Telaah Hasil Penelitian Terdahulu

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian ini sedikit banyak didasari oleh beberapa penelitian terdahulu. Penelitian yang mendukung terhadap daya saing untuk komoditas tembakau aseli terhadap komoditi perkebunan, antara lain adalah: 1. Menurut Saptana, et al., 2009, dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Komoditi Tembakau Rakyat Di Klaten Jawa Tengah”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1 Usahatani komoditi tembakau asepan dan tembakau rajangan menunjukkan bahwa komoditi tembakau memiliki keunggulan komparatif yang ditunjukkan oleh nilai DRCR = 0,42 untuk usahatani tembakau asepan pada desa contoh irigasi teknis; untuk usahatani tembakau yang sama pada desa contoh irigasi setengah teknis diperoleh koefisien DRCR = 0,45; dan untuk usahatani tembakau rajangan pada desa contoh irigasi sederhana diperoleh nilai DRCR = 0,65; 2 Hasil analisis untuk komoditi tembakau asepan di desa contoh irigasi teknis dan semi teknis masing-masing diperoleh nilai PCR 0,62 dan 0,67, sedangkan untuk tembakau rajangan di desa contoh irigasi sederhana diperoleh nilai PCR sebesar 0,55. Hal tersebut menunjukkan bahwa komoditi tembakau mempunyai keunggulan kompetitif; 3 Kebijakan insentif dan struktur proteksi diukur melalui transfer output, transfer input, transfer faktor dan transfer bersih. a Proteksi input menunjukkan nilai NPCI 1 yaitu 1,00-1,06 untuk Urea; 1,02-1,03 untuk TSP; 1,16 untuk KCL, serta 1,01-1,10 untuk ZA. Hal ini memberikan gambaran bahwa petani mengalami disinsentif dalam mengusahakan usahatani tembakau yang ditunjukkan oleh nilai koefisien yang berkisar antara 1,05-1,07; b Proteksi output menunjukkan nilai NPCO untuk tembakau asepan adalah 0,74. Sementara untuk tembakau rajangan diperoleh nilai NPCO sebesar 1,17; c Proteksi efektif menunjukkan nilai EPC 1 hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya perlidungan atau proteksi pemerintah terhadap produsen atau petani tembakau Besarnya nilai PC di lokasi penelitian diperoleh positif 1. Artinya petani dirugikan karena petani memperoleh keuntungan jauh lebih rendah dari seharusnya; Dan Subsidy Ratio to Producer SRP. Untuk komoditi tembakau asepan diperoleh nilai koefisien SRP negatif, yaitu -0,28, sedangkan untuk tembakau rajangan bernilai positif, yaitu 0,15. Artinya secara umum kebijaksanaan pemerintah atau distorsi pasar yang ada memberikan dampak yang merugikan bagi petani tembakau asepan dan menguntungkan bagi tembakau rajangan. 2. Menurut Saptana, et al., 2009, dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Keunggulan Komparatif Dan Kompetitif Komoditas Kentang Dan Kubis Di Wonosobo Jawa Tengah”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1 Secara umum dapat disimpulkan bahwa usahatani komoditas kentang dan kubis dilokasi penelitian Wonosobo mempunyai keunggulan secara komparatif dan kompetitif. Ini dapat dilihat dari nilai koefisien DRC 1 dan PCR 1. Hasil analisis untuk komoditas kentang di Kabupaten Wonosobo diperoleh nilai DRC antara 0,239-0,306, sementara untuk komoditas kubis diperoleh nilai DRC antara 0,660-0,662. Hasil analisis untuk komoditas kentang di Kabupaten Wonosobo diperoleh nilai PCR antara 0,413-0,468, sementara untuk komoditas kubis diperoleh nilai PCR antara 0,854-0,875; 2 Analisis dampak divergensi dan kebijakan pemerintah di bidang input. Hasil analisis transfer input untuk komoditas kentang baik pada MH maupun MK memberikan nilai IT yang negatif, sedangkan untuk komoditas kubis, memberikan nilai IT yang positif. Demikian pula nilai koefisien NPCI diperoleh nilai 1 untuk komoditas kentang, yaitu 0.884 untuk MH dan 0.898 untuk MK. Sementara itu utuk komoditas kubis diperoleh nilai koefisien NPCI 1, yaitu 1.258 untuk MH dan 1.236 untuk MK. Dampak divergensi dan kebijakan di bidang output. Hasil analisis menunjukkan untuk komoditas kentang dan kubis di lokasi penelitian Wonosobo, baik pada MH maupun MK diperoleh nilai OT yang negatif. Demikian pula dengan nilai NPCO untuk kedua komoditas tersebut 1. Hasil analisis pada kedua komoditas tersebut, menunjukkan bahwa petani menerima harga output yang lebih rendah dari harga yang seharusnya. Artinya petani mengalami disinsentif dalam memproduksi kentang dan kubis. Dampak divergensi dan kebijakan input- output. Hasil analisis transfer bersih NT untuk komoditas kentang dan kubis di Kabupaten Wonosobo diperoleh nilai NT negatif. Artinya terdapat kebijakan pemerintah atau distorsi pasar pada input tradable input dan domestic factor dan output secara keseluruhan yang merugikan petani kentang dan kubis. Besarnya nilai koefisien EPC untuk komoditas kentang dan kubis diperoleh nilai koefisien EPC 1, yang menunjukkan tidak adanya perlidungan terhadap produsen atau petani kentang dan kubis. Besarnya nilai koefisien PC di lokasi penelitian diperoleh koefisien PC positif, untuk kubis positif mendekati angka 0, dan untuk komoditas kentang diperoleh nilai koefisien PC yang negatif. Besarnya nilai koefisien SRP untuk komoditas kentang dan kubis diperoleh negatif. Artinya secara umum kebijakan pemerintah atau distorsi pasar yang ada memberikan dampak yang merugikan bagi petani kentang dan kubis. 3. Menurut Rachman, et al., 2009, dengan penelitiannya yang berjudul “Ekonomi Kelembagaan Sistem Usahatani Padi Di Indonesia”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1 Usahatani padi domestik masih memiliki daya saing, sebagaimana tercermin dari koefisien DRCR kisaran 0,81-0,97 dan PCR kisaran 0,78-0,83 untuk wilayah Jawa, sementara untuk luar Jawa antara 0,63-0,93 dan 0,60-0,71. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa, di Jawa maupun di luar Jawa yang secara tradisional merupakan daerah sentra produksi padi masih mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif; 2 Analisis dekomposisi input produksi menunjukkan bahwa pada MH harga Urea, SP-36 dan ZA yang dibayar petani lebih mahal dari harga sosialnya dengan tingkat proteksi nominal negatif masing-masing 4, 15, dan 21. Sedangkan untuk MK petani cenderung membeli harga Urea, SP-36 dan ZA lebih murah masing-masing 15, 3 dan 2 dari harga sosialnya; 3 Secara umum petani menikmati proteksi harga output dari pemerintah, sebagaimana tercermin dari nilai koefisien proteksi nominal terhadap output NPCO yang lebih besar dari satu, dengan kisaran 1,06-1,28; 4 Secara keseluruhan, petani memperoleh proteksi efektif EPC dari pemerintah dengan kisaran 1,07-1,32. Dalam penelitian terdahulu mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan sekarang dengan Persamaan tersebut adalah komoditas yang diteliti yaitu tembakau aseli Rajangan, metode analisis yang diterapakan yaitu Policy Analisis Matrix PAM dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Sedangkan perbedaanya dengan penelitian terdahulu dan sekarang adalah pada obyek yang diteliti yaitu meliputi dua lokasi dan karakteristik lahan yang berbeda dengan satu komoditas tembakau aseli.

2.2. Budidaya Usahatani Tembakau Aseli