A. GELOMBANG BARU PRO PENETAPAN
Memasuki tahun 2011, Keistimewaan Yogyakarta menjadi isu yang sangat semarak. Semakin banyak kelompok masyarakat yang terbentuk untuk
mendukung penetapan dan menyebut diri mereka Pro Penetapan. Selain itu, jejaring komunikasi antar kelompok mulai mengarah ke koordinasi untuk
membentuk sebuah lembaga. Fokus dalam pemaparan ini yaitu keberadaan Sekretariat Bersama
Sekber Keistimewaan. Pemilihan Sekber sebagai fokus penulisan karena terbentuknya kelompok ini yang menjadi penanda periode lanjutan dari
gelombang Gerakan Keistimewaan. Sejak menguatnya Sekber pada tahun 2011, kelompok ini mendominasi aksi-aksi protes yang terekam oleh media.
Menonjolnya Sekber, menempatkannya sebagai garda depan masyarakat pendukung penetapan. Aksi-aksinya selalu nampak dalam media sehingga
terkesan menjadi representasi tunggal dari wajah Gerakan Keistimewaan.
1. Konsolidasi antar Pihak
Pada tahun 2010, beberapa orang pendukung penetapan berkumpul dan menggagas sebuah organisasi untuk mewadahi semua kelompok Pro Penetapan.
Hasto Widihasto Wasanaputra mengungkapkan, “Karena itulah Sekber dibentuk pada bulan Januari 2010, sebagai ruang komunikasi. Tidak ada subordinasi
disini. Siapa yang mau bergabung, kami akan mengundangnya”. Terbentuklah Sekber yang menjadi kelompok baru yang tidak berbadan hukum, tanpa struktur
yang mencerminkan organisasi resmi, melainkan lebih pantas disebut sebagai forum.
Para aktivis di dalamnya dengan sengaja tidak ingin membentuk sebuah kelompok dengan legalitas tertentu. “Sekber itu bukan organisasi. Sekber ini
ruang komunikasi. Pengertian ruang komunikasi ya, jejaring sosial,” ungkap Hasto. Maka, secara formal, tidak ada Anggaran DasarAnggaran Rumah Tangga
ADART seperti layaknya sebuah organisasi atau lembaga resmi. Juga tidak ada struktur seperti pengurus organisasi. Pada prakteknya, hanya ada satu pemimpin
yang kadang disebut koordinator atau ketua. Kelompok ini pernah disebut sebagai Sekber Gamawan, akronim dari
Sekretariat Bersama Gerakan keistimewaan. Istilah ini terkesan menyindir. Saat itu, perhatian publik sedang tertuju pada Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri
Mendagri yang tidak menyetujui penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Namun, forum ini kemudian lebih populer di media dengan sebutan Sekber
Keistimewaan. Kantor penerbit Galang Press menjadi ‘kantor’ dari Sekber ini. Julius
Felicianus Tualaka, pemiliknya, juga ikut bergabung dengan Sekber. Maka dipakailah kantor penerbitan ini sebagai tempat koordinasi. Di kantor Galang
Press ini, para aktivis gerakan mengadakan rapat-rapat penting yang terkait dengan perancangan aksi.
Sekber, sebagai sebuah lembaga tidak mempunyai struktur organisasi yang lengkap seperti organisasi resmi pada umumnya. Saat Sekber dibentuk, hanya satu
posisi yang terlihat yaitu koordinator yang dipegang oleh Hasto. Tidak ada kepengurusan yang terstruktur, yang ada adalah kepanitiaan yang selalu berganti.
Walaupun memungkinkan banyak pihak untuk bergabung, tidak semua kelompok pro-penetapan bergabung dengan Sekber. Ismaya yang sebelumnya
sangat populer justru tidak bergabung. Dengan agak enggan mengungkapkan tentang tidak bergabungnya Ismaya, Hasto mengutarakan; “Kita memang tidak
ingin mensubordinasi kelompok-kelompok yang bergabung dengan kita”.54 Secara tidak langsung dia menyatakan bahwa ada ketidaksepahaman antar
mereka. “Tapi Ismaya sebetulnya ikut andil dalam membidani lahirnya Sekber”, ungkap Hasto, mencoba memberikan sisi positif dari ketidaksepahaman ini.55
Kelompok perangkat desa bahkan pernah bersinggungan dengan kelompok Sekber. Dalam suatu penyelenggaraan acara, kelompok perangkat desa tidak ikut
serta. Ketua Paguyuban Dukuh Pandu, Sukiman, mengatakan bahwa salah satu acara yang diselenggarakan oleh Sekber tidak melibatkan kelompok perangkat
desa. Namun, dalam aksi besar yang melibatkan pengerahan massa semua kelompok bekerjasama. Ismaya, bersama dengan kelompok-kelompok lain pernah
bergabung dalam mobilisasi ribuan massa yang memadati halaman gedung DPRD Yogyakarta untuk mendukung penetapan. Demikian juga Pandu, kelompok ini
pernah tercatat sebagai salah satu elemen pada sebuah acara yang dikoordininasikan oleh Hasto. Sekber tidak bersebrangan pendapat sepenuhnya
dengan kelompok perangkat Desa. Ada beragam kelompok yang terbentuk dari orang-orang yang berlatar belakang profesi sebagai perangkat Desa, semisal
Apdesi Asosiasi perangkat desa seluruh Indonesia, Parade Paguyuban aparat Desa, dan Pandu Paguyuban Dukuh. Kelompok-kelompok ini pernah
54Wawancara dengan Widihasto, 14 Desember 2011 55ibid
melakukan kerjasama dengan para Sekber terutama saat momen protes yang membutuhkan mobilisasi massa besar-besaran.
Pada perkembangannya, masyarakat pedesaan ini bukanlah satu-satunya wajah dalam gerakan pro-penetapan. Kelompok-kelompok pro-penetapan
mempunyai keragaman dengan perbedaan karakteristik yang melatar belakanginya. Fenomena terbentuknya Sekber menunjukkan kelompok-kelompok
masyarakat yang plural dalam gerakan pro-penetapan menunjukkan eksistensinya dengan membentuk koalisi baru.
Walaupun Sekber adalah kelompok yang baru terbentuk, mereka menangkal anggapan bahwa mereka adalah orang-orang baru dalam Gerakan
Keistimewaan Yogyakarta. “Secara kelembagaan, Sekber memang baru, tapi yang terlibat di dalamnya orang-orang lama.” Pernyataan Hasto ini sekaligus
ingin menunjukkan bahwa gelombang gerakan Keistimewaan yang diyakni muncul pada tahun 1998 tidak hanya digerakkan oleh Ismaya yang
merepresentasikan para kepala desa dan masyarakat pedesaan. Hasto sendiri pada tahun 1998 telibat dalam mengorganisir event besar yang kemudian disebut
Pisowanan Ageng. Hasto berpendapat bahwa pada momen Pisowanan Ageng itulah gerakan keistimewaan dimulai. Alasannya, pada momen tersebut semua
elemen masyarakat di Yogyakarta secara spontan, tanpa terorganisir berkumpul di Alun-alun. Hal ini tidak mungkin terjadi jika Kraton tidak mempunyai kharisma
yang cukup besar di mata masyarakat. Maka, mengingat sebagian besar para aktivis di Sekber sudah mewacanakan bentuk-bentuk keistimewaan dengan
mendukung kraton atau dua pribadi raja di Yogyakarta, bisa disebut bahwa Sekber adalah pergantian kulit dari orang-orang yang sama.
Pendapat Hasto tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa dia dan rekan-rekannya di Sekber sudah terlibat lama dalam perjuangan keistimewaan
Yogyakarta. Maka, peristiwa Pisowanan Ageng pada bulan Mei 1998 yang dipilih sebagai momentum awal dimulainya perjuangan. Dengan kata lain, pada saat
itulah Gerakan Keistimewaan Yogyakarta terlahir. Sangat bisa dimengerti mengapa kelompok Sekber menjadikan peristiwa Pisowanan Ageng Mei 1998 ini
sebagai titik tolak kelahiran Gerakan Keistimewaan Yogyakarta. Beberapa aktivis Sekber termasuk Hasto ikut merencanakan dan mengorganisir pelaksanaan acara
ini. Acara ini sebenarnya disebut sebagai Gerakan Rakyat Mataram, tapi oleh media massa dipopulerkan dengan tajuk Pisowanan Ageng.56 Untuk selanjutnya,
orang-orang yang terlibat dalam penyelenggaraan acara ini tetap terlibat dalam aksi-aksi dalam konteks isu keistimewaan. Dengan lebih spesifik, mereka
menyatakan dukungan terhadap penetapan.
57
Logo Sekber Keistimewaan sumber: http:www.twitter.com 56Keterlibatan Hasto dalam pengorganisasian acara ini dituliskan dalam catatan
pribadinya di jejaring sosial. Hasto menuliskan dalam catatan pribadinya bahwa keterlibatannya dalam event Gerakan Rakyat Mataram Pisowanan Ageng mulai dari perencanaan acara bersama
dengan beberapa orang yang terdiri dari kerabat kraton dan para seniman. Lihat; Wasana Putra, Widihasto. 27 Februari 2009. Tribute to Mas Sapto Raharjo.
http:www.facebook.comnoteswidihasto-wasana-putratribute-to-mas-sapto- raharjo55066942660
57Di sisi lain, Hasto pada tahun 2003, ikut mengkritik penerbitan buku Pisowanan Ageng: Sebuah Percakapan. Buku ini mendapat kritikan karena penulisan gejolak massa pada
bulan Mei 1998 cenderung mengagungkan peran Sultan HB X, tetapi peran kelompok-kelompok mahasiswa cenderung dinafikan. Lihat: http:www.suaramerdeka.comharian031014dar16.htm
Walaupun Hasto tidak secara spesifik mengatakan pihak mana atau siapa yang menyebut bahwa Sekber adalah kelompok pejuang baru dalam perjuangan
keistimewaan, penulis membandingkan isu ini dengan pernyataan langsung Mulyadi, Ketua Ismaya dalam sebuah wawancara 2009, yang menyatakan
bahwa perjuangan Gerakan Keistimewaan Yogyakarta dimulai dari terbentuknya Ismaya pada tahun 1998. Saat penulis melakukan wawancara dengan Widihasto
pada tahun 2011, Hasto menyatakan bahwa pada tahun 2009 dia bersama rekan- rekannya sudah terlibat dalam perjuangan Keistimewaan Yogyakarta. Seperti
yang diungkapkannya; “Jadi pada tahun 98 itu kami bersama-sama lah.” Sekber dibentuk untuk mewadahi pihak-pihak pendukung penetapan yang
beragam, termasuk mereka yang tidak mempunyai basis organisasi. Jadi, Sekber lebih bisa disebut sebagai sebuah forum yang menghimpun beragam orang yang
mempunyai kesamaan pendapat tentang keistimewaan Yogyakarta yaitu penetapan gubernur dan wakil gubernur. Pihak-pihak yang bergabung dengan
Sekber baik secara pribadi maupun kelompok, disebut sebagai elemen. Ungkapan ‘elemen’ ini adanya kesetaraan antar pihak tersebut.58 Hasto enggan
menyebutkan siapa saja yang tergabung dalam elemen-elemen ini, tapi Julius mengungkapkan pada bulan Desember 2011, sudah ada 72 elemen yang tergabung
di dalam Sekber. Cara awal membuat konsolidasi ini dilakukan dengan pengamatan awal
bahwa tema keistimewaan Yogyakarta cukup diminati publik. Hasto mengidentifikasi bahwa tema keistimewaan Yogyakarta adalah tema kedua
58Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, elemen diartikan sebagai “zat yang menjadi bagian dari komposisi materi utama”, “zat atau bilangan yang memiliki atom yang sama”.
setelah tema reformasi yang bisa menyatukan beragam pihak. Maka, akan dengan mudah mengumpulkan orang-orang dari beragam latar belakang untuk berkumpul.
“Strategi kami multisektoral,” ungkap Hasto, saat mengistilahkan strategi gerakan yang dilakukan di Sekber. ‘Multisektoral’ ini menjadi kata kunci untuk
memahami bagaimana aksi-aksi kelompok penetapan dalam menyampaikan aspirasinya dengan variatif. Gaya ‘multisektoral’ menjadi ciri baru yang
diartikulasikan oleh Sekber sebagai gelombang baru gerakan keistimewaan. Mobilisasi massa secara besar-besaran tidak lagi menjadi bagian dari
strategi gerakan. “Kalau kita bisa melawan dengan 10 orang, kenapa harus mengerahkan 1000 orang?,” ungkap Hasto. Ungkapan Hasto ini memang
mengkritik strategi gerakan yang hanya menggunakan pengerahan massa. Mobilisasi dinilainya tidak efektif dan memboroskan energi. “Lain halnya dengan
Ismaya. Mereka bisanya pressure massa. Namanya juga perangkat desa. Strateginya juga sektoral. Lha wong perangkat kok,” ungkapnya.
‘Multisektoral’ adalah istilah untuk menjelaskan bagaimana sebuah gerakan menciptakan strategi dan melakukan aksi. Dengan strategi ini, Sekber
merencanakan aksi-aksi sebagai bentuk penyampaian aspirasi dengan bentuk- bentuk yang beragam. Maka terbentuklah peristiwa-peristiwa yang nampaknya
berbeda tapi berkaitan satu sama lain. Penghubung antar peristiwa ini yakni Wacana Keistimewaan Yogyakarta. Secara sederhana, multisektoral ala Sekber
yaitu mengartikulasikan tema dengan berbagai cara. Maka tema ini akan semakin luas dimengerti oleh publik.
Masih mengritik kelompok perangkat desa, Hasto mengungkapkan bahwa mereka bukanlah kelompok yang mampu mengembangkan aktivitas gerakan
secara lebih kreatif. Dengan membandingkan dengan Sekber, Hasto menambahkan bahwa dirinya adalah orang yang terbentuk dengan latar belakang
Students Movement, terlebih lagi saat mengakui keterlibatannya dalam pergerakan mahasiswa pada tahun 1998. “Saya kan tahu teorinya,” imbuhnya saat
membicarakan tentang mengelola sebuah gerakan. Hasto tidak merinci teori gerakan sosial apa yang diaplikasikannya dalam
Sekber. Namun, nampak jelas bahwa adanya aplikasi pengetahuan dalam aktivitas-aktivitas gerakan sosial. Berkembangnya gerakan keistimewaan sampai
pada fase terbentuk dan berkembangnya Sekber sudah merambah ke ranah-ranah lain diluar mobilisasi massa. Hal ini dimungkinkan karena adanya basis
pengetahuan yang cukup kuat untuk mengorganisir sebuah gerakan. Mengorganisir gerakan bukan sekedar menggunakan mobilisasi massa.
Penyampaian aksi protes sebagaimana dilakukan oleh sekber lebih mengedepankan aksi-aksi simbolik. Dengan aksi simbolik ini, memungkinkan
untuk merangkum banyak orang dalam berbagai kepentingan atau memiliki kepedulian atau kepentingan yang sama.
Sekber Keistimewaan saat pelaksanaan salah satu aksi simboliknya Sumber:http:detik.com
Ada pemahaman bersama bahwa pemerintah pusat adalah penjajah baru. Keberadaan pemerintah pusat saat ini melalui Presiden SBY, Kabinet Indonesia
Bersatu, dan Partai Demokrat adalah representasi penjajah. Keberadaan mereka sama saja dengan pemerintah kolonial pada masa Hindia Belanda. Hasto sempat
mengkoordinasikan sebuah acara penyobekan bendera Belanda melalui jejaring sosial Facebook. Salah seorang rekannya mengkritik bahwa penyobekan bendera
Belanda sudah tidak relevan. Pada saat pelaksanaan acara, adegan penyobekan bendera tidak jadi dilaksanakan.
2. Aktor-aktor gerakan