Pengertian Belajar Teori Belajar Konstruktivisme

13

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini akan membahas tentang landasan teori yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu 1 Kajian Pustaka, 2 kerangka berpikir, dan 3 pertanyaan penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian ini memiliki beberapa teori yang dijadikan landasan guna mendukung penelitian ini. Berikut ini akan dijabarkan 1 teori Yang mendukung, 2 kurikulum 2013, 3 pendekatan tematik, 4 pendekatan saintifik, 5 pembagian materi, 6perangkat pembelajaran, 7 pendidikan karakter, 8 permainan, 9 hasil penelitian relevan.

2.1.1 Teori yang Mendukung

Teori yang mendukung memaparkan tentnag belajar, teori belajar konstruktivisme, kurikulum, perkembangan kurikulum di indonesia, kurikulum 2013, pendekatan saintifik, pendekatan tematik terpadu, pembagian materi, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, bahan ajar, lembar kerja siswa dan permainan anak. Berikut ini akan dijabarkan landasan-landasan teori yang peneliti pakai dalam penelitian ini.

2.1.1.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan salah satu proses yang dijalani secara terus menerus dan bersifat keseluruhan. Sependapat dengan itu Suyono dan Hariyanto 2011 menyatakan bahwa belajar adalah sesuatu yang tidak pernah berakhir. Siregar dan Nara 2011 mengunkapkan bahwa belajar merupakan sebuah porses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Belajar dapat diartikan juga sebagai suatu perubahan. Witherington dalam Siregar dan Nara, 2011 menyatakan bahwa belajar merupakan suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian. Pernyataan para ahli di atas dapat peneliti simpulkan bahwa belajar merupakan sebuah proses untuk merubah diri sendiri menjadi sesuatu yang lebih baik, perubahan yang terjadi dapat berupa kepribadian, kebiasaan, sikap dan kecakapan dalam menerima reaksi atau pola yang baru.

2.1.1.2 Teori Belajar Konstruktivisme

Perubahan kurikulum dalam pendidikan yaitu dari pradigma mengajar menjadi paradigma belajar yang mengisyaratkan adanya kemauan menjadi yang lebih baik. Baik dari kalangan praktisi pendidikan maupun akademisi yang diimplementasikan dalam perubahan proses dalam pembelajaran di sekolah dari yang sebelumnya berorientasiberpusat pada guru dalam mengajar menjadi berorientasiberpusat kepada siswa untuk belajar. Teori belajar yang berpusat pada siswa adalah teori belajar konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan. Jasumayanti 2013 berpendapat bahwa konstruktivisme adalah suatu cara atau strategi seorang guru yang bertugas sebagai fasilitator dan membimbing siswa menggali ilmu pengetahuan sendiri, serta membina konsep ilmu pengetahuan yang didapatkan melalui pengalaman- pengalaman belajar. Vygotsky dan Jean Piaget merupakan tokoh yang mengajarkan tentang teori konstruktivisme. Utomo 2006 Piaget dan Vygotsky adalah dua ahli psikologi yang sekaligus dua orang konstruktivis, Vygotsky yang memiliki latar belakang hidup masyarakat sosialis lebih cenderung menekankan pentingnya konstruksi sosial, sementara Piaget yang seorang biologis. lebih cenderung menekankan pentingnya konstruksi personal. Terdapat perbedaan pandangan antara Vygotsky dan Jean Piaget dalam konstruktivisme, Vygotsky lebih mengembangkan teori zona perkembangan zone of development sedangkan Jean Piaget mengembangkan teori Skemata schemata Suyono dan Hariyanto, 2011. Berikut pemaparan pandangan kosntruktivisme menurut Vygotsky dan Jean Piaget. Lev Senimionovich Vygotsky adalah seorang ahli psikologi Rusia dalam memandang perkembangan kognitif anak. Utomo, 2006 Vygotsky memandang perkembangn kgonitif melalui dua ide utama yaitu: pertama perkembangan intelektual dapat dipahami bila hanya ditinjau dari konteks pengalaman historis dan budaya anak. Kedua, perkembangan anak bergantung pada sistem-sistem isyarat dimana ia tumbuh. Vygotsky yakin bahwa tujuan akan tercapai jika anak belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan dekat mereka. Vygotsky juga berpendapat bahwa ada beberapa kunci untuk memlihara pemikiran kognisi. Menurut Vygotsky dalam Suyono dan Hariyanto, 2011 ada beberapa kunci pemeliharaan kognisi antara lain. pertama kebudayaan, kebudayaan menciptakan dua macam konstribusi terhadap perkembangan intelektual anak. Kebudayaan, anak mendapatkan sebagian besar kandungan hasil pemikirannya dan kebudayaan disekelilingnya menyediakan proses-proses atau memberikan makna terhadap hasil pemikirannya. Vygotsky menyebutnya sebagai perangkat-perangkat yang diperlukan bagi adaptasi intelektual. Kedua adalah perkembangan kognitif, perkembangan kognitif yang dihasilkan dari sebuah proses dialektika dimana seorang siswa belajar melalui pengalaman, pemecahan masalah akan dipakainya untuk saling berbagi dengan prang lain, biasanya dengan orang tua atau guru akan tetapi terkadang dengan teman sebayanya. Bahasa merupakan salah satu media yang digunakan oleh siswa untuk beristeraksi dengan teman sebayanya karena bahasa merupakan bentuk primer dari interaksi. Vygotsky dalam Suyono dan Harianto 2011 juga berpendapat bahwa anak- anak memiliki bahasanya sendiri yang digunakannya sebagai perangkat primer bagi adaptasi inteletualnya. Internalisasi mengacu pada proses pembelajaran, dengan demikian dalam melakukan internalisasi terhadap kebudayaan yang kaya akan pengetahuan. Ada perbedaan antara yang dapat dilakukan anak dengan bantuan guru atau orang tua. Vygotsky menyebutnya Zone of Proximal Development ZPD. Pemecahan masalah oleh anak umunya dimediasi oleh bantuan orang dewasa adalah keliru, cara tersebut tidak mampu mengungkap proses-proses dengan cara mana siswa memperoleh keterampilan-keterampilan baru. Interaksi siswa dengan kebudayaan-kebudayaan di sekelilingnya, seperti orang tua, teman sebaya, dapat memberikan perkembangan secara signifikan terhadap perkembangan intelektual anak. Pandangan konstruktivisme menurut Vygotsky bahwa tujuan akan tercapai jika pendidikan yang diberikan sesuai dengan perkembangan anak, atau daerah kemampuan anak tersebut, dengan memulai dari lingkungan sendiri dan pengalaman yang bermakna serta tugas-tugas yang sesuai dengan kemampuannya, maka anak akan mampu mengerjakan dan tujuan guru akan tercapai dengan baik melalui dua aspek yaitu pengalaman dan keseuaian dengan perkembangan anak. Piaget Slavin,2000 dalam Utomo, 2006 memandang bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu yang mendorongnya untuk berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial. Kewajiban guru adalah mendorong anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya dan guru harus memberikan stimulasi kepada siswa. Piaget Hapsari, 2010 menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam fikiran Hapsari,2010. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru Siregar dan Nara, 2011. Piaget Suyono dan Hariyanto, 2011 berpendapat bahwa struktur kognitif anak akan berkembang sesuai dengan perkembangan usianya. Paparan ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Jean Piaget memandang pendidikan bahwa anak harus mendapatkan rangsangan terlebih dahulu agar siswa mampu berinteraksi baik dengan lingkungan baik fisik maupun sosial dan untuk memberikan rangsangan atau stimulus tersebut, seorang guru harus mampu menanamkan sifat pada dirinya sendiri bahwa pengetahuan yang diperoleh anak terjadi melalui proses asimilasi dan akomodasi. Proses tersebut sangat diperlukan karena proses perkembangan kognitif anak akan berkembang sesuai dengan perkembangan usia anak itu sendiri.

2.1.2 Prestasi Belajar