Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mengatakan bahwa pendidikan nasional adalah usaha secara sadar atau terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memperoleh kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan baik untuk diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara Badan Satuan Nasional Pendidikan [BSNP]: 2006. Usaha secara sadar dan terencana tersebut bertujuan agar peserta didik memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kebiasaan, kecerdasan, dan ketrampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara BSNP: 2006. Oleh karena itu, proses dalam pengembangan potensi saat belajar sangat berpengaruh pada prestasi siswa. Sekolah akan membantu siswa untuk mengembangkan moral, emosi, budaya, kerjasama, dan keterampilan fisiknya yang dapat ia gunakan untuk kelangsungan hidup individu maupun di masyarakat selanjutnya BSNP: 2007. Dalam jenjang pendidikan sekolah dasar SD, proses pendidikan akan sangat berpengaruh pada kelanjutan berkembangnya pengetahuan siswa ke jenjang yang lebih tinggi. Sediono dalam Gora dan Sunarto, 2010: 12 mengungkapkan bahwa PAKEM Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan 1 Menyenangkan dalam proses pembelajaran dimaksudkan bahwa guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan pendapat. Sekolah dapat mewujudkan proses belajar secara benar hanya jika melakukan proses Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, dang Menyenangkan PAKEM Gora dan Sunarto, 2010: 17. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dapat membuat siswa terlibat dan berproses langsung dalam pembelajaran secara aktif, efektif, efisien dan menyenangkan. Profesionalisme seorang guru bukanlah pada kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan, melainkan pada kemampuannya untuk melaksanakan pembelajaran yang menarik dan bermakna bagi siswanya Sugiyanto, 2010:1. Oleh karena itu guru perlu mengembangkan perencanaan untuk proses belajar yang dapat mengaktifkan siswa. Dengan siswa yang aktif dalam suatu pembelajaran maka akan berpengaruh pada pemaknaan proses pembelajaran yang diharapkan dapat berpengaruh lebih baik pada prestasi belajarnya. Berdasarkan dua kali observasi pada tanggal 4 dan 11 Oktober 2012 yang dilakukan di kelas IV SD Negeri Plaosan 1 pada mata pelajaran IPA, terlihat bahwa guru kelas IV menggunakan metode ceramah selama pelajaran IPA berlangsung. Siswa yang terlihat bertanya kepada guru dan atau teman tentang materi pembelajaran IPA pada saat proses pembelajaran ada 6 orang siswa dari keseluruhan 18 siswa 33,33. Siswa yang terlihat mengemukakan pendapat pada saat proses pembelajaran ada 5 orang siswa dari keseluruhan 18 siswa 27,78. Kemudian siswa yang terlihat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dalam proses pembelajaran IPA ada 6 orang siswa dari keseluruhan 18 siswa 33,33. Guru kelas IV SD Negeri Plaosan 1 memberikan informasi bahwa beliau dalam pelaksanaan pembelajaran IPA sebagian besar menggunakan metode ceramah dan tidak pernah menggunakan media untuk menunjang pembelajaran. Beliau mengungkapkan bahwa lebih dari 50 siswa kurang aktif di dalam kelas saat pembelajaran berlangsung. Di kelas IV terdapat siswa yang pandai dengan nilai tinggi, tetapi ada juga siswa yang mendapat nilai rendah dan terpaut jauh dari siswa yang mendapat nilai tinggi tersebut. Siswa jarang terlibat dalam diskusi kelompok karena guru lebih sering menggunakan metode ceramah dan penugasan individu setelah materi pelajaran disampaikan. Dokumentasi data diperoleh dari guru kelas IV yang memberikan informasi bahwa KKM mata pelajaran IPA tahun ajaran 20102011, 20112012 dan 20122013 adalah sama, yaitu 60. Hal ini berarti siswa dikatakan tuntas jika telah mencapai nilai 60 atau lebih. Berdasarkan data yang diperoleh dari guru kelas IV diketahui bahwa pada tahun pelajaran 20102011 siswa sudah mencapai KKM atau lebih pada mata pelajaran IPA ada 19 dari 24 siswa, dengan persentase 79,17 dan rata-rata nilai IPA adalah 65,54. Pada tahun 20112012 siswa yang sudah mencapai KKM atau lebih ada 9 dari 21 siswa, dengan persentase 42,86 dan rata-rata nilai IPA adalah 57,8. Berdasarkan hasil ulangan tengah semester pada mata pelajaran IPA kelas IV semester ganjil pada tahun 20122013, siswa yang sudah lulus KKM atau lebih ada 13 siswa dari 18, dengan persentase 72,22 dan rata-rata nilai IPA adalah 66,2. Maka, rata-rata untuk keseluruhan nilai yang sudah mencapai KKM atau lebih adalah 64,75 dan rata-rata nilai IPA adalah 63,18. Hasil observasi, informasi dari guru dan dokumentasi data yang diperoleh telah memberi gambaran tentang kondisi siswa kelas IV SD Negeri Plaosan 1. Dari semua data yang diperoleh tersebut dapat dikatakan bahwa siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran yang akan berpengaruh pada prestasi belajar IPA. Hal tersebut dapat dilihat dari presentase siswa yang bertanya pada guru maupun diskusi yang berpresentase tidak mencapai separuh kelas. Proses belajar dalam hal ini berdampak pada hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Hakekat belajar itu sendiri adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh penguasaan kompetensi baru secara permanen, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya Gora dan Sunarto, 2010: 15. Uraian pendapat ahli tersebut bisa dikatakan bahwa dengan menggunakan pembelajaran yang menarik dan membuka interaksi antara individu dengan lingkungannya. Melalui interaksi secara langsung tersebut diharapkan siswa akan berproses lebih baik daripada sebatas menggunakan metode ceramah sehingga siswa akan menemukan makna dan penguasaan kompetensi baru secara permanen melalui pengalaman dan interaksi belajar siswa. Berdasarkan uraian masalah di atas, dapat dikatakan bahwa kelas tersebut membutuhkan pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan yang akan berpengaruh pada perolehan prestasi belajar siswa. Dengan menggunakan pembelajaran yang menarik dan bermakna diharapkan siswa akan berproses lebih baik daripada sebatas menggunakan metode ceramah. Dibutuhkan langkah-langkah dalam proses pembelajaran yang bisa dikatakan sebelumnya kurang menarik menjadi menarik, yang dirasakan sulit menjadi mudah, yang tadinya tidak berarti menjadi bermakna. Pembelajaran yang inovatif dapat merangsang aktifitas siswa di dalam maupun di luar kelas untuk berproses dengan lebih baik, sehingga siswa dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya dan bukan hanya sekedar duduk diam mendengarkan yang sering diilustrasikan sebagai gelas atau botol kosong yang di isi oleh gurunya. Rangkaian pembelajaran yang inovatif diharapkan dapat digunakan untuk membuat proses belajar siswa lebih aktif dan bermakna serta akan membuat siswa lebih memahami materi apa yang dipelajari. Model pembelajaran inovatif tersebut diantaranya adalah Kooperatif atau Cooperative Learning CL, yaitu pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan Sugiyanto, 2010: 37. Selain kooperatif, model kontekstual atau Contextual Teaching and Learning CTL juga merupakan salah satu model inovatif yang dapat digunakan untuk membuat siswa belajar dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya. Kontekstual yaitu konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa Sugiyanto, 2010: 5. Selain model Kontekstual, terdapat metode yang juga dapat digunakan untuk mendorong siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial maupun lingkungan alam disekitarnya, yaitu metode Inkuiri atau Inquiry. Inkuiri merupakan suatu rangkaian pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku Hanafiah Suhana, 2009: 77. Menurut Hanafiah dan Suhana 2009: 77 inkuiri dibagi menjadi 3 yang terdiri dari inkuiri terpimpin terbimbing yaitu pelaksanaan inkuiri atas petunjuk guru, inkuiri bebas yaitu peserta didik melakukan penelitian secara bebas sebagaimana seorang ilmuan, dan inkuiri bebas yang dimodifikasi yaitu masalah diajukan guru didasarkan pada teori yang sudah dipahami peserta didik. Berdasarkan fakta dan data yang telah diperoleh dari observasi, informasi guru, maupun dokumentasi data maka peneliti memutuskan untuk menggunakan metode inkuiri terbimbing yang diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran IPA di SD Negeri Plaosan 1. Metode Inkuiri terbimbing dipilih karena diharapkan metode ini dapat mendorong siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran IPA sebagai upaya untuk menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri dengan bimbingan guru. Pengalaman pada saat berinteraksi dengan lingkungan dan alam sekitar siswa diharapkan dapat membuat siswa aktif dan memperoleh hasil berupa penguasaan kompetensi yang permanen dan bermakna. Inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencapai dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan Sanjaya, 2006: 196. Sedangkan menurut Hanafiah dan Suhana 2009: 77 inkuiri terpimpin merupakan proses inkuiri yang dilakukan atas petunjuk dari guru. Inkuiri terbimbing dimulai dari pertanyaan inti, guru mengajukan berbagai pertanyaan yang melacak dengan tujuan untuk mengarahkan peserta didik ke titik kesimpulan yang diharapkan. Siswa melakukan percobaan untuk membuktikan pendapat yang dikemukakannya. Paparan pendapat ahli tersebut menunjukan bahwa metode inkuiri terbimbing dapat membuat siswa lebih terlibat dalam proses pembelajaran karena siswa memperoleh konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui pengalaman dan proses mentalnya sendiri melalui petunjuk dari guru. Terlibatnya siswa sebagai pemeran utama menjadikan siswa lebih aktif dan tertarik dalam menjalani proses pembelajaran dan bukan hanya duduk diam dan mendengarkan ceramah dari guru, khususnya pelajaran IPA. Inkuiri menempatkan siswa sebagai individu yang telah mempunyai pengetahuan awal yang nantinya akan mereka bangun sendiri selama berproses. Hasil belajar bukan hanya tergantung pada lingkungan belajar tapi juga pengalaman belajar, yaitu berbasis kontruktivis Driver and Bell, 1986. Inkuiri terbimbing diharapkan dapat merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran IPA, yang akan berpengaruh lebih baik pada prestasi siswa. Melalui metode inkuiri terbimbing siswa akan menjadi pemeran utama dalam pembelajaran sedangkan guru menjadi fasilitator dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran inkuiri akan muncul pengalaman- pengalaman belajar melalui langkah-langkah ilmiah yang terdiri dari merumuskan problemanya sendiri, merumuskan hipotesa, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, dan menarik kesimpulan Sanjaya, 2006. Terbentuknya pengalaman belajar tersebut akan membantu siswa untuk menemukan makna dalam pembelajaran, yang pada prosesnya nanti diharapkan akan berpengaruh pada keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan akan berdampak pada hasil belajar yang lebih baik. Hasil penelitian tentang inkuiri terbimbing telah dilakukan Yuli Widyaningsih 2010 yang membuktikan bahwa metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar di SD K Kintelan 1. Skripsi yang disusun oleh Wiyan Purbatin 2010 juga membuktikan bahwa metode inkuiri terbimbing efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA di SD Kanisius Kalasan. Selanjutnya penelitian Clara Prahestu 2011 berhasil menggunakan metode penemuan terbimbing untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam mata pelajaran IPA di SD Negeri Nyamplung. Sedangkan jurnal penelitian yang disusun oleh Retno Megawati, Suripto dan Kartika Chrysti Suryandari dari PGSD UNS membuktikan bahwa penerapan metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keaktifan belajar IPA di SDN 1 Kabekelan. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan metode inkuiri terbimbing dalam upaya meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Plaosan 1.

1.2 Batasan Masalah