Koalisi Taktis SIASAT PERLAWANAN GERAKAN

C. SIASAT PERLAWANAN GERAKAN

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa gaya multi sektoral menjadi ciri khas dalam dinamika gerakan di Sekber. Mencermati multi sektoral ala Sekber ini, membawa pemahaman ke arah bagaimana mengartikulasikan multi sektoral dalam teknik-tekniknya. Berikut ini adalah beberapa teknik-teknik signifikan yang dijalankan oleh Sekber dalam rangka mengaplikasikan strategi multi-sektoral. Walaupun Sekber melakukan beragam teknik, hanya beberapa yang digarisbawahi dalam penulisan penelitian ini, yaitu; 1 Koalisi Taktis, 2 Reproduksi Sejarah, 3 Permainan Simbolik, 4 Penciptaan Musuh Bersama. Menjabarkan beberapa teknik ini terkait dengan relasi kuasa yang akan dijabarkan di bab selanjutnya.

1. Koalisi Taktis

Di Yogyakarta, ada beragam kelompok sosial. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Sekber untuk menghimpun banyak pihak. ”Kita cari orang-orang dari seluruh Indonesia ada. Disini banyak wisma-wisma mahasiswa”, kata Julius. Hasto juga mengungkapkan: “Semua anasir Nusantara itu ada di Jogja. Tinggal menghubungi mereka. Kita tidak semata-mata memobilisasi mereka, tapi juga memberikan pemahaman”. ‘Mobilisasi’ yang dimaksudkan adalah pengerahan massa untuk acara- acara tertentu yang dikoordinasikan oleh Sekber. Acara-acara ini simbolik. Pengerahan massa tidak selalu menampakkan bentuk protes terbuka seperti demonstrasi.“Untuk menyerang Jakarta, kami tidak bisa menggunakan isu lokal saja. Harus ada isu nasional”. Sekber tidak ingin ‘sendirian’ untuk menyerang pemerintah pusat. Selama ini kelompok pro-penetapan menjalin komunikasi dengan pihak-pihak lain yang juga mempunyai ketidak sepahaman dengan kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, untuk memperkuat diri, pihak-pihak lain tersebut dihimpun menjadi satu pihak dengan satu gagasan. “Kami melakukan koalisi taktis”, ungkapnya. Koalisi taktis ini artinya bekerjasama dengan pihak-pihak yang sedang menggugat pemerintah pusat. Dengan melakukan kerjasama ini, tema keistimewaan Yogyakarta akan semakin dikenal oleh publik, sehingga memperkuat tekanan kepada pemerintah pusat. Salah satu pihak yang diajak oleh Sekber berkoalisi taktis yaitu ormas Parade Nusantara Persatuan Aparat Desa Nusantara. Parade Nusantara adalah sebuah ormas yang merangkum aparatur perangkat desa di seluruh Indonesia. Asosiasi ini mempunyai agenda untuk memperjuangkan disahkannya UU perdesaan. Implikasi dari disahkannya aturan ini yaitu pada alokasi dana sekian persen dari APBN.“Dengan kerjasama ini, saya melihat keistimewaan Yogyakarta gaungnya sudah nasional”, menjelaskan tujuan konkrit yang dicapai dalam koalisi taktis. ‘Ruang Komunikasi’ dan ‘Jejaring Sosial’ yang diungkapkan oleh Hasto bisa menjelaskan bagaimana koalisi taktis ini dibentuk. Seperti jejaring sosial di internet, Sekber menjalin komunikasi dan menghimpun sebanyak-banyaknya kelompok-kelompok sosial yang ada di Yogyakarta. Kelompok-kelompok ini dihimpun dan kemudian dikoordinasikan dalam program-program tertentu untuk menyampaikan aspirasi tentang penetapan. Pola kerjasama atau gaya berjejaring yang dilakukan bersifat ‘transaksional’. “Transaksional itu ya artinya ya saling-silang”, ungkap Hasto menyederhanakan maksud dari ‘transaksional’ ketika membicarakan tentang komunikasi antar pihak dalam kegiatan-kegiatan di Sekber. Ungkapan transaksional ini sekaligus menjelaskan bagaimana sebagian kelompok-kelompok tertentu bekerjasama dengan Sekber dan saling menata antar kepentingan dalam satu wahana yang sama. Untuk mengetahui lebih dalam tentang keterlibatan kelompok-kelompok yang merepresentasikan penduduk Yogyakarta yang berlatar belakang non Jawa. Kelompok-kelompok massa ini sudah berinteraksi dengan kelompok-kelompok pro penetapan, oleh karena itu, saya akan sejenak melihat ke belakang sebelum terbentuknya Sekber Keistimewaan. Dimulai dari kelompok-kelompok mahasiswa Papua di Yogyakarta. Para mahasiswa papua di Yogyakarta mempunyai banyak organisasi yang menghimpun mereka dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil. Satu hal yang menyatukan pemahaman mereka yaitu kesadaran akan identitas Papua yang mereka miliki. Sebagian dari mereka berkumpul dalam kelompok-kelompok yang secara kritis mewacanakan tema-tema yang terkait kondisi sosial politik di Papua. Bahkan, sebelum Sekber terbentuk, sekelompok mahasiswa Papua yang berdomisili di Yogyakarta melakukan aksi dukungan untuk Wacana Keistimewaan Yogyakarta. Pada saat pelaksanaan demonstrasi besar-besaran di halaman gedung DPRD, para mahasiswa asal Papua ini ikut serta. Kehadiran mereka dalam gelombang besar ribuan massa ini menarik perhatian. Dengan kostum adat Papua lengkap dengan senjata tradisional, mereka menari-nari membuat kamera para jurnalis tertuju pada mereka. 63 Hamah Sagrim, aktivis mahasiswa asal Papua yang terlibat dalam koordinasi aksi tersebut mengungkapkan bahwa aksi tersebut adalah mewakili sikap seluruh warga Papua yang ada di Yogyakarta. 64 Walaupun sebenarnya beberapa aktivis pergerakan mahasiswa papua menuturkan bahwa aksi yang dilakukan oleh beberapa kelompok mahasiswa papua itu tidak mewakili seluruh pendapat mahasiswa papua atau kepentingan rakyat papua secara langsung. Lechzy Degey salah satu aktivis kelompok mahasiswa di Yogyakarta berpendapat, mereka yang terlibat dalam aksi dukungan tersebut adalah orang- orang yang secara personal mempunyai kedekatan pribadi dengan para aktivis gerakan pro-penetapan. Mereka adalah para mahasiswa Universitas Widya Mataram Yogyakarta UWMY adalah sebuah Perguruan Tinggi yang didirikan oleh Sultan HB IX.65 Walaupun Lechzy berpendapat bahwa aksi massa itu hanya mewakili sebagian kecil kelompok mahasiswa Papua, dia mengakui bahwa organisasi- organisasi yang menghimpun warga Papua di Yogyakarta menyatakan mendukung gagasan kelompok pro-penetapan. Salah satu kelompok yaitu, 63Pengamatan langsung 13 Desember 2010 64Hamah Sagrim, wawancara 5 November 2011 65Sebagai catatan, beberapa mahasiswa asal Papua ini direkrut oleh salah seorang pengajar sekaligus rektor UWMY, Prof. Dr. Suyanto yang juga tergabung dalam salah satu kelompok pro-penetapan yaitu Gerakan Keistimewaan Rakyat Yogyakarta Gentaraja. Informasi ini saya dapatkan dari salah seorang staf UWMY, 28 Januari 2011. Lembaga Intelektual Tanah Papua LITP, menyatakan sikap resmi dukungannya di kompleks Pura Pakualaman. Hal ini tidak mungkin dilakukan jika tidak ada koordinasi antara kelompok-kelompok mahasiswa ini dengan kelompok- kelompok pro penetapan. Sagrim pernah mengungkapkan bahwa dia pernah berkumpul bersama kelompok-kelompok ‘elemen’ dalam suatu makan malam bersama Sultan HB X. Anak sulung dan anak bungsu adalah metafor yang digunakan kelompok papua terhadap isu keistimewaan ini. Sagrim mengungkapkan, “Jika Yogyakarta sebagai anak sulung diperlakukan seperti ini, bagaimana dengan kami yang anak bungsu?”. Dukungan terhadap wacana keistimewaan Yogyakarta oleh kelompok masyarakat Papua ini bertumpu pada permasalahan yang terjadi di Papua. Demikian juga Lechzy yang berujar, “Tidak mungkin pohon manga berbuah manggis. Pemerintah jangan sewenang-wenang. Demokrasi yang lebih cocok untuk kita adalah demokrasi kesukuan”. Hal serupa juga dilakukan oleh kelompok masyarakat Yogyakarta yang berasal dari NTT. Sekelompok massa dengan latar belakang keturunan Flores mengorganisir diri untuk bergabung dalam mobilisasi ribuan massa pendukung penetapan di halaman gedung DPRD. Salah seorang peserta mengungkapkan, mereka diorganisir salah seorang tokoh masyarakat NTT di Yogyakarta.66 . 66Santo, salah seorang peserta aksi massa mengungkapkan bahwa beberapa warga Yogyakarta keturunan NTT di Yogyakarta berkumpul untuk mengerahkan massa. Dia menyebutkan bahwa dia dan teman-temannya diajak oleh seorang pengusaha keturunan NTT yang memiliki Radio Sasando FM. Ketika saya menanyakan mengenai motivasi dukungannya untuk mendukung keistimewaan Yogyakarta, dengan jujur dia mengakui tidak mengerti. Keterlibatnnya hanya sekedar dimobilisasi. Setelah terbentuknya Sekber, dukungan masyarakat Yogyakarta yang beragam latar belakang tersebut dilihat sebagai salah satu faktor yang menguatkan aksi protes. Isu ketidakadilan memerankan peranan dalam jalinan koordinasi ini. Pemerintah pusat terkesan menjadi musuh bersama. Terutama, kebijakan- kebijakan pemerintah pusat yang terepresentasikan melalui keberadaan Presiden SBY dan Partai Demokrat. Menyadari potensi wacana ini, para aktivis Sekber berkomunikasi juga dengan pihak-pihak lain yang berdomisili di Riau, Kalimantan, Bali, dsb. Kemudian, wajah massa di Sekber menjadi terlihat berwarna.

2. Memancing Media dengan Aksi Simbolik