3.8.2.5 Paket Wisata Tour Mangrove
Paket wisata tour mangrove merupakan paket wisata yang menawarkan pengalaman berkeliling dan menjelajahi hutan mangrove. Untuk mengelilingi
hutan mangrove pengunjung bisa menggunakan jalur trecking atau menggunakan perahu. Keduanya sama-sama menawarkan pengalaman yang berbeda dengan
harga yang sangat bersahabat. Bila menggunakan jalur trecking wisatawan akan berjalan di jembatan yang berada dibawah rimbunan mangrove yang sengaja
dibuat sehingga bisa mengetahui kondisi di dalam hutan mangrove tersebut.
3.8.2.6 Paket Wisata Kuliner
Paket wisata kuliner merupakan salah satu paket yang paling banyak dicari. Kuliner yang ditawarkan adalah kuliner hasil tangkapan nelayan serta
produk hasil olahan mangrove. Kuliner akan langsung diolah ditempat oleh kelompok ibu-ibu Muara Tanjung dan wisatawan bisa memilih sendiri produk
yang akan diolah. Biasanya kuliner yang paling banyak di pesan adalah cumi goreng, kepiting bakau saus tiram, kupang, udang dan menu laut lainnya.
3.8.2.7 Paket Wisata Adopsi Pohon
Paket jenis ini merupakan paket yang ditujukan untuk kegiatan konservasi. Dengan mengikuti paket adopsi pohon berarti pengunjung terlibat dalam
penanaman bibit mangrove. Adopsi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses penanaman hingga perawatan dimana pertumbuhan bibit
mangrove terus diperhatikan hingga dewasa. Adopsi pohon merupakan paket wisata yang mendukung langsung
program konservasi. Untuk paket ini, wisatawan hanya perlu membeli bibit yang
dan menanam dilahan yang telah disediakan. Hampir seluruh wisatawan datang dan ikut melakukan penanaman mangrove.
BAB IV PENGELOLAAN EKOWISATA MANGROVE BERBASIS
MASYARAKAT
4.1 Struktur Organisasi Pengelolaan Ekowisata
Pengelolaan ekowisata mangrove Kampoeng Nipah berada dibawah koperasi yang dibentuk oleh Kelompok Muara Baimbai. Secara struktural
Pengelolaan ini memiliki Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara serta Manajer yang dirinci sebagai berikut:
Susunan Pengurus Periode 2011 - 2016
Ketua I
: Sutrisno
Ketua II : Ahmad Yani
Ketua III
: Nurlia
Sekretaris : Zainal Abidin
Wakil Sekretaris
: Sulastri
Bendahara : Saniah
Wakil Bendahara
: Ahkmad Jais
Susunan Pengawas Periode 2011 – 2016
Ketua
: Sopian
Sekretaris : Sainik
Anggota
: Hermansyah : Irwansyahril
: Arwandani
Dalam kepengurusan kawasan ekowisata setidaknya kelompok Muara Baimbai memiliki tiga ketua yang diangkat untuk menjalankan ekowisata.
Pemilihan ketiga ketua didasarkan pada keadaan kelompok yang tidak setiap saat berada dilokasi ekowisata. Masing-masing anggota kelompok memiliki kesibukan
tersendiri. Diluar pengelolaan ekowisata mangrove mereka memiliki kewajiban lain yang tidak bisa ditinggalkan misalnya bekerja sehingga ketika ketua I tidak
berada dilokasi ekowisata maka ada ketua II atau ketua III yang siap menggantikan sementara. Selain adanya susunan kepengurusan, dalam
pengelolaan ekowisata juga terdapat susunan pengawas yang terdiri dari ketua, seketaris dan anggota. Keberadaan susunan pengawas adalah untuk mengawasi
berjalannya operasional ekowisata mangrove. Secara lebih spesifik kepengurusan pengelolaan ekowisata memiliki tujuan
tersendiri ketika dibentuk, antara lain: 1
Mengundang individu dan stakeholder lain yang dipandang memiliki komitmen dan keberpihakan yang sama terhadap hutan
mengrove sebagai kelompok independen. 2
Melakukan pertemuan bulanan anggota perkumpulan dan warga binaan untuk mengkoordinasikan dan mengimplementasikan
rencana kerja bulanan. Misalnya ketika akan menyambut tahun baru maka seluruh pengelola ekowisata akan rapat membahas
kegiatan yang akan dilakukan saat malam pergantian tahun. Melalui rapat bulanan tersebut maka dibentuklah kepanitian untuk
mengimplementasikan rencana yang telah dibuat sebelumnya.
3 Melakukan monitoring dan evaluasi bulanan bersama yang
melibatkan kelompok independen sebagai bagian dari mekanisme pengawasan dan pertanggungjawaban sosial.
4 Melakukan pembukuan keuangan yang transparan dan akuntabel
demi menjaga dan mengembangkan kepercayaan terhadap sesama anggota kelompok dan warga binaan. Selain itu, jika ketersedian
dana cukup, maka audit juga dilakukan dengan membayar jasa auditor keuangan independen. Jika hal-hal di atas dapat dijalankan
maka kelompok ini akan dapat memastikan tujuan yang telah dicanangkan akan berhasil. Selain itu, terpeliharanya hutan
mangrove dan mekanisme pengelolaan yang berkesinambungan akan menjadi ukuran keberhasilan yang utama.
Secara keseluruhan pengelolaan ekowisata ini melibatkan semua anggota kelompok yang terdiri dari 56 anggota dimana anggota pria berjumlah 38, anggota
wanita berjumlah 18 namun yang aktif hanya 50 anggota saja. Anggota yang terlibat dalam pengelolaan ekowisata umumnya adalah nelayan dan ibu rumah
tangga. Banyak diantara mereka bahkan merupakan pasangan suami istri yang sama-sama terlibat dalam pengelolaan ekowisata mangrove.
Dalam perkembangannya kelompok Muara Baimbai tetap membuka peluang untuk orang yang ingin bergabung khusunya nelayan setempat. Untuk
bergabung mereka hanya dikenakan Rp.200.000 sebagai simpanan pokok serta membayar iuran rutin sebesar Rp.10.000 tiap bulannya. Hal ini dilakukan untuk
menjaga agar kas kelompok tetap terisi.
4.2 Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekowisata
Ekowisata Mangrove di Desa Sei Nagalawan merupakan pengembangan ekowisata yang melibatkan masyarakat setempat secara aktif. Masyarakat yang
mengelola ekowisata tergabung dalam Kelompok Perempuan Muara Tanjung dan Kelompok Pria Kayu Bambai yang kemudian bersatu dibawah naungan
Kelompok Muara Baimbai. Pembagian kerja dilakukan dengan saling berkoordinasi. Kaum perempuan biasanya berfokus pada bagian kebersihan lokasi
ekowisata, kantin dan pengelolaan produk mangrove. Berbeda dengan kelompok perempuan, kelompok pria lebih aktif terlibat pada pekerjaan yang bersifat fisik
misalnya membangun fasilitas ekowisata, membangun jembatan, menangkap ikan serta pada bagian penjagaan tiket.
Partisipasi masyarakat setempat yang tergabung dalam kelompok pengelola ekowisata mangrove terus dilakukan mulai pada tahapan perencanaan,
implementasi, monitoring dan evaluasi program yang telah mereka lakukan. 1.
Pada tahap perencanaan masyarakat yang tergabung dalam kelompok pengelola diajak untuk mengidentifikasi masalah dan persoalan,
potensi pengembangan untuk membuat perencanaan. Tahap ini dilakukan dalam bentuk diskusi bersama misalnya ketika akan
melakukan penerimaan anggota baru, pembangunan fasilitas tambahan dan perencanaan lainnya. Dalam hal perencanan tentu diutamakan
anggota yang lebih senior dan sudah lama bergabung untuk memberikan masukan dan arahan namun tidak menutup untuk
menerima masukan dari anggota-anggota kelompok.
2. Pada tahap implementasi masyarakat diajak terlibat aktif dalam
pelaksanaan program yang telah dibuat dan ikut serta dalam pengelolaan ekowisata mangrove. Disini seluruh anggota diajak
bergotong royong setiap sabtu, selain itu juga ikut ambil bagian ketika kunjungan di lokasi ekowisata membludak. Mereka bekerja sama
saling membagi tugas. Ada yang menjaga tiket, pemotongan tiket, guide, kantin dan seluruh fasilitas wisata yang ada. Implementasi
program yang telah direncanakan dilakukan secara bersama-sama. 3.
Aspek monitoring dan evaluasi hal ini terlihat dari keterlibatan masyarakat terhadap pengawasan ekowisata. Biasanya pasca kegiatan
selalu ada evaluasi yang dilakukan tentang kinerja yang telah mereka lakukan. Selain itu secara aktif anggota kelompok mengecek kondisi
fasilitas, bibit magrove yang sudah ditanam dan mendiskusikannya kembali.
Hal inilah yang menjadi indikator terlibatnya masyarakat dalam pengelolaan ekowisata. Mereka membangun kawasan ekowisata secara bersama-
sama sehingga mereka juga terlibat dalam segala kegiatan baik dari perencanaan hingga pada tahap evaluasi. Mereka mengerjakan apa yang bisa dikerjakan secara
jujur secara bersama. Dalam perjalanannya semua anggota kelompok diajak untuk bersama-sama membangun ekowisata mangrove. Hal ini dikarenakan
kepemilikannya yang dimiliki secara bersama-sama sehingga tidak ada yang mendominasi dan didominasi. Ketua bertugas membimbing seluruh anggotanya
tanpa ada menggurui mereka. Apalagi ketika berbicara hal penting, maka ketua
akan mengajak seluruh anggota kelompok untuk hadir dan berdiskusi untuk mengambil keputusan. Anggota kelompok juga memiliki pemahaman yang baik
tentang keorganisasian. Mereka menjalankan pekerjaaan sesuai dengan apa yang telah disepakati secara bersama-sama.
Pembagian tugas biasa dilakukan dengan berdiskusi terlebih dahulu. Bila sedang ramai seperti di akhir pekan atau hari libur maka hampir sebagian anggota
kelompok terlibat dalam pengelolaan. Pembagian kerja dilakukan secara spesifik misalnya 2-3 orang bertugas untuk menjaga pintu masuk dan menjual tiket, 2
orang bertugas menjaga pemotongan tiket, 2 orang menjaga parkir, 5 orang menjaga kantin, 5 orang menjaga tempat penjualan oleh-oleh, 2 orang menjaga
toilet, 8 orang membuat oleh-oleh serta beberapa orang menjaga kawasan ekowisata.
4.3 Masyarakat Yang Terlibat Dalam Pengelolaan Ekowisata
Pengelolaan ekowisata mangrove Kampoeng Nipah melibatkan 50 lebih masyarakat setempat dalam operasionalnya. Bang Iyan merupakan satu dari
puluhan penduduk setempat yang terlibat dalam pengelolaan ekowisata mangrove Kampoeng Nipah. Bang Iyan lahir tahun 1970 di Kampoeng Nipah dan sampai
saat ini masih berdomisili di Sei Nagalawan. Seperti kebanyakan penduduk yang tinggal di pesisir Bang Iyan pernah bekerja sebagai nelayan. Namun karena terus
mendesaknya kebutuhan ekonomi maka beliau memutuskan untuk menjadi karyawan di PT. Aquafarm yang beroperasi di Sei Nagalawan.
Beliau mulai bergabung dengan Kelompok Muara Baimbai sejak tahun 2009 hingga saat ini. Beliau ikut menikmati bagaimana hidup matinya kelompok
yang kini sudah cukup dikenal dalam mengelola ekowisata mangrove Kampoeng Nipah. Beliau salah satu orang yang berjibaku untuk mendirikan kelompok ini
agar dapat terus berjalan dengan dukungan para nelayan setempat. Bekerja di PT. Aquafarm tidak membuat beliau lantas meninggalkan
kelompok. Setiap sabtu dan minggu ketika libur kerja beliau selalu menghabiskan waktu di lokasi ekowisata untuk mendukung dan memastikan ekowisata ini terus
berjalan. Kendati bergerak dengan sangat lambat beliau tetap yakin ekowisata mangrove ini mampu menjadi jaminan hari tua anggota-anggota kelompoknya.
Beliau berkata: “Disini kita memang ga dapat gaji seperti ditempat wisata
lainnya. Pendapatan dari pengelolaan ini dikumpul di kas dan setahun sekali baru dibuka terutama waktu mau lebaran,
alhamdulillah dapatnya lumayan banyak dan mendukung ekonomi. Selain itu kita disini juga punya simpan pinjam, jadi
kita bisa simpan uang tiap bulannya dan kalo lagi butuh uang tinggal pinjam”
Itulah penjelasan beliau mengapa ekowisata mangrove ini harus terus
dijalankan. Beliau bercerita bahwa masalah finansial merupakan masalah awal yang mereka hadapi dalam pengembangan ekowisata. Kendati demikian, sudah
banyak investor yang ingin menanamkan modal di ekowisata mangrove namun beliau dan seluruh anggta kelompok menolak.
“Udah banyak investor yang mau nanam modal disini tapi kita ga kasih. Kalo mereka nanam modal yang ada kita malah jadi
pekerja mereka kan” Kini beliau bersama anggota kelompok yang lain tetap berpegang teguh
pada komitmen awal untuk menjadikan ekowisata mangrove milik bersama.
Pengelolaan yang swadaya dan tidak memberatkan membuat Bang Iyan terus bergabung.
Selain Bang Iyan adapula Bang Isa yang sudah cukup lama bergabung untuk mengelola ekowisata mangrove. Beliu merupakan seorang nelayan yang
menggantungkan hidupnya berdasarkan hasil yang diperoleh dari tangkapannya. Sebagai nelayan tentu tidak bisa berharap hasil tangkapannya akan selalu banyak.
Kendati tidak mengeluarkan modal yang banyak untuk menangkap ikan namun ketidakpastian hasil tangkapan membuat beliau mulai berpikir untuk mulai
mencari pekerjaan tambahan.
Berkat pemahaman beliau yang mulai memandang ke depan tentang hari tua maka beliau memutuskan untuk bergabung dengan Kelompok Muara Baimbai.
Disini beliau mulai bisa menabung dan melakukan simpanan. Selain itu ikan hasil tangkapannya semakin bernilai ekonomis manakala dijual di lokasi ekowisata.
Bergabungnya Bang Isa bukan serta merta dilakukan ketika mangrove ini sudah menjelma menjadi kawasan ekowisata. Jauh ketika lahan mangrove masih
terhampar kosong beliau sudah bergabung dan ikut melakukan penanaman bersama anggoat kelompok.
Mengelola kawasan ekowisata mangrove tidak serta merta dilakukan hanya oleh kaum pria. Banyak kaum perempuan yang merupakan ibu rumah
tangga juga terlibat aktif, salah satunya adalah Ibu Saniah. Beliau merupakan salah satu perempuan yang sudah terlibat sejak awal penanaman mangrove oleh
Kelompok Muara Baimbai. Bersama dengan kaum perempuan yang lain beliau melakukan penanaman mangrove dengan kondisi alam yang panas dan lokasi
penanaman berlumpur yang dalamnya hampir sepinggang orang dewasa. Dengan sukarela beliau ikut melakukan penanaman ini dan sekarang beliau sudah
menikmati hasilnya. Memiliki 9 orang anak tidak serta merta membuat Ibu Saniah hanya
berdiam diri di rumah. Kini beliau disibukan dengan kegiatan kelompok dalam pengelolaan ekowisata. Beliau menjadi salah satu perempuan yang paham betul
tentang teknik pengolahan mangrove menjadi bahan makanan. Tidak semua anggota kelompok paham akan teknik ini. Oleh karena itu beliau sangat penting
dalam pengolahan mangrove menjadi produk makanan. Saat ini beliau menjabat sebagai Bendahara Koperasi Serba Usaha Muara
Baimbai. Bergabung sejak awal pembentukan hingga sekarang membuat beliau paham betul akan arti kelompok. Dari kelompok beliau belajar kebersamaan
untuk mencapai satu tujuan yang sama. Kini beliau dengan suami serta anaknya terlibat dalam pengelolaan ekowisata mangrove Kampoeng Nipah.
4.4 Oleh–Oleh Khas Mangrove
Mangrove tidak hanya dimanfaatkan untuk penyelamatan lingkungan semata. Dalam perkembangannya banyak produk khas yang berbahan dasar
mangrove dihasilkan oleh Kelompok Perempuan Muara Tanjung. Awalnya produk ini dibuat untuk meningkatkan pendapatan secara ekonomi namun karena
khas dan hanya diproduksi oleh Kelompok Perempuan Muara Tanjung kini produk tersebut menjadi oleh–oleh khas ekowisata mangrove Kampoeng Nipah.
Mangrove awalnya hanya digunakan untuk mencegah abrasi kini di modifikasi menjadi panganan yang memiliki nilai jual dan bernilai ekonomis.
Komodifikasi ini memanfaatkan bagian-bagian mangrove seperti daun dan buah untuk dapat dikonsumsi. Secara langsung komodifikasi mangrove berdampak
langsung pada perekononomian masyarakat setempat karena tingginya permintaan wisatawan dan masyarakat umum.
4.4.1 Dodol Mangrove