Memancing Media dengan Aksi Simbolik

Setelah terbentuknya Sekber, dukungan masyarakat Yogyakarta yang beragam latar belakang tersebut dilihat sebagai salah satu faktor yang menguatkan aksi protes. Isu ketidakadilan memerankan peranan dalam jalinan koordinasi ini. Pemerintah pusat terkesan menjadi musuh bersama. Terutama, kebijakan- kebijakan pemerintah pusat yang terepresentasikan melalui keberadaan Presiden SBY dan Partai Demokrat. Menyadari potensi wacana ini, para aktivis Sekber berkomunikasi juga dengan pihak-pihak lain yang berdomisili di Riau, Kalimantan, Bali, dsb. Kemudian, wajah massa di Sekber menjadi terlihat berwarna.

2. Memancing Media dengan Aksi Simbolik

“Kalau dulu, mereka nggak bisa reka-reka merencanakan ngumpulke media…”, Hasto mengungkapkan. Saat Sekber menguat, kesadaran untuk terlihat di media menjadi lebih tinggi. Keberadaan media, menjadi hal yang signifikan untuk membuat isu yang diwacanakan oleh gerakan menjadi semakin besar. Pada masa maraknya gerakan pro-penetapan sebelum Sekber, media memang membuat tema keistimewaan dikenal publik. Tapi, tema ini hanya dikenal publik saat momentum-momentum tertentu yaitu pada saat menjelang habisnya masa jabatan gubernur dan wakil gubernur. Saat momen-momen tersebut, terjadi mobilisasi massa, maka sangat memungkinkan media mengekspos peristiwa tersebut. Atensi media meningkat saat momentum pernyataan Presiden SBY. Media baik cetak maupun elektronik selama berminggu-minggu memberitakan protes terhadap pernyataan presiden ini. Pemberitaan besar mulai menyurut saat ada peristiwa-peristiwa lain yang lebih menarik fokus perhatian media massa. Tema keistimewaan Yogyakarta kembali surut dan tidak lagi tampil di tajuk-tajuk utama media. “Semoga masyarakat tetap mengawasi perkembangan keistimewaan Yogyakarta. Jangan sampai ada pengalihan isu”, ungkap Hasto dihadapan puluhan aktivis Sekber di Galang press pada bulan Desember 2011. Dilihat dari ungkapan Hasto tersebut, memperlihatkan adanya kesadaran yang tinggi akan pentingnya media sebagai bagian dari alat propaganda. Prinsip efektivitas dan efisiensi menjadi prinsip yang penting untuk selalu menyuarakan pendapat agar semakin dikenal publik secara luas. Dengan mobilisasi massa besar-besaran tidak hanya ‘boros energi’ tapi juga tidak konstan. Pemberitaan media kemudian dipilih untuk membuat gerakan semakin membesar. Di tingkat lokal, media-media cetak yang ada di Yogyakarta sudah bisa dipastikan akan memberikan perhatian yang lebih untuk tema keistimewaan Yogyakarta. Koran Kedaulatan Rakyat KR yang menjadi koran lokal terbesar di DIY mempunyai hubungan yang dekat dengan mantan Bupati Bantul, H. Idham Samawi. Istri Idham, Ida Samawi yang menjadi Bupati Bantul setelahnya, bahkan ikut turun ke jalan bersama ribuan massa dalam rangka mendukung penetapan. Maka, media lokal ini memberikan space berita tentang polemik keistimewaan Yogyakarta setiap harinya. Salah satu pemberitaan favorit adalah pemberitaan tentang aktivitas di Sekber. Menyadari pentingnya media, Sekber selalu mengkoordinasikan media dengan mengundang wartawan. Hasilnya, aksi-aksi protes selalu menjadi berita di media. Cara ini terbukti efektif, sepanjang tahun 2011 sampai 2012 aktivitas selalu diberitakan di media-media cetak maupun online. Sejak awal, kelompok-kelompok pro-penetapan sudah merebut media. Tapi perhatian media tidak cukup, Sekber menciptakan aksi protes yang atraktif. Protes mulai dikembangkan di ranah simbol-simbol. Berbicara tentang simbol- simbol sebagai bagian dari aksi protes, tanpa koordinasi, simbol visual berupa bendera Haba, sudah menjadi tren visual yang menghiasi jalan-jalan di Yogyakarta. Pengibaran bendera Haba yang menjadi tren dalam masyarakat, ikut dipopulerkan oleh Sekber. Dalam setiap aksinya, bendera haba selalu dikibarkan. Sangat dimungkinkan, kelompok-kelompok elemen di dalam Sekber memproduksi bendera ini dan menyebarkannya secara massif. Pemopuleran bendera ini menjadi proses kreatif yang menarik perhatian media sehingga membuat fenomena ini diliput oleh media. Efeknya, pemasangan bendera haba menjadi tren yang menjamur. Sekber mengembangkan situasi ini. Kedekatan para aktivis Sekber dengan kalangan seniman memungkinkan kelompok ini mengembangkan penciptaan- penciptaan yang kreatif dalam rangka meekspresikan protes. Maka dimulailah aksi-aksi Sekber yang atraktif tanpa menggunakan mobilisasi massa besar- besaran. Aksi-aksi ini simbolik dan menimbulkan kesan. Keterlibatan orang-orang dengan beragam latar belakang termasuk seniman membuat aksi-aksi protes menjadi seperti halnya pertunjukan. Kadang, dalam aksi-aksinya, Sekber menampakkan nama-nama forum yang berbeda. Nama-nama forum semacam Forum Masyarakat Yogyakarta FMY, Gerakan Rakyat Mataram Geram,dsb. Walaupun punya banyak nama, tapi orang-orangnya sama. Menarik perhatian media dengan pertunjukan-pertunjukan atraktif yang sarat simbol ini menjadi semacam promosi yang efektif dalam kegiatan marketing. Para aktivis gerakan ini ingin membuat wacana yang dimainkan ini menjadi semakin luas dikonsumsi oleh publik. Dengan aksi-aksi atraktif ini, secara tidak langsung media berperan menjadi promosi untuk tema keistimewaan Yogyakarta. Maka, terciptalah sebuah pasar pengetahuan yang membuat banyak orang mengakses informasi dan mengonsumsi pengetahuan tentang tema keistimewaan Yogyakarta sedikit demi sedikit.

3. Reproduksi Sejarah