Pasang surut perjalanan sudah dihadapi oleh kelompok ini yang pada akhirnya memperkuat rasa kebersamaan mereka.
4.7.1 Anggota Kelompok Hilang di Laut
Mayoritas penduduk dusun III Sei Nagalawan merupakan nelayan yang mencari nafkah di laut. Laut sudah sangat dekat dengan keseharian mereka
dimana laut menjadi sumber pengharapan dan pendapatan untuk melanjutkan hidup. Tak terkecuali bagi kaum pria yang terlibat dalam pengelolaan ekowisata
mangrove yang sebagian besar merupakan nelayan. Nelayan setempat akan melaut jika cuaca dinilai cukup bagus yang
ditandai dengan keadaan ombak yang tidak terlalu tinggi. Biasanya mereka akan melaut pagi shubuh hari dan akan kembali ke pantai saat menjelang siang tepat
matahari diatas kepala. Melaut selalu dilakukan secara berkelompok, biasanya mereka akan berangkat bersama-sama saat menuju laut. Namun pada awal
Desember 2014 entah pertanda apa, salah satu dari anggota kelompok Muara Baimbai hilang saat mereka sedang menangkap ikan di laut.
Bang Isa menceritakan bahwa mereka bersama-sama berada ditengah laut kala itu. Jarak mereka satu sama lain hanya berkisar beberapa meter. Saat itu
mereka mulai melempar jaring namun saat melihat ke arah temannya ternyata sudah tidak ada diatas perahu. Bang Isa terkejut karena saat itu tidak ada ombak
tinggi dan tidak ada pula kegaduhan yang timbul. Akibat kejadian ini seluruh anggota kelompok dikerahkan untuk mencarinya namun tidak ditemukan. Mereka
sama sekali tidak menemukan jejaknya. Bahkan ketika tim SAR dikerahkan untuk mencari juga tidak ditemukan jasadnya.
Anggota kelompok Muara Baimbai akhirnya hanya bisa pasrah menghadapi keadaan seperti ini. Segala upaya telah dilakukan namun hasilnya
belum terlihat. Berdasarkan wawancara yang saya lakukan mereka sudah sering kehilangan anggota keluarganya ketika melaut sehingga banyak wanita yang
menjanda akibat suaminya hilang ketika melaut.
4.7.2 Pemblokiran Akses Masuk Kawasan Ekowisata
Meningkatnya jumlah kunjungan di kawasan ekowisata tidak serta merta membuat pengelolaan ekowisata berjalan dengan mulus. Hal ini menimbulkan
sifat iri dari beberapa masyarakat setempat yang tidak suka terhadap hadirnya ekowisata mangrove. Kasus ini bermula ketika wisatawan mulai banyak
berdatangan dan akan mengunjungi kawasan mangrove. Untuk masuk kedalam kawasan mangrove wisatawan harus melewati beberapa rumah penduduk.
Pemblokiran akses masuk sendiri terjadi tepat diperbatasan rumah penduduk dengan kawasan ekowisata. Berdasarkan cerita Bang Iyan, sebelum
ekowisata menjadi kawasan wisata, Bang Tris sudah membeli lahan dirumah pendudukyang berbatasan dengan kawasan ekowisata untuk dijadikan pintu
masuk dan tempat parkir, namun ketika mangrove sudah menjadi ekowisata pemilik tanah tersebut tidak mengakui telah menjual tanah tersebut. Alhasil akses
masuk kedalam kawasan ekowisata sempat terganggu akibat pemblokiran jalan masuk tersebut.
Tidak ingin mengecewakan wisatawan, maka Bang Tris dan anggota kelompoknya berinisiatif untuk membuat dermaga yang digunakan untuk
membawa wisatawan kedalam kawasan ekowisata tanpa melalui jalan yang
diblokir. Dermaga dibangun didekat muara sungai dan bisa membawa penumpang sekaligus berkeliling kawasan mangove. Namun pemblokiran tidak berlangsung
lama, setelah musyawarah bersama akhirnya akses jalan dibuka dengan syarat wisatawan harus memarkirkan kendaraannya di halaman rumah tersebut dan
pembayaran parkir tidak masuk dalam kas kelompok Muara Baimbai melainkan pemilik lahan tersebut.
4.7.3 Konflik dengan Sumatera Woman Foundation