88
4. Reklamasi dan Revegetasi
Merujuk Permenhut P.4Menhut-II2011 tentang Pedoman Reklamasi Hutan, pengertian reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau
memulihkan kembali lahan dan vegetasi yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai peruntukannya. Prinsip dasar reklamasi adalah satu kesatuan yang
utuh holistic dengan kegiatan penambangan; dan dilakukan sedini mungkin tanpa menunggu proses penambangan secara keseluruhan selesai dilakukan.
Sedangkan revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas PKH.
Dalam implementasi kebijakan PKH kegiatan reklamasi dan revegetasi berkategori cukup baik dengan skor 87. Kegiatan reklamasi dan revegetasi
memang telah menjadi suatu kewajiban bagi perusahaan tambang meskipun tidak diwajibkan dalam IPPKH. Perusahaan tambang mempunyai komitmen yang
cukup baik untuk melakukan kegiatan ini, terutama pada perusahaan-perusahaan besar dan go public. Kepercayaan terhadap komitmen perusahaan pertambangan
tersebut juga dinyatakan Dede I. Suhendra 2008
30
yang saat itu menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Pengawasan Teknik Pertambangan terkait dengan sistem
pembiayaan reklamasi bagi perusahaan tambang, sebagai berikut: ―… Accounting reserve, perusahaan besar dan go publc gak harus uang
karena kita tahu dia bermasalah dengan lingkungan maka publik sahamnya bisa wah naik turun, kita percaya mereka melakukan dengan benar. Pihak
ketiga, berupa asuransi, jaminan oleh pihak ketiga. Untuk perusahaan yang masih maju mundur ini yang tingkat kepercayaan kita masih rendah itu
baru dalam bentuk deposito uang, itu di jamrek 336. Reklamasi adalah
kewajiban perusahaan terkait dengan itu …‖ Komitmen dalam melakukan kewajiban reklamasi dan revegetasi juga
ditunjukkan oleh perbedaan respon antara pemegang IPPKH yang mempunyai izin pertambangan dalam bentuk PKP2B dan IUP. Respon pemegang PKP2B
yang notabene mempunyai dukungan modal finansial relatif lebih besar dan biasanya merupakan perusahaan grup besar mempunyai nilai skor lebih tinggi
yaitu 50 kategori cukup baik dibandingkan dengan respon pemegang IUP 37 berkategori jelek yang biasanya dimiliki oleh pengusaha-pengusaha dalam
negeri dengan dukungan modal finansial yang tidak terlalu besar. Perbedaan tingkat komitmen tersebut juga terkait dengan pemenuhan kewajiban-kewajiban
lainnya yang mempunyai perbedaan cukup besar.
Kenyataan kontradiktif diperlihatkan dalam Tabel 15 dibawah ini, bahwa sampai dengan tahun 2012 realisasi reklamasi tidak termasuk kegiatan
revegetasi baru 38,95 dari luas areal yang telah dibuka oleh pemegang IPPKH. Rendahnya prosentase areal yang direklamasi tersebut tidak mencerminkan
rendahnya komitmen perusahaan dalam melakukan kegiatan reklamasi. Hal itu disebabkan oleh keterbatasan informasi terhadap data dalam tabel, terutama untuk
luas areal yang dibuka, apakah areal tersebut telah selesai ditambang mined out atau masih sebagai tambang aktif. Kondisi tersebut juga bisa disebabkan oleh
30
Sari DF. 2008. Analisis komponen biaya reklamasi. [Skripsi]. Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik. Jakarta. Universitas Indonesia.
89 faktor teknis penambangan dan proses penataan lahan dan reklamasi yang
memakan waktu cukup lama. Sehingga tingkat komitmen bisa dikatakan rendah jika areal yang telah dibuka merupakan areal mined out dan perusahaan tidak lagi
melakukan kegiatan penambangan di areal kerjanya. Tabel 15 Data perkembangan kegiatan reklamasi hutan pemegang IPPKH
sampai dengan tahun 2013
No Wilayah
Jumlah IPPKH
Luas Ha -ase Reklamasi
Bukaan Tambang Reklamasi
1 Sumatera
30 7,194.42
3,060.14 42.53
2 Jawa
5 345.18
37.53 10.87
3 Nusa Tenggara
1 2,009.63
499.60 24.86
4 Kalimantan
62 61,335.82
22,277.23 36.32
5 Maluku
6 1,760.85
1,105.86 62.80
6 Sulawesi
6 7,351.75
1,346.80 18.32
7 Papua
1 1,434.00
259.61 18.10
Jumlah 111
81,431.65 28,586.77
35.11 Sumber : Direktorat Penggunaan Kawasan Hutan 2014
Pada dasarnya, kegiatan reklamasi dan revegetasi merupakan kegiatan yang sangat penting bagi perusahaan karena dari kegiatan ini perusahaan dapat
mengajukan claim untuk mengurangi beban PNBP dengan mengajukan penilaian terhadap areal yang telah direklamasi dan direvegetasi kepada Kementerian
kehutanan. Keberhasilan kegiatan reklamasi dan revegetasi disebut insentif oleh Hudoyo
31
Direktur PKH Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan periode 2011-2012
. Menurut Hudoyo; ―…syarat untuk mendapatkan insentif ini, reklamasi harus sudah dikerjakan selama 3 tahun dan minimal 80 dari tanaman
di areal reklamasi itu harus tumbuh bagus…‖ Sampai dengan akhir tahun 2014, baru 11 perusahaan yang mengajukan
permohonan insentif reklamasi, yaitu dibebaskannya pemegang IPPKH dari kewajiban membayar PNBP setelah dilakukan penilaian terhadap hasil kegiatan
reklamasi dan revegetasi. Dari sebelas perusahaan tersebut pada Tabel 16, sembilan perusahaan diantaranya merupaka perusahaan pertambangan dengan
status izin tambang berupa PKP2B. Sedangkan dua perusahaan lainnya yaitu PT. Karya Utama Tambang dan PT. Kimco Armindo merupakan perusahaan
pertambangan dengan izin yang dikeluarkan oleh Bupati, yaitu izin usaha pertambangan IUP. Data tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang
memperoleh izin dari pemerintah pusat PKP2B maupun KK mempunyai komitmen yang cenderung relative lebih bagus dibandingkan dengan perusahaan
tambang yang mempunyai IUP dari GubernurBupatiKota.
31
Anonim. 2012. Insentif reklamasi bagi pengusaha tambang. Majalah Tropis 10 5: 35-37
90 Tabel 16. Penilaian Keberhasilan Revegetasi Pemegang IPPKH
No Pemegang IPPKH
No SK IPPKH Luas Areal Ha
Persentase IPPKH Revegetasi
Berhasil Revegetasi Berhasil 1. PT. Marunda Graha Mineral
SK.416Menhut-II2009 2.248,40
199,56 74,98
5,32 62,71
2. PT. Mahakan Sumber Jaya SK.164Menhut-II2008
845,80 278,76
164,93 32,96
59,17 3. PT. Mahakam Sumber Jaya
SK.361Menhut-II2009 2.925,4
78,03 76,41
2,67 97,92
4. PT. Tanito Harum SK.638Menhut-II2009
364,59 114,37
82,02 31,37
71,71 5. PT. Indominco Mandiri
SK.565Menhut-II2010 4.500,10
1.288,11 248,42
28,62 19,29
6. PT. Newmont Nusa Tenggara SK.501Menhut-II2009
6.417,30 54,59
40,79 0,85
74,72 7. PT. Arutmin Indonesia Batulicin
SK.469Menhut-II2008 3.332,46
61,02 26,96
1,83 44,18
8. PT. Arutmin Indonesia Satui-Kintap SK.446Menhut-II2008 4.114,61
89,20 44,60
2,17 50,00
9. PT. Arutmin Indonesia Senakin SK.390Menhut-II2008
2.898,40 75,30
75,30 2,60 100,00
10. PT. Karya Utama Tambang SK.293Menhut-II2008
695,72 125,28
47,49 18,61
37,91 11. PT. Kimco Armindo
SK.217Menhut-II2008 SK.467Menhut-II2009
873,33 11,23
10,99 1,29
97,86 Jumlah
[2.375,45] 892,89
7,86 38,90
Sumber : Direktorat Penggunaan Kawasan Hutan 2014.
Masih rendahnya tingkat keberhasilan 38,90 pemegang IPPKH dalam melakukan kegiatan revegetasi perlu mendapatkan perhatian. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan antara lain : sinkronisasi peraturan tentang reklamasi dan revegetasi antara kehutanan dan pertambangan, criteria dan standar penilaian yang
diberlakukan, sosialisasi peraturan, keberadaan tenaga teknis kehutanan dalam perusahaan tambang.
Insentif tambang yang diharapkan dapat menarik pemegang IPPKH untuk lebih proaktif melakukan kegiatan reklamasi dan revegetasi ternyata tidak
ditanggapi positif. Motivasi perusahaan-perusahaan yang mengajukan penilaian hasil reklamasi dan revegetasi tersebut dalam tabel di atas perlu dipertanyakan,
apakah betul-betul ingin mendapatkan insentif dari kegiatan reklamasi dan revegetasi yang telah dilakukan? Berdasarkan hasil wawancara dan observasi,
perusahaan-perusahaan tersebut mengajukan penilaian hasil reklamasi dan revegetasi dengan maksud agar bisa dikembalikan kepada kementerian kehutanan
untuk kemudian mengajukan areal yang baru untuk mendapatkan IPPKH pada wilayah PKP2B-nya
32
. Bahkan, perusahaan merasa terpaksa melakukan pengajuan tersebut karena tidak ada jalan keluar untuk dapat mengajukan
perluasan IPPKH di wilayah PKP2B-nya yang disebabkan oleh habisnya kuota 10 pada areal IUPHHK.
Di mata para pemegang IPPKH, insentif yang diharapkan dapat memacu percepatan kegiatan reklamasi dan revegetasi dipandang hanya sebagai beban
bagi perusahaan, bukanlah insentif yang membuat para pengusaha tertarik untuk giat dan responsive melakukan kegiatan reklamasi dan revegetasi. Gambaran itu
mengisyaratkan bahwa insentif yang dimaksudkan oleh pejabat kementerian kehutanan bukanlah insentif yang mereka harapkan, atau dengan kata lain bahwa
insentif berupa pengurangan PNBP tidak cukup menarik para pemegang IPPKH
32
Salah satu materi yang dibicarakan dalam rapat pembahasan yang diselenggarakan di BPKH Wilayah IV-Samarinda dan para pihak lainnya adalah membahas rencana pengembalian
kawasan hutan kepada pemerintah cq Menteri Kehutanan
91 untuk segera melakukan kegiatan reklamasi dan revegetasi. Sehingga bisa
dikatakan bahwa insentif tersebut dianggap tidak ada.
5.
Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai
Kebijakan pemerintah memberikan kewajiban merehabilitasi daerah aliran sungai DAS tersurat dalam PP Nomor 24 Tahun 2008 jo PP No 61 Tahun 2012
tentang PKH pasal 6 ayat 2 huruf b yang berbunyi sebagai berikut: ‗…izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar
Penerimaan Negara Bukan Pajak PKH dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai, untuk kawasan hutan pada
provinsi yang luas kawasan hutannya di atas 30 tiga pulu perseratus
dari luas daerah aliran sungai, pulau, danatau provinsi …‘ Teknis pengajuan lokasi rehabilitasi daerah aliran sungai mengacu pada
Peraturan Menteri Kehutanan Nomr P.63Menhut-II2011 tentang pedoman penanaman bagi pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dalam rangka
rehabilitasi daerah aliran sungai, sebagai berikut;
- Pemegang IPPKH mengajukan atau memohon calon lokasi penanaman kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai BPDAS setempat serta instansi terkait lainnya.
- Direktur Jenderal menugaskan Kepala BPDAS setempat untuk memverifikasi calon lokasi penanaman.
- Hasil verifikasi calon lokasi penanaman oleh Kepala BPDAS disampaikan kepada Direktur Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan, dilampiri dengan peta
digital dengan skala minimal 1 : 10.000 dan deskripsi calon lokasi antara lain mengenai keadaan biofisik dan sosial ekonomi.
- Direktur Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan menyiapkan konsep keputusan Direktur Jenderal tentang penetapan lokasi penanaman dalam rangka
rehabilitasi DAS dilampiri dengan peta skala minimal 1 : 10.000. - Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan lokasi penanaman dalam
rangka rehabilitasi DAS paling lambat 15 lima belas hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya hasil verifikasi
- Pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan wajib menyusun rencana penanaman tahunan pada lokasi yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal
- Rencana penanaman tahunan memuat deskripsi lokasi, luas, jenis dan jumlah tanaman, saranaprasarana, biaya, tata waktu, organisasi pelaksana dan
pelaporan yang dilengkapi peta skala minimal 1 : 10.000. - Penyusunan rencana penanaman tahunan tersebut diselesaikan paling lambat 15
lima belas hari kerja setelah penetapan lokasi penanaman oleh Direktur Jenderal;
- Pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan menyusun rancangan teknis penanaman untuk setiap tapakblok areal penanaman berdasarkan rencana
penanaman tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1. - Rancangan teknis penanaman memuat rincian luas areal, status penguasaan
lahan, fungsi kawasan, jenis dan jumlah tanaman, pola tanam, saranaprasarana,
92 tenaga kerja, biaya, tata waktu, peta situasi minimal skala 1 : 10.000 dan peta
penanaman per blok minimal skala 1 : 5.000. - Rancangan teknis penanaman pada kawasan hutan lindung dan di luar kawasan
hutan dinilai oleh Kepala BPDASKepala Balai Pengelolaan Hutan Mangrove dan disahkan oleh Kepala Dinas kabupatenkota yang menangani kehutanan.
- Rancangan teknis penanaman pada kawasan hutan konservasi dinilai oleh Kepala BPDASKepala Balai Pengelolaan Hutan Mangrove dan disahkan oleh
Kepala Balai BesarBalai Konservasi Sumberdaya AlamTaman Nasional. - Pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan wajib memiliki unit kerja yang
menangani pelaksanaan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS. - Unit
kerja penanaman tersebut mempekerjakan tenaga teknis yang berkualifikasi sarjana kehutananpertanian selama jangka waktu penanaman
dalam rangka rehabilitasi DAS dengan ketentuan luas sampai dengan 600 enam ratus hektar minimal 1 satu orang dan lebih dari 600 enam ratus
hektar minimal 2 dua orang.
- Penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS dilaksanakan oleh pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dapat dilakukan dengan cara swakelola danatau
oleh pihak ketiga. - Pelaksanaan penanaman sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus sudah
dimulai paling lambat 30 tiga puluh hari kerja terhitung sejak disahkannya rancangan teknis penanaman.
Permenhut P.63Menhut-II2011 merupakan peraturan yang digulirkan oleh Kementerian Kehutanan sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan rehabilitasi
DAS bagi pemegang IPPKH. Peraturan ini mendukung Permenhut P.18Menhut- II2011 tentang pedoman pinjam pakai kawasan hutan
yang terlebih dahulu terbit yang kemudian diubah menjadi Permenhut Nomor P.16Menhut-II2014
sebagai peraturan pelaksanaan dari PP Nomor 24 Tahun 2008 jo PP Nomor 61 Tahun 2012 tentang PKH. Namun, kurangnya sosialisasi peraturan tentang
prosedur rehabilitasi DAS kepada para pemegang IPPKH menjadikan respon pemegang IPPKH sangat rendah. Dari 152 IPPKH yang berada di tiga provinsi
Kaltim, Kalsel dan Sultra baru 26 17,11 perusahaan yang telah mengajukan permohonan lokasi rehabilitasi DAS Tabel 17.
Tabel 17 Data perkembangan pemenuhan kewajiban rehabilitasi DAS di tiga
provinsi
No Provinsi
IPPKH Rehabilitasi DAS
Prosentase 1 Kalimantan Timur
71 Unit 19 Unit
26.76 2 Kalimantan Selatan
60 Unit 7 Unit
11.67 3 Sulawesi Tenggara
21 Unit 0 Unit
- Jumlah
152 Unit 26 Unit
17.11 Sumber : BPDAS Mahakam, BPDAS Barito, BPDAS Sampara dan
http:www.dephut.go.idindex.phpnewsdetails9417
Panjangnya tahapan yang harus dilalui dan banyaknya kewajiban yang tidak dipahami oleh pemegang IPPKH menjadi pertimbanganalasan bagi
pemegang IPPKH untuk mengenyampingkan pemenuhan kewajiban. Banyak dari
93 pemegang IPPKH menunda pemenuhan kewajiban tersebut karena kedua alasan
di atas, namun terdapat pula perusahaan yang menundanya karena belum aktifnya kegiatan tambang di lapangan yang disebabkan oleh kesulitan financial, harga
komoditi yang anjlok, konflik dengan pihak lain Pemegang IUPHHK danatau masyarakat.
Di samping faktor kurangnya sosialisasi dan panjangnya rantai pengurusan permohonan, terbatasnya kawasan hutan yang akan dijadikan lokasi rehabilitasi
DAS juga menghambat progres pemenuhan kewajiban ini. Kendala tersebut sangat dirasakan terutama di Provinsi Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tenggara.
Sebagian besar kawasan hutan di kedua provinsi tersebut telah dibebani hak, baik IUPHHK, IPPKH, maupun IUP. Sementara hutan lindung dan kawasan
konservasi mempunyai akses yang sangat sulit, sehingga pemegang IPPKH merasa enggan untuk mendapatkan calon lokasi dengan akses yang menyulitkan
pelaksanaan kegiatan rehabilitasinya karena akan berimbas pada tingginya biaya transaksi yang harus ditanggung.
Beberapa pemegang IPPKH juga mengeluhkan kebijakan rehabilitasi DAS ini, terutama pada penentuan luas kawasan hutan yang harus direhabilitasi.
Mereka berpendat bahwa ‗seharusnya luas kawasan hutan yang direhabilitasi berdasarkan luas kawasan hutan yang digunakandibuka untuk kegiatan tambang,
bukan luas kawasan hutan yang dipinjam pakai‘. Situasi ini juga menjadi beban tersendiri untuk semua pemegang IPPKH karena luas kawasan hutan yang harus
direhabilitasi lebih luar dari luas IPPKH, mengingat dalam ketentuannya pemegang IPPKH harus merehabilitasi DAS seluas IPPKH ditambah dengan areal
kawasan hutan yang secara teknis tidak dapat dilakukan reklamasi dan revegetasi atau masuk dalam kategori L3
33
. Berbagai faktor tersebut di atas yang menyebabkan respon pemegang
IPPKH sangat rendah, berkategori buruk skor 72. Pemegang IPPKH dengan PKP2BKK mempunyai komitmen yang jauh lebih baik dalam pemenuhan
kewajiban ini dengan kategori cukup baik skor 42 dibandingkan dengan pemegang IPPKH dengan IUP yang berkategori sangat buruk skor 30.
6. Penyerahan Laporan Periodik