dikeluarkan oleh BPS menunjukan bahwa angka kemiskinan di Kabupaten Bogor dari tahun ke tahun mempunyai kecenderungan mengalami peningkatan Gambar
1. Persentase rata-rata angka kemiskinan Kabupaten Bogor dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 sebesar 20 persen Lampiran III, atau lebih tinggi dari
rata-rata tingkat kemiskinan nasional pada periode yang sama sebesar 16,89 persen Bappenas 2007.
Gambar 1 Grafik Angka Kemiskinan di Kabupaten Bogor tahun 1983 s.d. 2007
Salah satu tugas pemerintah daerah adalah mensejahterakan masyarakat yang ada di wilayahnya. Bentuk usaha pemerintah daerah dalam memerangi
kemiskinan adalah dengan menyusun strategi dan program serta mengalokasikan anggaran yang proporsional untuk memberantas kemiskinan di wilayahnya.
Terkait dengan hal tersebut, rumusan permasalahan ketiga dalam kajian ini adalah ”Bagaimana korelasi implementasi APBD yang ditopang oleh DAU ini terhadap
tingkat kemiskinan di Kabupaten Bogor ?”.
1.3 Tujuan Kajian
Tujuan kajian mengenai pengaruh DAU terhadap PDRB dan tingkat kemiskinan di Kabupaten Bogor adalah :
a. Menganalisis pengaruh penerimaan DAU terhadap pertumbuhan PDRB di
Kabupaten Bogor. b.
Mengevaluasi terhadap strategi-strategi yang dilakukan Kabupaten Bogor untuk mengurangi ketergantungan APBD terhadap penerimaan DAU dari
Pemerintah Pusat serta menganalisis dampak apabila DAU dari pemerintah pusat dihentikan dan apa implikasinya bagi ekonomi Kabupaten Bogor.
c. Menganalisis dan mengevaluasi pengaruh implementasi APBD yang ditopang
DAU terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Bogor.
1.4 Kegunaan Kajian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor tentang sudah seberapa bergantungnya APBD Kabupaten Bogor
terhadap penerimaan DAU, sehingga diharapkan Pemerintah Daerah dapat lebih ”kreatif” dalam menggali sumber-sumber pembiayaan pembangunan di daerahnya
namun tidak memberatkan dunia usaha dengan adanya pungutan-pungutan baru karena Pemerintah Daerah hanya mengejar target setoran tanpa memperhatikan
dampaknya. Hasil kajian diharapkan dapat memberikan sumbang pemikiran kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor tentang strategi-strategi atau program- program pembangunan yang kiranya dapat diimplementasikan untuk
kesejahteraan seluruh masyarakat Kabupaten Bogor. Hasil kajian secara khusus diharapkan juga memberikan informasi tentang strategi penurunan angka
kemiskinan di Kabupaten Bogor. Dalam kajian ini pula penulis berharap dapat memberikan sumbang saran tentang
program dan kebijakan apa yang sebaiknya diambil oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk mengoptimalkan pertumbuhan PDRB-nya, khususnya
yang disumbang melalui pengeluaran pemerintah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Otonomi Daerah
Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri,
membuat aturan hukum sendiri, mengatur diri sendiri, dan berjuang berdasarkan kewenangan kekuasaan dan prakasa sendiri Suryadi 2000.
Menurut Basri 2002, otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara
optimal. Sedangkan Supriady dan Solihin 2001 mendefinisikan otonomi daerah adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup
semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama.
Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan megurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 bahwa daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terdapat tiga bentuk pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yaitu :
a. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
Pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada
gubernur sebagai wakil Pemerintah.
c. Tugas Perbantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Daerah danatau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Prinsip otonomi daerah adalah prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di
luar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dalam Undang- Undang. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi
pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan prinsip tersebut, dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk
menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi dimana dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan
tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang
merupakan bagian utama dari tujuan nasional UU No. 33 Tahun 2004. Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga
harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan
yang serasi antar daerah dengan Pemerintah Pusat, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 serta UU No. 33 Tahun 2004, maka pola
kewenangan dan hubungan keuangan antara pusat dan daerah dapat di lihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Pola kewenangan dan hubungan keuangan antara pusat dan daerah pasca otonomi
2.2 Keuangan Negara dan Daerah