BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
5.5 Kesimpulan
Dari uraian yang telah disampiakan pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a. Dari tahun 1983 sampai dengan 2007, sumber penerimaan APBD terbesar
masih disumbang oleh DAU dari Pemerintah Pusat yaitu rata-rata sebesar 44 persen, sedangkan periode tahun 2001 sampai dengan 2007 meningkat
menjadi rata-rata 55 persen. Hal ini menunjukkan bahwa APBD Kabupaten Bogor masih sangat bergantung pada bantuan dari Pemerintah Pusat.
Sedangkan persentase sumbangan PAD terhadap APBD dari tahun 1983 sampai dengan 2007 masih rendah yaitu rata-rata sebesar 24.4 persen.
b. Pertumbuhan PDRB yang dipengaruhi oleh instrumen pengeluaran pemerintah
DAU, DBH dan PAD di Kabupaten Bogor mempunyai pengaruh dan berdampak nyata terhadap peningkatan aktivitas perdagangan NX dan
konsumsi masyarakat C, sedangkan peningkatan investasi I tidak dipengaruhi secara langsung oleh pertumbuhan PDRB dan suku bunga riil.
Pertumbuhan PDRB yang cukup tinggi di Kabupaten Bogor tersebut tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bogor, hal ini
terbukti dari masih tingginya angka kemiskinan di kabupaten ini. c.
APBD Kabupaten Bogor yang meningkat cukup tinggi dari tahun ke tahun juga belum secara optimal digunakan untuk memberantas tingginya angka
kemiskinan, hal ini ditunjukkan oleh adanya kecenderungan peningkatan angka kemiskinan di Kabupaten Bogor. Sedangkan di sisi lain jumlah
pembiayaan APBD juga terus mengalami peningkatan, namun peningkatan APBD ini lebih banyak digunakan untuk pengeluaran rutin 52 persen dari
pada pengeluaran pembangunan 48 persen. Sedangkan alokasi anggaran dalam APBD untuk memberantas kemiskian masih relatif kecil sehingga
belum secara optimal dapat mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten
Bogor. Alokasi anggaran bantuan desa ABD rata-rata dari tahun 1983 sampai dengan 2007 hanya sebesar 9.6 dari total APBD Lampiran III.
5.6 Implikasi Kebijakan
Dari analisis yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa implikasi kebijakan yaitu:
a. Kebijakan untuk meningkatkan PAD dengan intensifikasi pengumpulan
sumber-sumber PAD dapat dilakukan dalam jangka waktu yang pendek sehingga dampaknya peningkatan PAD dapat segera terwujud.
b. Alokasi anggaran dalam APBD untuk pemberantasan kemiskinan rata-rata
sebesar 9.6 belum secara optimal dapat mengurangi angka kemiskinan. c.
Kebijakan untuk memperbaiki sistem perijinan usaha dengan pelayanan perijinan usaha satu atap dapat mempercepat proses perijinan,
menyederhanakan prosedur dan dapat mengurangi biaya, sehingga kebijakan ini dapat memperbaiki iklim usaha di daerah dan pada akhirnya akan dapat
menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya. Dampak akhir dari kebijakan tersebut adalah terjadi peningkatan baik kuantitas maupun
kualitas investasi. Implikasi peningkatan investasi dapat berdampak pula pada pertumbuhan PDRB.
5.7 Saran