Kontrak Politik OTORITAS BERTINGKAT

Inggrispada masa Gubernur Rafles, Hindia Belanda Kerajaan Nederland, Angkatan Darat XVI Kekaisaran Jepang, keberadaan kerajaan-kerajaan ini tetap menjadi vasal. Pemerintah Hindia Belanda, menempatkan kerajaan-kerajaan pecahan Mataram ini pada daerah yang disesuaikan dengan sistem pemerintahan kolonial di Jawa. Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran dimasukan dalam sebuah karesidenan, yaitu Karesidenan Surakarta. Sedangkan Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman berada di wilayah Karesidenan Yogyakarta. 26 Kedua karesidenan ini disebut Voorstenlanden yang artinya wilayah raja-raja. Dalam prakteknya, Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman tetap mempunyai struktur-struktur pemerintahan. Bersama dengan apparatus pemerintahan Hindia Belanda kedua kerajaan ini mengelola daerah karesidenan Yogyakarta.

3. Kontrak Politik

Kontrak Politik ialah kesepakatan yang dibuat oleh pemerintah kolonial kepada pihak kerajaan untuk menundukkannya sekaligus menetapkannya sebagai vasal. Sebuah kontrak politik ditandatangani bersama oleh seorang calon sultan dengan Gubernur Jendral VOC. Sejak penandatangan kontrak tersebut, putra 26Dalam masa pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, Kadipaten Pakualaman meleburkan kedaulatannya dalam Kasultanan Yogyakarta. Sebagai sebuah vasal yang tunduk pada Kesultanan Yogyakarta, Kadipaten Pakualaman mempunyai dua pilihan yaitu, memilih berdaulat penuh, atau mengikuti kebijakan kerajaan induk. Konflik di kerajaan tetangga juga terjadi dengan ketidaksepahaman antara Kasunanan Surakarta dengan Kadipaten Mangkunegaran. Kadipaten Pakualaman justru meleburkan kekuasaannya kedalam Kasultanan Yogyakarta. PA VIII menyatakan bahwa integrasi Pakualaman ke dalam Kasultanan menjadi satu wilayah, tidak pernah disesalinya walaupun pernah ada yang menyatakan kritik atas keputusannya tersebut. mahkota tersebut mendapatkan hak untuk mengelola kerajaan dan diangkat menjadi raja walaupun secara resmi, kedaulatan dipegang oleh pemerintah kolonial. Singkatnya, Kontrak Politik adalah instrumen penundukan kepada sebuah negara dengan menjadikannya vasal. Sebagai sebuah kesepakatan, kontrak politik tidak menunjukkan hubungan kesetaraan. Kesepakatan ini lebih menunjukkan pola hubungan antara pemegang kuasa atasan dengan pemegang kuasa bawahan. 27 Maka terlihat bahwa hubungan kerajaan-kerajaan di Jawa adalah daerah taklukan kolonial. Oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, kontrak politik disusun berdasarkan jangka waktu tertentu yang disebut kontrak panjang korte verklaring dan kontrak panjang disebut lange contracten. Daerah-daerah yang mendapatkan kontrak panjang ini mempunyai struktur pemerintahan sendiri walaupun tetap dalam kontrol pemerintah kolonial. Sedangkan, vasal yang menyepakati kontrak pendek, kekuasaannya lebih terbatas. Dibalik kontrak ini tersimpan agenda tersembunyi, yaitu pengurangan wewenang raja secara perlahan. Akibatnya, sampai pada permulaan abad ke-20, hanya tersisa dua kerajaan yang mendapatkan kontrak panjang yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Kedua kerajaan ini ditempatkan dalam dua sistem pemerintahan bernama karesidenan yang diperintah oleh residen kolonial. Dengan demikian kerajaan-kerajaan yang menandatangani kontrak panjang bisa disebut ‘separuh 27Moedjanto 1994 dalam Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman menegaskan bahwa Kontrak Politik ini bukanlah perjanjian antar negara merdeka. Maka menjadi jelas bahwa kontrak politik ini adalah kesepakatan antara negarakerajaan pemenang dan negarakerajaan yang kalah. dijajah’. Keempat kerajaan yang menempati daerah vorstenlanden ini menempati wilayah sebesar 7 di Jawa. 28 Pangeran Dorojatun Bendoro Raden Mas Dorojatun sempat tidak menyepakati butir-butir yang tertera dalam kontrak tersebut sehingga membuat Yogyakarta mengalami kekosongan tahta selama beberapa bulan sepeninggal Sultan HB VIII. Akhirnya, kontrak tersebut ditandatangani oleh sang putra mahkota menjadi Sultan HB IX pada tahun 1940. Kontrak Politik tahun 1940 ini menjadi Kontrak Politik terakhir antara Kasultanan dengan pemerintah kolonial. Yogyakarta, sejak masa kolonial, dari HB I sampai HB IX terikat dengan kontrak politik. Kontrak ini mengandung substansi bahwa adanya pengakuan kedaulatan Kasultanan Yogyakarta oleh Belanda. Secara resmi, kedaulatan Kasultanan Yogyakarta berada dibawah ‘kekaisaran’ Belanda melalui pemerintah Hindia Belanda. Kerajaan-kerajaan eks-Mataram, seperti Yogyakarta disebut sebagai pengelola ‘titipan’ kedaulatan negara yang dipegang oleh Kerajaan Belanda. Kontrak politik pada hakikatnya cukup signifikan dalam kehidupan legal- politis di Yogyakarta. Bahkan, awal berdirinya kerajaan Yogyakarta juga didahului sebuah kontrak politik. Jika kontrak politik disebut sebagai bentuk legitimasi. Muatannya jelas; kerajaan-kerajaan ini tidak bisa dikatakan berdaulat penuh. Kekuasaan tertinggi tetap berada pada kekuasaan yang menaunginya. 28Ungkapan “dijajah tidak langsung” tertulis dalam tulisan Mohammad Roem dalam Atmakusumah ed.. Takhta untuk Rakyat: Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX. edisi revisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kedaulatan ditentukan dalam kontrak politik. Melalui kontrak politik ini, sultan diakui legitimasinya sebagai raja yang memerintah atas wilayahnya. Mekanisme pengelolaan pemerintahan dalam negara vasal disusun oleh pemerintah kolonial dengan memberikan hak pada penguasa setempat dengan penyertaan pejabat kolonial. Kerajaan mendapatkan intervensi dengan menempatkan seorang Patih yang diangkat oleh pemerintah kolonial. Seorang Patih Pepatih Dalem, yang dalam bahasa Belanda disebut Rijks-Bestuurder mempunyai kesetiaan ganda, untuk Raja dan Gubernur Jendral pemerintah kolonial. 29 Pemerintah kolonial melihat posisi ini cukup strategis sehingga merekayasa dengan kontrak politik untuk kepentingan mereka. Pembagian otoritas dalam pemerintahan monarki bisa memunculkan masalah yang rentan konflik internal. Raja sebagai kepala negara bisa berkonflik dengan Patih yang mengelola pemerintahan. Di Kasultanan Yogyakarta, pemilihan seorang Patih harus mendapatkan restu dari pemerintah kolonial. Persoalan ini pernah menimbulkan konflik antara Sultan dengan Patih yang ditunjuk oleh pemerintah kolonial. Dengan tujuan untuk mengurangi campur tangan Belanda, Sultan HB IX tidak lagi mengangkat patih baru setelah patih sebelumnya meninggal. 29Sebenarnya jabatan Patih sudah ada sebelum masa kolonial. Jabatan seorang patih setara dengan Perdana Menteri di negara-negara yang masih mempertahankan bentuk monarki seperti Inggris.

B. RAJA DI DALAM REPUBLIK