Kemandirian Peranan Unit Sekolah Luar Biasa

25 keterampilan diserahkan pada sekolah yang bersangkutan. Adapun jenis jenis keterampilan secara umum yang diinstruksikan kurikulum KTSP meliputi: keterampilan pertanian, keterampilan peternakan, keterampilan tata boga, tata busana, pertamanan, perikanan, otomotif, keterampilan musik, keterampilan pertukangan, keterampilan perkantoran, dan keterampilan rekayasa. Dalam mengembangkan potensi atau bakat penyandang disabilitas, perlu dimulai dengan analisis kebutuhan, potensibakat, minat yang dimiliki oleh masing- masing individu. Secara umum penyandang disabilitas memiliki kemampuan yang bias dioptimalkan seperti kekuatan daya ingat, kehalusan perasaan, kemampuan dibidang seni, musik, olahraga, dan lain-lain. Suyono, 2013: 140

2.2.5. Kemandirian

Menumbuhkan kemandirian pada individu sejak usia dini sangatlah penting karena dengan memiliki kemandirian sejak dini, anak akan terbiasa mengerjakan kebutuhannya sendiri. Menurut Yusuf 2002 secara naluriah, anak mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi dependent ketergantungan ke posisi independent bersikap mandiri. Anak yang mandiri akan bertindak dengan penuh rasa percaya diri dan tidak selalu mengandalkan bantuan orang dewasa dalam bertindak. Kemandirian diartikan sebagai suatu sikap yang ditandai dengan adanya kepercayaan diri dan terlepas dari kebergantungan Chaplin, 1995, selanjutnya Benson dan Grove 2000 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kemandirian adalah kemampuan individu untuk memutuskan sendiri dan tidak terus menrus berada di bawah kontrol orang lain. Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat disimpulkan Universitas Sumatera Utara 26 bahwa anak yang mandiri adalah anak yang mampu melakukan aktivitasnya sendiri tanpa banyak bergantung kepada orang lain. Seorang anak dikatakan mandiri bila ia memperlihatkan ciri-ciri, yaitu: a percaya diri yang didasari oleh kepemilikan akan konsep diri yang positif; b bertanggung jawab pada hal-hal yang dikerjakan dan hal ini dapat ditumbuhkan dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk memegang tangung jawab; c mampu menemukan pilihan dan mengambil keputusannya sendiri yang mana hal ini diperoleh dari adanya peluang untuk mengerjakan sesuatu, dan: d mampu mengendalikan emosi dengan adanya kesempatan untuk berbuat dengan tidak banyak mendapatkan larangan. Kemandirian bukanlah semata-semata merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir, melainkan dipengaruhi oleh hal-hal lain. Sehubungan dengan hal itu M. Ali dan Asrori 2004 menyatakan bahwa kemandirian berkembang selain dipengaruhi oleh faktor intrinsik pertumbuhan dan kematangan individu itu sendiri juga oleh faktor ekstrinsik melalui proses sosialisasi di lingkungan tempat inidividu berada. Faktor intrinsik seperti kematangan individu, tingkat kecerdasan dan faktor ekstrinsik adalah hal-hal yang berasal dari luar diri anak seperti : perlakukan orangtua, guru, dan masyarakat http:file.upi.eduDirektorifipjur-pend- luar-biasa194808011974032-astatiBahan-ajar-kemandirian,pdf, diakses 5 Agustus 2013 pukul 09.00 wib. Anak tunagrahita dengan sisa kemampuan yang mereka miliki perlu dikembangkan sehingga mereka boleh hidup mandiri. Untuk mengembangkan Universitas Sumatera Utara 27 kemampuan tersebut, maka mereka membutuhkan latihan secara terus-menerus dengan mengikuti langkah-langkahnya sehingga anak dapat mengerti, memahami dan mempraktekan cara menolong diri sendiri yang diajarkan oleh guru. Dengan begitu anak tunagrahita tidak mudah bergantung dengan orang lain.

2.3. Penyandang Cacat Tuna Grahita

2.3.1. Pengertian Penyandang Cacat Tuna Grahita

Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. Istilah anak berkelainan mental subnormal dalam beberapa referensi disebut pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan, feble minded, mental subnormal, tuna grahita. Semua makna dari istilah tersebut sama, yakni menunjuk kepada seseorang yang memiliki kecerdasan mental dibawah normal. Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tuna grahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya dibawah normal, sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya Bratanata dalam Efendi, 2006 : 88. Tuna Grahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Pada kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dll. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata, dan Universitas Sumatera Utara