Produktivitas per Hektar Rasio Penerimaan terhadap Pengeluaran

produksi rata–rata untuk setiap unit areal cabang usahatani dan rasio penrimaan terhadap pengeluaran. Ukuran efisiensi cabang usahatani cabai merah pada setiap responden disajikan dalam Lampiran 16.

6.6.1. Produktivitas per Hektar

Produktivitas yang dimaksud adalah produksi rata–rata per hektar yang diperoleh dari hasil bagi antara total produksi cabai merah dengan luar areal panen. Produktivitas cabai merah rata–rata per hektar yang berhasil dicapai oleh petani di Desa Sukagalih adalah sebesar 9.713,72 kilogram atau sekitar 9,7 ton. Produksi rata–rata tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas cabai merah di provinsi Jawa Barat tahun 2005 yang mencapai 12,45 ton per hektar Statistik Pertanian, 2006. Produktivitas cabang usahatani cabai merah di Desa Karawang, Kabupaten Sukabumi menurut Saragih 2001 mencapai 10,33 ton per hektar. berdasarkan hasil penelitian Rozfaulina 2000 diketahui bahwa produktivitas cabai merah di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi mencapai 11,30 ton per hektar. Produktivitas cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih relatif lebih rendah dibanding dua daerah penelitian tersebut.

6.6.2. Rasio Penerimaan terhadap Pengeluaran

Cabang usahatani cabai merah merupakan kegiatan usaha yang bersifat ekonomi, sehingga nilai penerimaan yang sebenarnya diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Ukuran tersebut merupakan ukuran sederhana, tetapi tingkat keuntungan maupun kerugian dari usaha dapat dihitung dari ukuran tersebut. Penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan juga dikenal sebagai rasio penerimaan dan pengeluaran RC. Rasio penerimaan dengan pengeluaran merupakan tingkat keuntungan cabang usahatani cabai merah. Rasio RC atas biaya tunai maupun total lebih besar dari 1, maka dapat dikatakan bahwa usahatani yang dilakukan menguntungkan bagi pengelola petani maupun cabang usahatani tersebut. Hipotesis pertama yang dikemukakan dalam kerangka pemikiran diuji dengan pendekatan uji nlai tengah rasio RC. Hipotesis awal yang diuji yaitu RC = 1 sedangkan hipotesis alternatifnya RC 1. Rasio RC selanjutnya diuji terhadap nilai tengah sebaran RC populasi responden. Sebaran rasio RC tersebut dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil uji statistik terhadap nilai tengah rasio RC dari responden petani di lokasi penelitian dapat disimak pada Tabel 21 . Nilai t hitung rasio RC atas biaya tunai dan total masing-masing 13,95 dan 7,98, sedangkan nilai t tabel diketahui sebesar 2,045. Nilai t tabel pada kedua hipotesis yang diuji lebih besar dari t tabel, sehingga hipotesis awal dapat ditolak pada taraf nyata 5 persen. Kesimpulan dari uji tersebut yaitu cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih mempunyai nilai rasio penerimaan terhadap pengeluaran yang lebih besar dari 1. Kondisi tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa cabang usahatani cabai merah dilokasi penelitian relatif menguntungkan. Uji nilai tengah terhadap sebaran rasio RC dapat dilihat pada Lampiran 16. Tabel 21. Pengujian Nilai Tengah Sebaran Rasio RC Responden. Rasio RC Hipotesis Nilai t Kesimpulan Atas biaya tunai Ho : RC = 1 H1 : RC 1 T hitung = 13,95 Tolak Ho Atas biaya total Ho : RC = 1 H1 : RC 1 T hitung = 7,98 Tolak Ho Keterangan : T tabel 0.01, 29 = 2,462 ; α = 0,01 Hasil uji yang disajikan pada Tabel 21 berarti canang usahatani cabai merah mempunyai rasio RC yang lebih besar dari 1, kemudian besar rata-rata rasio RC petani cabai merah dilokasi penelitian diuraikan sebagai berikut. Rasio RC pada cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih dibedakan menjadi RC atas biaya tunai dan RC atas biaya total. Rasio penerimaan terhadap biaya tunai merupakan gambaran tingkat keuntungan petani yang sebenarnya. Biaya tunai merupakan biaya yang benar– benar dikeluarkan petani pada cabang usahatani cabai merah. Rasio RC atas biaya tunai lebih besar dari rasio RC atas biaya total. Rasio RC atas biaya tunai sebesar 2,59 berarti setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1 000, 00 maka akan diperoleh penerimaan sebesar Rp 2 590, 00. Biaya–biaya tertentu tidak dikeluarkan secara tunai, misalnya biaya tenaga kerja dalam keluarga, biaya penyusutan dan biaya sewa lahan. Biaya sewa lahan tidak dikeluarkan secara tunai karena lahan yang digunakan merupakan lahan garapan tanpa sewa. Biaya–biaya tersebut harus diperhitungkan dalam analisis, sehingga tingkat keuntungan cabang usahatani yang sebenarnya dapat diketahui. Rasio RC atas biaya total pada cabang usahatani cabai merah yaitu 1,59, maka setiap Rp 1 000, 00 yang dikeluarkan pada cabang usahatani cabai merah akan diperoleh penerimaan Rp 1 590, 00.

VII. ANALISIS PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH

7.1. Pendugaan Fungsi Produksi

Model fungsi produksi dugaan diperoleh dari hubungan antara variasi faktor-faktor produksi yang digunakan dengan variasi produksi cabai merah. Model fungsi produksi dugaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi eksponensial. Fungsi produksi diduga dengan metode kuadrat terkecil OLS.

7.1.1. Pendugaan Fungsi Produksi Model III

Model penduga fungsi produksi eksponensial yang diperoleh mempunyai koefisien determinasi terkoreksi R 2 adj sebesar 93,5 persen. Koefisien tersebut dapat diartikan bahwa 93,5 persen keragaman produksi dapat dijelaskan oleh variasi faktor produksi yang digunakan dalam model sedangkan 6,5 persen sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak terdapat dalam model. Model fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut : 0,0901 - X8 0,390 X7 0,126 X6 0,463 X5 0,214 X4 0,0305 - X3 0,0849 X2 0,128 X1 1,51 Y = ................... 42 Keterangan : Y = Produksi cabai merah Kg X 1 = Tenaga kerja HKP X 2 = Benih g X 3 = Kapur Kg X 4 = Pupuk urea Kg X 5 = Pupuk SP 36 Kg X 6 = Pupuk KCl Kg X 7 = Pupuk Kandang Kg X 8 = Nilai obat-obatan Rp Kesesuaian model fungsi produksi tersebut diuji dengan analisis sidik ragam, kenormalan sisaan dan multikolinieritas. Hipotesis awal bahwa faktor- faktor produksi secara serempak tidak mempunyai pengaruh terhadap produksi