persen, maka aktivitas perdagangan di Kabupaten Bogor akan meningkat sebesar 1,05 persen Lampiran VIII.
5.2 Hubungan Implementasi APBD Terhadap Tingkat Kemiskinan
Dalam melihat hubungan antara Angka Kemiskinan dengan peubah- peubah yang mempengaruhinya yaitu Anggaran Bantuan Desa ABD,
Pengagguran U dan Inflasi di Kabupaten Bogor selama 25 tahun terakhir yaitu dari tahun 1983 sampai 2007, digunakan analisis regresi linear berganda dengan
menggunakan data time series. Pendugaan parameter menggunakan metode ordinary least square
OLS dengan bantuan perangkat lunak Eviews 5.1. Seperti perlakuan terhadap parameter PDRB, maka agar data yang
memiliki nilai nominal dapat dianalisis dan diperbandingkan antar waktu, maka terlebih dahulu data nominal harga berlaku tersebut ditransformasikan menjadi
data riil harga konstan dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen IHK sebagai faktor pengali, dengan tahun dasar 2007.
5.2.1 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi data ini meliputi: uji multikolinearitas yang berguna untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas, uji heterokedasitas
digunakan untuk mengetahui konstan tidaknya varian data dan uji autokorelasi yang berguna untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu periode t dengan
periode sebelumnya t -1 Lampiran 2. Uji multikolinearitas dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi sederhana
simple correlation . Hasil pengujian multikolinearitas terhadap seluruh variabel
bebas diperoleh nilai koefisien korelasi tertinggi 0.167613, sehingga dapat disimpulkan bahwa antar variabel bebas dalam pendugaan parameter kemiskinan
tidak terdapat korelasi yang erat. Uji heterokedasitas dengan White Heteroskedasticity Test didapatkan nilai
ObsR-squared sebesar 5.362385 dengan probability 0.498243, nilai ini lebih besar dari pada
α=0.05 yang mengindikasikan bahwa data tidak bersifat heterokedasitas. Sedangkan uji autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM Test didapatkan nilai ObsR-squared sebesar 6.553289 dengan probability 0.087755 nilai ini lebih besar daripada
α = 0.05 yang mengindikasikan bahwa data tidak mengandung autokorelasi.
5.2.2 Pendugaan Parameter Kemiskinan
Hasil pendugaan parameter model Kemiskinan di Kabupaten Bogor dengan metode ordinary least square dapat di lihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Hasil Pendugaan Parameter Kemiskinan
Variabel Bebas Notasi
Koefisien Probabilitas
Elastisitas Intercept
α
35897.80
0.0401 Anggaran Bantuan Desa
ABD -1.457520
0.0853 0,0526 Pengangguran U
1.408253 0.0169 1,024
Inflasi Inf
3461.525
0.2531 R²
0.65
F-Statistic 2.237547
Probbabilitas 0.007624
Intepretasi hasil pendugaan parameter Kemiskinan tersebut digunakan tingkat signifikansi
α=0.1. Dari Tabel 10 di atas diperoleh nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 0.65, artinya keragaman kemiskinan di Kabupaten Bogor dapat dijelaskan oleh keragaman peubah-peubah yang mempengaruhinya sebesar 65 persen,
sedangkan sisanya dijelaskan oleh error term E
t
dan faktor-faktor lain di luar penelitian ini. Nilai significance-F sebesar 2.23755 dan probabilitas sebesar
0.007624 atau lebih kecil dari α=0.1, hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabel
bebas yaitu ABD, Pengangguran dan Inflasi secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap keragaman Kemiskinan di Kabupaten Bogor.
Variabel Anggaran Bantuan Desa ABD mempuyai pengaruh negatif dan signifikan, hal ini ditunjukkan melalui koefisien regresi yang bertanda negatif
serta dengan probabilitas sebesar 0.0853. Hal ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan anggaran ABD yang ditujukan untuk program pemberantasan
kemiskinan maka akan berdampak terhadap pengurangan angka kemiskinan. Variabel pengangguran U mempunyai pengaruh positif dan signifikan, hal ini
ditunjukkan melalui koefisien regresi yang bertanda positif serta dengan probabilitas sebesar 0.0169. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jika terjadi
peningkatan angka pengangguran, maka akan berdampak terhadap peningkatan angka kemiskinan. Sedangkan variabel inflasi Inf mempunyai pengaruh positif
dan tidak signifikan, hal ini ditunjukkan melalui koefisien regresi yang bertanda positif serta dengan probabilitas sebesar 0.2531. Jadi dapat ditarik kesimpulan
bahwa setiap terjadi peningkatan inflasi sebesar 1 persen maka akan mempunyai dampak terhadap peningkatan angka kemiskinan sebesar 3461 angka kemiskinan.
Analisis elastisitas ABD terhadap tingkat kemiskinan Pov diperoleh nilai sebesar 0,0526. Hal ini berarti bahwa jika ABD ditingkatkan sebesar 1 persen,
maka tingkat kemiskinan akan berkurang sebesar 0,053 persen. Sedangkan analisis elastisitas pengangguran U terhadap tingkat kemiskinan diperoleh nilai
sebesar 1,024. Hal ini berarti bahwa jika angka pengangguran mengalami peningkatan sebesar 1 persen maka tingkat kemiskinan di Kabupaten Bogor akan
meningkat sebesar 1,024 persen Lampiran VIII.
BAB VI STRATEGI DAN PROGRAM MENGURANGI ANGKA
KEMISKINAN DAN KETERGANTUNGAN APBD TERHADAP DAU
Dalam rangka untuk mewujudkan tujuan pembangunan yaitu mewujdukan kesejahteraan masyarakat, maka Kabupaten Bogor menetapkan visi dan misi yang
merupakan arah dan panduan pembangunan Pemda Kabupaten Bogor.
5.3 Visi Pemerintah Kabupaten Bogor