Analisis Rasio TINJAUAN PUSTAKA

Tetapi, perhitungan keuntungan sosial baru bisa dilakukan bila nilai faktor domestik sosial G, yang juga merupakan sebuah hasil penelitian telah diketahui. Kedua, output transfer dan input tradable transfer. Diperoleh dengan menerapkan identitas divergensi harga privat dikurangi harga sosial. Output transfer, mengukur implisit pajak atau subsidi atas output, sama dengan pendapatan privat A dikurangi pendapatan sosial E. Juga transfer input tradable J mengukur implisit pajak atau subsidi atas input tradable, sama dengan biaya input tradable privat B dikurangi biaya input tradable sosial F. Ketiga, harga sosial faktor domestik dan net transfer. Harga sosial faktor domestik diperoleh dengan mengurangi harga faktor domestik privat C dengan divergensi, menyebabkan timbulnya transfer masing-masing faktor domestik. Selanjutnya, net transfer atau transfer bersih, dihitung dengan identitas keuntungan. Net transfer dapat diartikan sebagai dampak bersih dari seluruh divergensi. Atau, selisih antara keuntungan privat dengan keuntungan sosial. Hasil ini menunjukkan kebijakan distorsif dan kegagalan pasar secara implisit mensubsidi sistem usahatani mentransfer sumberdaya ke dalam sistem atau membebani dengan pajak.

2.6. Analisis Rasio

1. Efisiensi Finansial Keunggulan Kompetitif dan Efisiensi Ekonomi Keunggulan Komparatif a. Rasio Biaya Privat Private Cost Ratio: PCR dimana : A = penerimaan privat B = biaya privat untuk input tradable C = biaya privat untuk faktor domestik Yaitu indikator profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan sistem usahatani tembakau aseli untuk membayar biaya sumberdaya domestik dan tetap kompetitif. Sistem usahatani bersifat kompetitif jika PCR 1. Semakin kecil nilai PCR berarti semakin kompetitif. b. Rasio Biaya Sumberdaya Domestik Domestic Resource Cost Ratio: DRCR dimana : E = penerimaan sosial F = biaya sosial untuk input tradable G = biaya sosial untuk faktor domestik Yaitu indikator keunggulan komparatif, yang menunjukkan jumlah sumberdaya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu unit devisa. Sistem usahatani memiliki keunggulan komparatif jika DRCR 1. Semakin kecil nilai DRCR berarti sistem usahatani semakin efisien dan mempunyai keunggulan komparatif makin tinggi. Menurut Michael E. Porter pada bukunya yang terkenal, The Competitive Advantage of Nation, 1990, mengemukakan tentang tidak adanya korelasi langsung antara dua faktor produksi sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang murah yang dimiliki suatu negara, yang dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing dalam perdagangan internasional. Banyak negara di dunia yang jumlah tenaga kerjanya sangat besar yang proporsional dengan luas negerinya, tetapi terbelakang dalam daya saing perdagangan internasional. Begitu juga dengan tingkat upah yang relatif murah daripada negara lain, justru berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi bekerja keras dan berprestasi. Negara Meksiko, Bangladesh, Pakistan, dan India, termasuk Indonesia misalnya, merupakan negara yang jumlah tenaga kerjanya besar dan tingkat upahnya murah, tetapi tidak dapat dijadikan keunggulan kompetitif tersendiri apabila dibandingkan dengan Jepang, Jerman, Swedia, dan Swiss. Hasil akhir Porter menyebutkan bahwa peran pemerintah sangat mendukung dalam peningkatan daya saing selain faktor produksi yang tersedia. Porter dan Halwani Hendra, 2003 mengungkapkan bahwa ada empat atribut utama yang menentukan mengapa industri tertentu dalam suatu negara dapat mencapai sukses internasional. Adapun keempat atribut tersebut meliputi berikut ini. 1. Keadaan faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja terampil atau prasarana. 2. Keadaan permintaan dan tuntutan mutu di dalam negeri untuk hasil industri tertentu. 3. Eksistensi industri terkait dan pendukung yang kompetitif secara internasional. 4. Strategi perusahaan itu sendiri dan struktur serta sistem persaingan antarperusahaan. Industri suatu negara yang sukses dalam skala internasional pada umumnya didukung oleh kondisi faktor produksi yang baik, permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri yang tinggi, industri hulu atau hilir yang maju dan persaingan domestik yang ketat. Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh satu atau dua atribut saja biasanya tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut tersebut saling berinteraksi positif dalam negara yang sukses dalam meningkatkan daya saing. Di samping kesempatan, peran pemerintah juga merupakan variabel tambahan yang cukup signifikan. Kesempatan di luar kendali perusahaan merupakan peluang suatu negara yang dapat bersaing dan menggeser negara lain. Selain itu, pemerintah juga memainkan peran sentral dalam pembentukan keunggulan kompetitif. Kebijakan seperti antitrust, regulasi, deregulasi, atau kondisi konsumen juga sangat menentukan persaingan ini. Selanjutnya, Porter mencoba menghubungkan teorinya dengan tahapan per- kembangan perekonomian suatu negara. Pada awalnya, keunggulan kompetitif mungkin sangat didukung oleh kondisi atribut lain atau kesempatan dan peran pemerintah, di mana tingkat kompetisi suatu negara ditopang secara ketat oleh dominasi investasi dan inovasi. Akan tetapi, tidak semua negara harus melewati ketiga tahapan tersebut secara berurutan. Porter juga menempatkan teorinya dalam kontrak aktual dari beberapa negara industri baru dan negara berkembang. Pada suatu negara telah mencapai tahap dominasi maka investasi akan terjerat konsumerisme yang akhirnya kembali ke tahap yang paling rendah. Tidak semua industri yang sukses dalam negara tertentu didukung oleh teori tersebut. Pasar Tunggal Eropa, Masyarakat Ekonomi Eropa MEE, North American Free Trade NAFTA, Asean Free Trade Area AFTA, dan Asia Pasific Economic Cooperation APEC telah merangsang perusahan-perusahaan antarnegara untuk melakukan merger dan membentuk aliansi corporation. Perkembangan ini jelas bertentangan dengan tujuan dari teori Porter. Merger dan aliansi tersebut akan mengurangi persaingan dan menciptakan perusahaan raksasa politik yang sangat kuat. Keunggulan kompetitif internasional hanya melalui kerja keras. Seperti yang telah diungkapkan di atas, keunggulan kompetitif, selain diciptakan oleh empat atribut utama, juga ada hubungankorelasi yang cukup signifikan dengan variabel pemerintah dalam menciptakan competitive advantage of nation. Porter juga membahas prinsip fundamental dan sisi praktis tentang strategi survival perkembangan semua jenis perusahaan. Strategi tersebut membuat pilihan cara perusahaan mengambil posisi dalam lingkungan kompetisinya, yang meliputi persoalan sebagai berikut. 1. Seperti apa struktur industri kita dan seperti apa kemungkinan perkembangannya pada masa depan? 2. Bagaimana posisi relatif perusahaan kita dalam industri tempatnya berada? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada lima kekuatan kompetisi yang harus menjadi bahan pertimbangan. 1. Karakter persaingan di antara pesaing yang terlibat. Kompetisi dapat bersifat sopan dan wajar, tetapi dapat juga bersifat tidak sehat dan saling membunuh. Jika kompetisi yang dihadapi bersifat menyerang posisi kita, besar kemungkinan industri kurang menarik dan kurang menguntungkan. Sebaliknya, jika persaingan bersifat memfokus pada citra dan pelayanan maka kita mempunyai peluang untuk maju. 2. Ancaman yang muncul dari masuknya persaingan baru jika perusahaan lain dengan mudah masuk dalam industri. Sehingga memperbesar kapasitas industrinya dan menurunkan harga, laba yang kita nikmati akan terancam. 3. Kemungkinan ancaman dari produk atau jasa pengganti. Jika pelanggan kita punya banyak pilihan untuk memuaskan kebutuhannya terhadap produk dan jasa yang kita hasilkan maka profitabilitas kita terancam. 4. Bargaining position para pemasok. Jika kita dapat berpindah dari satu pemasok ke pemasok lainnya dengan mudah maka kita mempunyai daya ungkit leverage. Jika kita amat bergantung hanya pada satu atau dua pemasok bahan mentah atau bahan baku khas, kemungkinan besar kita akan selalu harus membayar harga yang mereka minta. 5. Bargaining position konsumen. Jika konsumen jauh lebih kuat daripada kita, mereka mungkin akan menekan habis harga produk atau jasa kita, memaksa kita menawarkan berbagai pelayanan gratis atau membuat kita harus menanggung ongkos pergudangan yang tinggi.

2.7. Hubungan antara Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif