77
5. Ketepatan Proses
Secara umum, implemetnasi kebijakan PKH telah memeuhi tiga proses, yaitu:
- Policy acceptance dan adoption
, yaitu para pihak telah memahami dan menerima kebijakan PKH sebagai sebuah ―aturan main‖ yang diperlukan
untuk keberlanjutan pengelolaan kawasan hutan dan keberlanjutan investasi dan hukum bagi perusahaan pertambangan, di sisi lain pemerintah memahami
dan menerima kebijakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan.
- Strategic readiness
, yaitu semua pihak telah siap melaksanakan atau menjadi bagian dari kebijakan, disisi lain kementerian kehutanan beserta UPT-nya di
daerah on the street telah aktif berperan sebagai pelaksana kebijakan di lapangan.
6. Dukungan Faktor Lain
Unutk mendukung kelima tepat tersebut di atas, masih perlu didukung oleh tiga jenis dukungan Nugroho 2009, yaitu dukungan politik, dukungan strategi
dan dukungan teknis. Pada dasarnya kebijakan PKH merupakan kepentingan sektor lain
pertambangan dan ekonomi. Tidak ada pilihan lain bagi sektor kehutanan untuk tidak menerimanya. Situasi politik pada awal digulirkannya kebijakan ini
memang sangat mendukung bagi sektor manapun untuk tidak menolak apa yang diinginkan oleh pemerintah. Kebijakan apapun digulirkan demi pertumbuhan
ekonomi
dan lancarnya
pembangunan nasional.
Meskipun dalam
perkembangannya kebijakan PKH terimbas oleh adanya perbuahan politik, namun perubahan tersebut tidak cukup kuat untuk mengubah substansi kebijakan PKH.
Bahkan seiring dengan maraknya kegiatan pertambangan di Indonesia, kebijakan PKH seolah menjadi solusi yang baik untuk ‗sekedar mengatur dan membatasi‘
kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan. Dukungan politik untuk menjadikan kebijakan ini tetap eksis datang dari para aktor dengan diskursus
developmentalist
25
sedangkan aktor-aktor yang berhaluan conservasionist justru berpandangan bahwa kebijakan akan mengakibatkan kerusakan hutan semakin
luas dan terjadinya penurunan biodiversitas. Sementara itu, dukungan strategi dalam implementasi kebijakan PKH
belum terlihat dengan jelas. Pemerintah masih mengandalkan peran aktif aktor utama implementasi yaitu para pemegang IPPKH dan kepercayaan terhadap
perpanjangan tangan pemerintah di daerah serta peran serta pemerintah daerah dalam mendukung implementasi kebijakan PKH di lapangan.
Dukungan lain yang diperlukan menurut Nugroho 2009 adalah dukungan teknis. Kebijakan PKH ini kental dengan nuansa teknis kehutanan, antara lain
teknis planologi, rehabilitasi dan tata usaha kayu. Sementara teknis pertambangan yang seharusnya menjadi pertimbagnan dalam pengambilan keputusan tidak
25
Menurut Wittmer dan Birner 2005, di Indonesia terdapat tiga diskursus yang berkembang, yaitu conservasionist, eco-populist dan developmentalist.
78 diperhatikan. Teknis tambang hanya terasa pada peraturan yang mengatur tentang
reklamasi pasca tambang dan penambangan bawah tanah. Tabel 11 Hasil analisis ketepatan implementasi kebijakan PKH
No Kriteria dan Indikator
Implementasi Hasil Analisis
Ketepatan Implementasi
1. Ketepatan Kebijakan
- Kemampuan memecahkan masalah
how excellent is the policy.
Kebijakan PKH dapat dikatakan memecahkan masalah perbedaan dua kepentingan yang didasari pada argumen-
argumen yang berseberangan. Ketiadaan alternatif wacana lain dalam penyelesaian masalah membuat kebijakan ini
seolah menjadi solusi tepat bagi masalah yang sedang dihadapi
Tepat
- Kesesuaian dengan karakter masalah yang
hendak dipecahkan. Karakteristik sumber daya alam di Indonesia yang tidak
memungkinkan untuk difragmentasi pengelolaannya ke dalam sektor-sektor yang berbeda menjadi permasalahan
pelik. Pemerintah mengambil keputusan dilematis untuk memberikan pengelolaan sebagian kawasan hutan kepada
sektor pertambangan dan sektor lainnya dengan pengaturan yang yang cukup ketat sebagai langkah untuk membatasi dan
mengendalikan dampak yang ditimbulkan. Tepat
- Lembaga perumus kebijakan mempunyai
kewenangan misi kelembagaan yang
sesuai dengan karakter kebijakan.
Kebijakan PKH sejak pertama kali digulirkan 1978 sampai dengan saat ini secara konsisten menjadi kewenangan
Kementerian Kehutanan. Meningkatnya permohonan IPPKH sejak tahun 2004 hingga saat ini mendorong Kementerian
Kehutanan Direktorat PKH pada tahun 2010. Selanjutnya, direktorat ini yang akhirnya mengakomodir dan memfasilitasi
perumusan perubahanperbaikan kebijakan PKH. Tepat
2. Ketepatan Pelaksanaan
- Kesesuaian aktor implementasi
kebijakan Pelaksana implementor kunci kebijakan PKH adalah
pemerintah kementerian kehutanan, sedangkan implementor utama dalam pelaksanaan kebijakan PKH ini
adalah perusahaan pertambangan yang telah memegang IPPKH. Keberhasilan implementasi kebijakan sangat
ditentukan oleh kinerja semua pihak. Sinergi antara pemerintah dan pemegang IPPKH diharapkan dapat
meningkatkan efektifitas implementasi kebijakan. Tepat
3. Ketepatan Target
- Kesesuaian target dengan rencana
Target yang dintervensi sesuai dengan yang direncanakan, tidak ada tumpang tindih dan intervensi piha lain, tidak
bertentangan dengan kebijakan lain. Tepat
- Kesiapan target untuk dintervensi.
Pemohon IPPKH telah mengetahui kebijakan PKH tersebut, meskipun tidak semua pemohon mengetahui prosedur
permohonan, pemenuhan kewajibannya. Pemohon IPPKH bisa dikatakan telah siap finansial dan kesiapan menerima
semua konsekuensi akibat permohonannya seperti: berbelit- belitnya birokrasi pengurusan izin, curahan waktu tunggu
yang cukup panjang, biaya transaksi yang tinggi, kondisi kawasan hutan.
Tepat
79 Lanjutan Tabel 11
No Kriteria dan Indikator
Implementasi Hasil Analisis
Ketepatan Implementasi
- Efektifitas implemenasi kebijakan
terkait dengan perubahan-perubahan
yang dilakukan. Perubahan kebijakan lebih pada penambahanperbaikan
persyaratan dan kewajiban yang dibebankan kepada pemohon izin. Sehingga, perubahan-perubahan tersebut
justru menambah beban pemohon izin terutama meningkatnya biaya transaksi pada saat
mengimplementasikan kebijakan tersebut. Banyaknya permasalahan yang dihadapi pemohon IPPKH sampai
dengan proses pemenuhan kewajiban dan konflik yang harus dihadapi di lapangan menunjukkan bahwa perubahan-
perubahan kebijakan tersebut tidak efektif meningkatkan kinerja implementasi kebijakan tersebut
Tidak tepat
4. Ketepatan Lingkungan
- Variabel endogen : Interaksi antara
lembaga perumus kebijakan dengan
pelaksana kebijakan dengan lembaga yang
terkait. Terbatasnya peranan para aktor dalam perumusan kebijakan
PKH mengakibatkan actor networking tidak terbangun dan tidak berkelanjutan. Isu-isu lain terkait dengan teknis
kehutanan cenderung tidak melibatkan aktor-aktor di luar kementerian kehutanan sehingga dominansi Kementerian
Kehutanan dalam perumusan kebijakan menjadi tidak terbantahkan. Demikian juga dengan proses
implementasinya, hanya terdapat dua aktor yang dominan yaitu kementerian kehutanan sebagai aktor kunci dan
perusahaan sebagai aktor utama implementasi di ranah lapangan.
Tidak tepat
- Variabel eksogen lingkungan ekternal :
terkait dengan opini dan persepsi publik
Hampir semua pihak merasa tidak mempunyai interpretasi yang berbeda terhadap isi peraturan tentang PKH. Hal itu
menunjukkan bahwa kebijakan PKH mempunyai tingkat ambiguitas kemenduaan yang rendah. Namun, kebijakan
ini syarat dengan konflik. Kebijakan ini justru lahir dari konflik kepentingan, perbedaan nilai dan motivasi serta
konflik penguasaan lahan di ranah tapak. Tidak tepat
5. Ketepatan Proses
- Policy acceptance and adoption
Para pihak memahami dan menerima kebijakan PKH sebagai sebuah
‗aturan main‘ yang diperlukan dalam pengelolaan kawasan hutan, serta kepastian usaha dan hukum bagi
perusahaan pertambangan. Di sisi lain pemerintah memahami dan menerima kebijakan sebagai tugas yang harus
dilaksanakan. Tepat
- Strategic readiness, Semua pihak siap melaksanakan atau menjadi bagian dari
kebijakan, di sisi lain kementerian kehutanan beserta UPT- nya di daerah on the street telah aktif berperan sebagai
pelaksana kebijakan di lapangan. Tepat
6. Dukungan Lainnya
- Dukungan Politik Pada dasarnya kebijakan PKH merupakan kepentingan
sektor lain pertambangan dan ekonomi. Situasi politik pada awal digulirkannya kebijakan ini sangat mendukung,
meskipun dalam perkembangannya kebijakan PKH terimbas oleh adanya perubahan politik, namun perubahan tersebut
tidak mengubah substansi kebijakan PKH. Cukup kuat
80 Lanjutan Tabel 11
No Kriteria dan Indikator
Implementasi Hasil Analisis
Ketepatan Implementasi
- Dukungan Strategi Dukungan strategi dalam implementasi kebijakan PKH belum
terlihat jelas. Pemerintah masih mengandalkan peran aktif aktor utama implementasi di lapangan.
Lemah
- Dukungan Teknis Kebijakan PKH kental dengan nuansa teknis kehutanan.
Sementara teknis pertambangan yang seharusnya menjadi pertimbagnan dalam pengambilan keputusan tidak banyak
diperhatikan. Teknis tambang hanya terasa pada peraturan yang mengatur tentang reklamasi pasca tambang dan
penambangan bawah tanah. Terbatas
Respon Perusahaan Tambang
Respon dalam arti umum mengandung pengertian jawaban atau reaksi terhadap sesuatu Hornby 1985 dalam Agusta 1997. Respon yang ditunjukkan oleh
masyarakat terhadap penerimaan suatu proyekkegiatan berbeda-beda. Perbedaan respon yang ditunjukkan masyarakat terhadap kegiatan atau kebijakan dapat dilihat
dari tahapan yang disebut proses adopsi. Menurut Rogers 1983 proses-proses adopsi tersebut terdiri dari 5 tahap, yaitu :
1. Awareness stage Tahap sadar : Individu belajar dari keberadaan ide baru tetapi
kekurangan informasi tentang ide baru tersebut. 2. Interest stage Tahap minat : Individu mengembangkan minat dalam inovasi dan
mencari informasi tambahan tentang inovasi tersebut. 3. Evaluation stage Tahap evaluasi : Individu mengaplikasikan ide baru di dalam
kehidupannya dan mengantisipasi situasi yang akan datang dan memutuskan apakah mencobanya atau tidak.
4. Trial stage Tahap percobaan : Individu menerapkan ide baru tersebut dalam skala kecil untuk menentukan kegunaannya dalam situasi sendiri.
5. Adoption stage Tahap adopsi : Individu menggunakan ide baru secara terus menerus kontinu pada skala yang penuh.
Data hasil respon perusahaan terhadap implementasi kebijakan PKH dalam Tabel 12 berikut ini merupakan kombinasi antara data primer dan sekunder. Data
primer diambil melalui observasi langsung di lapangan pada 8 perusahaan dan hasil wawancara. Sedangkan data lainnya merupakan data sekunder yang
diperoleh dari laporan monitoring, laporan evaluasi dan laporan verifikasi PNBP. Adanya ketidaklengkapan informasi dalam laporan-laporan tersebut, penulis
melengkapi data respon tersebut dengan pencarian di beberapa laman perusahaan di internet dan informasi dari hasil-hasil penelitian yang terkait.
81
Tabel 12 Respon perusahaan pemegang IPPKH dalam memenuhi kewajiban PKH
Nomor Peru-
sahaan Jenis
Izin SKOR Pemenuhan Kewajiban
Pemeliharaan, Pengamanan
Tata Batas Perlindungan,
Pengamanan Kaw Hutan
PNBP Reklamasi
Revegetasi Areal IPPKH
Rehabili- tasi
DAS Penyerahan
Laporan Periodik
Jumlah Rataan
1 PKP2B
2 4
5 4
5 2
22 3.67
2 PKP2B
5 4
4 5
4 5
27 4.50
3 PKP2B
5 5
3 4
4 4
25 4.17
4 PKP2B
2 1
5 4
1 2
15 2.50
5 PKP2B
3 4
2 4
5 2
20 3.33
6 PKP2B
2 3
2 4
2 2
15 2.50
7 PKP2B
2 3
2 4
4 2
17 3.40
8 PKP2B
2 3
2 4
1 2
14 2.80
9 PKP2B
4 3
3 4
4 2
20 4.00
10 PKP2B
3 3
2 4
4 2
18 3.60
11 PKP2B
2 3
2 4
4 2
17 2.83
12 PKP2B
4 4
2 4
2 2
18 4.50
13 PKP2B
3 3
2 1
2 5
16 2.67
Jumlah skor PKP2B 39
43 36
50 42
34 244
40.67 14
IUP 4
3 2
4 4
5 22
3.67 15
IUP 2
2 2
4 2
2 14
2.33 16
IUP 4
3 4
3 4
2 20
3.33 17
IUP 2
2 2
3 2
2 13
2.17 18
IUP 2
4 4
4 3
2 19
3.17 19
IUP 3
3 4
4 2
2 18
3.00 20
IUP 1
1 2
1 3
2 10
1.67 21
IUP 3
1 4
4 5
2 19
3.17 22
IUP 3
3 2
4 1
5 18
3.00 23
IUP 4
4 2
1 1
2 14
2.80 24
IUP 2
2 2
1 1
2 10
1.67 25
IUP 2
2 2
1 1
2 10
1.67 26
IUP 3
4 4
3 1
3 18
3.00 Jumlah skor IUP
35 34
36 37
30 33
205 34,6
Total PKP2B+IUP 74
77 72
87
72 67
449 79,1
Sumber : Data primer hasil observasi lapangan, data sekunder dalam bentuk laporan monitoring IPPKH, monitoring dan evaluasi IPPKH, laporan verifikasi PNBP dan pencarian data dan informasi di media lainnya.
Memperhatikan Tabel 12, secara umum total skor perusahaan masih berkategori buruk dalam memenuhi kewajiban IPPKH. Skor nilai untuk lima
indikator dari enam indikator penilaian terhadap pemenuhan kewajiban perusahaan masih di bawah 79. Mereka belum dapat memenuhi kewajiban pengamanan dan
pemeliharaan batas kawasan hutan skor 74, perlindungan dan pengamanan kawasan hutan skor 77, rehabilitasi DAS skor 72, pembayaran PNBP skor 72 dan
penyerahan laporan periodik skor 67. Rendahnya kinerja perusahaan terhadap pemenuhan kewajiban IPPKH tersebut lebih banyak disebabkan oleh kelalaian
perusahaan. Sedangkan satu-satunya yang berkategori cukup baik adalah kewajiban melakukan kegiatan reklamasi dan revegetasi skor 87. Jika diperhatikan, skor nilai
pemenuhan kewajiban reklamasi dan revegetasi didominasi oleh perusahaan dengan jenis izin pertambangan PKP2B 50 sementara IUP hanya menyumbang 37.
Hal itu menunjukkan bahwa perusahaan tambang belum dapat mengimplementasikan kebijakan PKH dengan baik. Kurangnya sosialisasi dan tata
82
cara pemenuhan kewajiban menjadi alasan dominan mereka. Indikator-indikator tersebut sangat terkait dengan peraturan perundang-undangan sektor kehutanan yang
notabene bukan core business perusahaan tambang. Sementara institusi kehutanan baik di pusat maupun daerah tidak melakukan sosialisasi tentang tata cara dan standar
pemenuhan kewajiban tersebut.
1. Pemeliharaan dan Pengamanan Batas Kawasan Hutan