83
2. Pengamanan dan Perlindungan Kawasan Hutan
Pemerintah Indonesia telah membuat seperangkat peraturan sebagai dasar hukum, prosedur dan penyelenggaran perlindungan hutan di Indonesia. Adapun
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kegiatan perlindungan hutan di Indonesia adalah UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistemnya dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan serta Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004 jo Nomor 60 Tahun 2009.
Definisi perlindungan hutan secara tegas terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Pasal 1 yang merupakan penjabaran dari Undang-
undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 47, perlindungan hutan didefinisikan sebagai usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil
hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat
dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Perlindungan hutan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan pasal 5 bertujuan
untuk menjaga hutan, hasil hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan
fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Sedangkan pada pasal 6 dinyatakan bahwa prinsip-prinsip perlindungan hutan meliputi: a mencegah dan
membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit, dan
b mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang
berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Kewajiban pemegang IPPKH dalam penyelenggaraan perlindungan hutan termaktub dalam pasal 8 ayat 2 PP tersebut yaitu bahwa perlindungan hutan atas
kawasan hutan yang telah menjadi areal kerja pemegang izin pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil
hutan, izin pemungutan hasil hutan, dan pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pemegang izin yang
bersangkutan. Dengan demikian, setiap pemegang IPPKH berkewajiban menjalankan penyelenggaraan perlindungan hutan. Selanjutnya dijelaskan dalam
PP tersebut bahwa perlindungan hutan sebagaimana dimaksud pada pasal 8 ayat 2 tersebut meliputi :
a. mengamankan areal kerjanya yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan
hasil hutan termasuk tumbuhan dan satwa; b. mencegah kerusakan hutan dari perbuatan manusia dan ternak, kebakaran
hutan, hama dan penyakit serta daya-daya alam; c. mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap adanya gangguan
keamanan hutan di areal kerjanya; d. melaporkan setiap adanya kejadian pelanggaran hukum di areal kerjanya
kepada instansi kehutanan ya ng terdekat; e. menyediakan sarana dan prasarana, serta tenaga pengamanan hutan yang
sesuai dengan kebutuhan.
84 Terkait dengan hutan hak, pada pasal 10 disebutkan:
‗…Perlindungan hutan pada hutan hak, dilaksanakan dan menjadi tanggungjawab pemegang hak meliputi kegiatan antara lain; a. pencegahan
gangguan dari pihak lain yang tidak berhak; b. pencegahan, pemadaman dan penanganan dampak kebakaran; c. penyediaan personil dan sarana
prasarana perlindungan hutan; d. mempertahankan dan memelihara sumber air; e. melakukan kerjasama dengan sesama pemilik hutan hak, pengelola
kawasan hutan, pemegang izin pemanfaatan hutan, pemegang izin
pemungutan, dan masyarakat...‘ Namun demikian, sebagian besar pemegang IPPKH tidak memahami
secara detail teknis dan mekanisme menjalankan kewajiban pengamanan dan perlindungan hutan. Respon mereka hanya terbatas pada Standard Operation
Procedure SOP yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan dalam melakukan
pengamanan. Pengamanan dan perlindungan yang dilakukan rata-rata masih sebatas penyediaan tenaga pengaman security, baik dari satuan pengaman
Satpam, personel Kepolisian Sektor Polsek, personel Kepolisian Resort Polres sampai dengan personel Brigadir Mobil Brimob. Tenaga pengamanan
tersebut hanya bertugas untuk menjaga keamanan wilayah PKP2BIUPIPPKH selama perusahaan beroperasi. Sedangkan kegiatan pengamanan dan
perlindungan sesuai peraturan perundang-undangan kehutanan yang berlaku dengan mengerahkan tenaga pengaman tersebut tidak teridentifikasi.
Sebagian pemegang IPPKH terutama yanag berizin PKP2B, melaksanakan kegiatan perlindungan hutan dengan memasang rambu-rambu larangan
peringatanhimbauan di tempat-tempat yang strategis agar dapat diketahui oleh masyarakat. Papan-papan larangan yang dibuat antara lain; larangan memasuiki
kawasan hutan tanpa izin, berburu, mengambil hasil hutan dan membakar lahan. Namun demikian, pemegang IPPKH belum sepenuhnya dapat membuat steril
kawasan hutan dari masyarakat di sekitarnya dan praktik illegal logging. Hal itu menjadi sebuah dilemma tersendiri bagi pemegang IPPKH mengingat akses jalan
yang mereka bangun biasanya juga menjadi akses masyarakat dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.
Pada indikator ini respon pemegang IPPKH berkategori buruk dengan skor adalah 77. Namun, jika dibandingkan respon antara pemegang IPPKH dengan
status izin PKP2B dan IUP, terdapat perbedaan kategori, yaitu cukup baik untuk PKP2B dengan skor 43 dan kategori buruk untuk pemegang IPPKH dengan IUP
dengan skor 34. Berdasarkan pengamatan di lapangan selama observasi, memang terlihat jelas perbedaan kinerjanya dalam menjalankan kewajiban IPPKH antara
pemegang IPPKH dari PKP2B dengan IUP. Pemegang IPPKH dari PKP2B terlihat lebih serius dan mempunyai komitmen yang lebih baik dibandingkan
pemegan IPPKH dari IUP. Perbedaan respon tersebut juga sebagai bukti tingkat kepedulian pemegang IPPKH terhadap kawasan hutan.
3. Pembayaran PNBP