Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah PAD, dana
perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. PAD merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Undang-undang tersebut bertujuan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Dana Perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil DBH, Dana Alokasi Umum DAU, dan Dana
Alokasi Khusus DAK. Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi
ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-daerah. Ketiga komponen
Dana Perimbangan ini merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah Pusat serta merupakan satu kesatuan yang utuh.
Menurut PP No. 55 Tahun 2005, dana perimbangan yang terdiri atas Penerimaan Pajak, Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus DAK yang
besarnya sangat tergantung terhadap kontribusi daerah tersebut. Sebesar 26 persen dari APBN merupakan sumber dana bagi DAU yang sistem pembagiannya
sebesar 10 persen untuk provinsi dan 90 persen untuk kabupatenkota di seluruh Indonesia. Sumber penerimaan terbesar yaitu dari penerimaan pajak yang
besarnya mencapai 90 persen kembali bagi pembangunan daerah.
1.2 Perumusan Masalah
Data dari Departemen Keuangan tahun 1983 sampai dengan tahun 2007 menunjukan bahwa persentase DAU terhadap APBD Kabupaten Bogor dari tahun
ke tahun terus mengalami peningkatan. DAU yang diterima Kabupaten Bogor ini merupakan bagian terpenting dari pengeluaran pemerintah APBD Kabupaten
Bogor, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten ini.
Anggaran pembiayaan pembangunan yang bersumber dari APBD seharusnya memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pertumbuhan Pendapatan
Domestik Regional Bruto PDRB sehingga hasilnya dapat dirasakan bagi kesejahteraan masyarakat. Proporsi rata-rata DAU terhadap APBD Kabupaten
Bogor dari tahun 1983 sampai dengan tahun 2007 mencapai lebih dari 40 persen. Proporsi DAU tersebut mengalami peningkatan yang cukup mencolok yaitu pada
tahun 2001 sampai dengan tahun 2007 yaitu mencapai 55 persen Lampiran III. Salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari laju
pertumbuhan PDRB-nya. Berkaitan dengan data tersebut di atas dan untuk menganalisis korelasi antara DAU dengan PDRB di Kabupaten Bogor, maka
rumusan masalah pertama dalam kajian ini yaitu “Bagaimana pengaruh penerimaan DAU terhadap Produk Domestik Regional Bruto PDRB di
Kabupaten Bogor?” Hal ini dikaitkan pula dengan Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Persentase DAU terhadap total APBD yang sudah lebih dari setengahnya ini menunjukkan kondisi yang kurang baik. Jika suatu saat ada kebijakan dari
Pemerintah Pusat untuk menghentikan alokasi DAU tersebut ke Pemerintah Daerah, maka APBD Kabupaten Bogor kemungkinan tidak akan mampu lagi
membiayai pembangunannya dan hanya mampu membiayai pembiayaan rutinnya. Berkaitan dengan fakta dan data tersebut di atas, maka rumusan masalah yang
kedua dalam kajian ini adalah “Strategi apa yang harus dilakukan oleh Kabupaten Bogor untuk mengurangi ketergantungan Pendanaannya pada DAU ?”.
Saat ini pemerintah pusat masih terus melakukan “inovasi” kebijakan tentang formulasi pembagian DAU yang diharapkan dapat dirasakan lebih “adil” bagi
seluruh Pemerintah Daerah di Indonesia. Salah satu kajian yang masih diperdebatkan antara lain adalah formula perhitungan DAU yang juga
mempertimbangkan luas lautan, hal ini penting karena banyak Provinsi yang persentase luas lautan lebih besar dari pada daratannya.
Pertumbuhan PDRB di suatu daerah diharapkan dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Dari data angka kemiskinan yang
dikeluarkan oleh BPS menunjukan bahwa angka kemiskinan di Kabupaten Bogor dari tahun ke tahun mempunyai kecenderungan mengalami peningkatan Gambar
1. Persentase rata-rata angka kemiskinan Kabupaten Bogor dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 sebesar 20 persen Lampiran III, atau lebih tinggi dari
rata-rata tingkat kemiskinan nasional pada periode yang sama sebesar 16,89 persen Bappenas 2007.
Gambar 1 Grafik Angka Kemiskinan di Kabupaten Bogor tahun 1983 s.d. 2007
Salah satu tugas pemerintah daerah adalah mensejahterakan masyarakat yang ada di wilayahnya. Bentuk usaha pemerintah daerah dalam memerangi
kemiskinan adalah dengan menyusun strategi dan program serta mengalokasikan anggaran yang proporsional untuk memberantas kemiskinan di wilayahnya.
Terkait dengan hal tersebut, rumusan permasalahan ketiga dalam kajian ini adalah ”Bagaimana korelasi implementasi APBD yang ditopang oleh DAU ini terhadap
tingkat kemiskinan di Kabupaten Bogor ?”.
1.3 Tujuan Kajian