Penciptaan Musuh Bersama SIASAT PERLAWANAN GERAKAN

dalam diskusi-diskusi baik diskusi formal maupun diskusi informal. Dalam diskusi ini masing-masing membicarakan dan mengetahui kisah-kisah historis seputar Yogyakarta pada masa tahun 1940’an. Para aktivis gerakan pro penetapan yang tergabung di dalam Sekber tidak terikat dalam keanggotaan yang mengikat sehingga mereka juga banyak ‘tersebar’ dalam diskusi-diskusi tentang keistimewaan Yogyakarta. Dalam aktivitas-aktivitas diskusi ini pula reproduksi narasi historis tentang yogyakarta dilakukan. Tiba-tiba masyarakat menjadikan tema sejarah masuk sebagai tema yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Tiba-tiba banyak orang belajar sejarah tanpa adanya guru sejarah yang mengajarkan sejarah di ruang kelas. Pembelajaran sejarah ini berlangsung dari mulut ke mulut. Materi-materi yang disampaikan ternyata tidak mereka temui dalam ranah-ranah formal. Interaksi antar personal saat membicarakan tentang Yogyakarta menjadi kelas bersama yang cukup interaktif.

4. Penciptaan Musuh Bersama

“Mereka itu musuh kami, antek-antek liberal”68 Dalam perbincangan wacana tentang keistimewaan Yogyakarta, sikap yang muncul tentu beragam, pro dan kontra. Bagi para pengikut kelompok pro- penetapan, pihak-pihak yang tidak menyetujui konsep keistimewaan Yogyakarta sebagai penetapan adalah ‘musuh bersama’ yang harus mereka lawan. 68Demang, wawancara.2011 ‘Liberal’ adalah sebuah label yang mereka sebut bagi pihak-pihak yang dianggap bersebrangan dengan kelompok pro-penetapan. Cap liberal ini tercipta karena bagi mereka liberalisme adalah sebuah paham barat yang sudah merasuki pola pikir negara Indonesia. Dengan logika pikir liberalisme, konsep keistimewaan Yogyakarta tentu tidak bisa diterima. Di dalam negara liberal, harus ada penyeragaman antar daerah. Dalam polemik ini siapa saja yang dianggap ‘liberal’? Pemerintah pusat adalah ‘antek liberal’69 yang pertama diserang oleh kelompok pro-penetapan. Pemerintah pusat dalam hal ini dianggap telah mengalami amnesia sejarah. Pemerintah sudah terlalu banyak dipengaruhi ide-ide asing dalam hal ini ideologi barat yang berpengaruh dalam kebijakan-kebijakan soal penyelenggaraan negara. Padahal menurut para penggerak pro penetapan, negara Indonesia lahir tidak dengan nafas liberalisme. Liberalisme telah dianggap merasuki kerangka berpikir yang kemudian menciptakan paradigma sesat soal demokrasi. Nilai-nilai demokrasi ditafsirkan dengan penyelenggaraan suksesi pemerintahan secara prosedural. Singkatnya, dalam perspektif liberal, nilai-nilai demokratis ditafsirkan dengan pelaksanaan Pemilukada. Jika negara pemerintah pusat dianggap telah terpengaruh paham liberalisme, orang-orang dan lembaga tertentu dianggap sebagai ‘antek-antek liberalis’. Orang-orang atau lembaga ini memang secara implisit maupun eksplisit menyatakan ‘kontra’ dengan pemahaman keistimewaan Yogyakarta ala kelompok pro-penetapan. 69Istilah ‘antek liberal’ ini muncul di dalam pernyataan Demang saat menyebut pihak- pihak yang dianggap menjadi batu penghalang dalam gagasan penetapan. Jurusan Ilmu Pemerintahan JIP UGM mendapatkan cap ini selanjutnya. Latar belakang permasalahan bermula tahun 2004 ketika banyak yang mempertanyakan tentang landasan konstitusional keistimewaan yogyakarta. Lalu muncullah RUU keistimewaan yogyakarta dengan berbagai versi. Yang dijadikan rujukan oleh pemerintah yaitu RUU keistimewaan versi JIP. Di dalam versi tersebut, posisi Sultan PA tidak duduk sebagai Gubernur tetapi diposisikan sebagai lembaga parardhya yang secara struktur berada di atas gubernur dan wakil gubernur. George Junus Aditjondro adalah seorang peneliti yang sedang tertarik pada isu keistimewaan yogyakarta pada sisi status hukum Sultan Ground SG dan Paku Alam Ground PAG. Pada saat acara seminar tentang status hukum sultan ground dan pa ground, dia mengeluarkan statement yang membuat kelompok pro penetapan tersinggung. Walaupun ungkapan ini diakui oleh George sendiri hanya bernada candaan, statement-nya menjadi bola panas. Kecaman terhadap pernyataan Aditjondro berlanjut ke penyegelan rumah kontrakannya di Deresan, Catur Tunggal, Sleman. Sekelompok massa menamakan Forum Masyarakat Yogyakarta FMY. Forum ini dibentuk atas inisiatif beberapa aktivis Sekber saat berkumpul di kantor penerbit Galang Press di Baciro. Beberapa orang membentuk sebuah kelompok dengan menunjuk Demang koordinatornya. Forum ini mengumpulkan massa dan ‘mengeksekusi’ rumah Aditjondro diikuti sejumlah wartawan media massa. Pamflet-pamflet bernada usiran ditempelkan di tembok dan pintu rumah. Aksi semacam ini pernah juga dilakukan kepada beberapa tokoh yang dianggap sebagai ‘batu penghalang’ disahkannya aturan pemerintah tentang penetapan. Boediono, wakil presiden RI, Ickasul Amal, mantan rektor UGM dan Hanafi Rais yang mencalonkan diri sebagai walikota Kodya Yogyakarta. Konflik dengan Hanafi Rais bermula dari sentimen tertentu terhadap ayah Hanafi, Amien Rais. Menurut penuturan beberapa aktivis Sekber, Amien Rais pernah mengutarakan bahwa dia akan ‘membabat habis’ feodalisme. Ungkapan ini diartikan sebagai rasa ketidaksukaannya pada eksistensi Kraton di Yogyakarta. Beberapa aktivis juga menuturkan, terkait dengan wacana keistimewaan Yogyakarta, Amien Rais menyatakan dukungannya. Tapi hal ini diragukan karena pada saat yang sama, anaknya, Hanafi Rais sedang mencalonkan diri dalam pemilukada kota Yogyakarta. Tema keistimewaan Yogyakarta adalah vote getter dalam arena pemilukada kota yogyakarta. Dari ketiga calon, semuanya menggunakan tema ini untuk menarik dukungan masyarakat. Pada saat yang bersamaan, tema ini memang sedang populer, jadi sangat wajar para kandidat ini menggunakan tema ini sebagai bagian dari strategi menarik massa. Kenyataan di lapangan berbicara lain, Hanafi Rais tidak mendapatkan dukungan dari kelompok pro penetapan. Sentimen terhadap Amien Rais menjadi penyebab dari sikap kontra mereka terhadapnya. Peristiwa puncak terjadi saat kelompok Sekber menggelar aksi di Gedung Agung, Istana Presiden. Pada saat yang bersamaan kelompok Hanafi Rais juga menggelar aksi di tempat yang sama. Esoknya, salah satu media cetak menulis berita yang mengesankan Hanafi Rais bergabung bersama kelompok-kelompok pro-penetapan untuk mendukung keistimewaan Yogyakarta. Berita ini disambut dengan respon negatif oleh kelompok-kelompok pro-penetapan. Selang beberapa hari, mereka melakukan klarifikasi terhadap media yang bersangkutan dan menyatakan bahwa Hanafi Rais bukan bagian dari mereka. Menurut penuturan Demang, Sentimen para aktivis pro penetapan bermula saat Amien Rais pernah mengungkapkan akan membabat habis feodalisme di Jawa. Pernyataanya ditafsirkan sebagai ketidaksukaan Amien Rais pada keberadaan Kraton di Yogyakarta. Cerita tentang Amien Rais beredar luas di kalangan aktivis. Salah satu cerita lainnya yaitu, saat Amien Rais mencoba mengumpulkan massa di perempatan kantor pos besar pada bulan Mei 1998, bersamaan dengan Pisowanan Ageng. Sayangnya, massa hanya melewati kantor pos besar untuk meramaikan perhelatan massa Pisowanan Ageng di Alun-alun Utara, yang akan menampilkan Sultan HB X sebagai orator. Momen ini ditafsirkan oleh para aktivis pro penetapan sebagai titik awal kebencian Amien Rais terhadap Kraton. Versi selanjutnya, seperti yang diungkapkan oleh para aktivis tersebut, Hanafi mencoba mengulangi strategi ayahnya untuk membonceng popularitas Sultan di Yogyakarta. Kejadian ini terlihat saat Hanafi juga melakukan aksi bersamaan dengan Sekber. Othering, menjadi bagian dari artikulasi gerakan keistimewaan. Tidak seperti othering di daerah lain dalam bentuk ‘putra daerah’ tidak muncul di sini. Meliyankan juga dilakukan kepada siapa saja yang mempunyai gagasan anti- penetapan walaupun mereka bukan pihak yang mempunyai hubungan secara langsung. Tak terkecuali, meliyankan juga terjadi dalam perpecahan keluarga besar istana. Kerabat Puro Pakualaman semenjak meninggalnya PA VIII mengalami perpecahan internal. Adanya perbedaan pendapat tentang siapa yang berhak naik tahta. Salah seorang pangeran yang menyatakan klaim atas haknya ikut memainkan wacana dalam wacana Keistimewaan Yogyakarta. Kelompok Sekber melakukan respons dengan melakukan aksi-aksi untuk menentang kelompok arus lawan di dalam internal Puro Pakualaman. Sekber menganggap bahwa aksi-aksi kelompok ini ditunggangi oleh pemerintah pusat yang ingin melemahkan aspirasi masyarakat tentang penetapan. Kelompok arus samping Pakualaman ini juga dinilai sebagai kelompok oportunis yang memanfaatkan situasi dalam wacana keistimewaan Yogyakarta. Hasto dan Julius mengungkapkan, kelompok massa yang mendukung Paku Alam versi lain ini adalah kelompok bayaran. Kepentingan mereka ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu yang ingin menghalangi disahkannya penetapan gubernur dan wakil gubernur. Di Yogyakarta, para pendukung keistimewaan bukan hanya orang-orang asli putra daerah Yogyakarta. Pengidentifikasian diri para pendukung keistimewaan bukan berdasarkan batas-batas primordialisme tetapi pada batas- batas sikap pro dan kontra.

BAB IV RELASI KUASA

Kuasa itu menyebar dan saling terhubung di dalam dalam setiap relasi sosial. Menjabarkan relasi kuasa, yaitu menengarai kejadian dan pihak yang saling terhubung oleh kekuasaan dalam konteks wacana tertentu. Dengan kata lain, dalam analisis kuasa, menjabarkan ‘bagaimana’ lebih penting daripada menemukan ‘apa’. Jika bahasan sebelumnya Bab II dan Bab III berperan sebagai pemaparan, pada bagian bagian ini, fokus beralih ke penguraian konstelasi antar subyek yang sedang melakukan kontestasi dan lingkup wacana yang membentuknya. Tujuan dari penelusuran ini yaitu memberikan kerangka pandang yang luas tentang bagaimana berlangsungnya mekanisme kuasa. Tujuan ini bisa dicapai dengan memproblematisasikan kembali hal-hal yang seakan-akan sudah menjadi kebenaran umum. Pembahasan dalam Bab ini dipecah dalam beberapa sub bab, yang masing masing mencoba menjelaskan uraian ranah-ranah hubungan kuasa yang terjadi dalam problematika Keistimewaan Yogyakarta. Pertama, Negara dan Kedaulatan adalah penelusuran mengenai genealogi kedaulatan monarki di Yogyakarta. Bahasan ini sekaligus menjelaskan hubungan-hubungan kuasa yang terjadi antar pihak yang disebut negara pada masa pra kolonial sampai dengan paska kolonial dengan menampilkan pergeseran tertentu yang mempengaruhinya sampai saat ini. Kedua, Pemerintah dan Rakyat adalah penjabaran mengenai hubungan- hubungan kuasa yang terjadi antar pihak yang berseteru. Penjabaran ini sekaligus