk berpartisipasi secara optimal dalam proses pembangunan masih relatif lebih
kecil daripada laki-laki. Ketertinggalan perempuan diberbagai sektor ini disebabkan perempuan dipandang hanya dari kodratnya semata. Padahal
perempuan dan laki-laki memiliki persamaan hak dan kewajiban yang sama sebagai bagian dari subjek pembangunan. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut,
diperlukan partisipasi perempuan dalam setiap program pembangunan.
2.5. Status dan Peranan Perempuan dalam Pembangunan
Peranan wanita dalam pembangunan adalah hak dan kewajiban yang dijalankan oleh wanita pada status atau kedudukan tertentu dalam pembangunan,
baik pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun pembangunan di bidang pertahanan keamanan, baik di dalam keluarga maupun di
dalam masyarakat. Perempuan dan laki-laki mempunyai persamaan kedudukan, hak,
kewajiban, dan kesempatan, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maupun dalam kegiatan pembangunan di segala bidang
Kantor Mentri Negara Peranan Wanita dalam Sudarta, 2007. Dalam hal persamaan
kedudukan, baik
laki-laki maupun
perempuan sama-sama
berkedudukan sebagai subjek atau pelaku pembangunan. Dalam kedudukan sebagai subjek pembangunan, perempuan dan laki-laki mempunyai peranan yang
sama dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan menikmati hasil pembangunan.
Hak yang sama dibidang pendidikan misalnya, anak perempuan dan laki- laki mempunyai hak yang sama untuk dapat mengikuti pendidikan sampai ke
jenjang pendidikan formal tertentu. Selanjutnya kewajiban yang sama umpamanya
seorang istri sama-sama berkewajiban untuk mencari nafkah dengan suaminya dalam upaya memenuhi beragam kebutuhan rumah tangga. Mencari nafkah tidak
lagi hanya menjadi kewajiban suami laki-laki, begitu juga kewajiban melakukan pekerjaan urusan rumah tangga tidak semata-mata tugas istri perempuan.
Berdasarkan uraian di atas dengan jelas dapat ditangkap, bahwa kondisi normatif, laki-laki dan perempuan mempunyai status atau kedudukan dan peranan
hak dan kewajiban yang sama, akan tetapi menurut kondisi objektif, perempuan mengalami ketertinggalan yang lebih besar dari pada laki-laki dalam berbagai
bidang kehidupan dan pembangunan. Kondisi objektif ini tidak lain disebabkan oleh norma sosial dan nilai sosial budaya yang masih berlaku di masyarakat.
Norma sosial dan nilai sosial budaya tersebut di satu pihak, menciptakan status dan peranan wanita disektor domestik yakni berstatus sebagai ibu rumah
tangga, dan melaksanakan pekerjaan urusan rumah tangga. Sedangkan di lain pihak, menciptakan status dan peranan laki-laki di sektor publik sebagai kepala
rumah tangga dan pencari nafkah. Akibat masih berlakunya berbagai norma sosial dan nilai sosial budaya tersebut di masyarakat, maka akses wanita terhadap
sumberdaya di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan menjadi terbatas.
2.6. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat