Latar Belakang Masalah PERANAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT MEMPERTAHANKAN PERAYAAN TRADISI 10 MUHARRAM DI PARIAMAN 1992-2013

pada abad ke-17 yaitu Syekh Burhanuddin atau sering disebut dengan panggilan Imam Senggolo. Tradisi 10 Muharram yang bertahan sampai sekarang, menurut penulis sangat menarik untuk dikaji, karena secara keseluruhan dimana para kelompok sosial masyarakat, seniman, pelaku, pemerintah berada dalam ikatan norma dan azas yang ada. Hal ini sesuai dengan yang dimaksud oleh Endaswara bahwa budaya adalah sesuatu yang hidup, berkembang dan bergerak menuju titik ruang, waktu dan tempat dari kebudayaan. 9 Hasil dari pemikiran manusia merupakan kebudayaan yang berkembang pada masyarakat. Pikiran yang dilakukan manusia secara terus menerus pada akhirnya menjadi sebuah tradisi. Taufiq Abdullah mengatakan bahwasanya pembentukan tradisi sebagai sesuatu yang dilestarikan dari masa lampau. Saat ini tradisi dapat memberi kesadaran identitas serta rasa berkaitan dengan sesuatu yang di anggap lebih awal. 10 Sejalan dengan adanya penyebaran agama Islam, tradisi yang ada pada agama akan berkembang pada masyarakat. Hal itu misalnya, terjadi pada masyarakat di pulau Sumatera Barat, khususnya di Pariaman seperti, tradisi 10 Muharram yang telah dijelaskan sebelumnya menjadi sebuah kebudayaan tersendiri bagi masyarakat di sana. Kebudayaan 11 Minangkabau telah mendarah daging di kalangan suku-suku yang tersebar di wilayah ini. Kebanyakan dari mereka masih 9 Endraswara, Suwardi. Metodelogi Penelitian Budaya Yogyakarta : Gajah Mada Univercity Press, 2003, h. 23. 10 Taufiq Abdullah. Islam dan pembentukan tradisi di asia tenggara.Jakarta : LP3ES, 1988, h. 58. 11 Kebudayaan ialah sesuatu yang mempengaruhi pengetahuan dan juga sistem idea atau gagasan yang ada dalam pkiran manusia dalam kehidupan dan dilakukan secara turun memegang budaya dengan beberapa isme seperti kepercayaan terhadap roh nenek moyang, yang bertempat di tempat-tempat keramat seperti gunung, makam-makam. 12 Animisme seperti ini sebenarnya telah di anut oleh masyarakat sejak zaman pra sejarah. Hal ini hingga sekarang masih melekat dalam pribadi masyarakat walaupun ajaran-ajaran agama yang murni telah diterima selama berabad-abad, akan tetapi budaya lokal tersebut dipadukan dengan ajaran-ajran Islam. Sebelum kedatangan Islam di Sumatera Barat, masyarakat setempat telah menganut paham hindu. Ini terbukti dengan berdirinya kejaran hindu pagaruyung pada abad XIV-XV yang dipimpin oleh Raja Adtyawarman. 13 Kepercayaan masyarakat disana sebelum Islam ialah animism, seperti yang sudah digambarkan diatas yaitu suatu kepercayaan tentang adanya roh atau jiwa pada benda-benda,dan juga manusia. 14 Semua dianggap gerak, hidup dan mempunyai kekuatan gaib atau memiliki roh, baik berwatak baik ataupun buruk. Dengan kepercayaan tersebut masyarakat beranggapan bahwa didunia ini terdapat roh yang berkuasa lebih dari manusia. Agar terhindar dari roh tersebut, mereka mengadakan upacara-upacara ritual. Dalam kehidupannya, masyarakat Pariaman untuk menyeimbangkan nilai-nilai ajaran Islam dengan budaya Pariaman atau Minangkabau melahirkan kepercayaan-kepercayaan dan upacara-upacara ritual. Pada temurun. Lihat Koentjaningrat.Manusia dan Kebudayaan di Indonesia Jakarta : Djambatan, 1982, h. 9. 12 Drs. M.D. Mansoer.dkk. Sejarah Minangkabau, h. 33. 13 Murodi, Melacak Asal Usul Gerakan Paderi di Sumatera Barat. Jakarta : Logos, 1999, h. 61. 14 Buya,Hamka. .Islam dan Adat Minangkabau, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1985, h. 63. umumnya, upacara tersebut mempunyai tujuan untuk menghormati leluhur. Tradisi ini bermula dari pemujaan kepada leluhur yang merupakan kepercayaan masyarakat. Adanya penghormatan kepada roh-roh leuhur ini biasanya ditujukan kepada roh-roh pelindungnya. Roh pelindung yang dimaksud ialah tokoh-tokoh sejarah yang telah meninggal. Maka masyarakat memakai simbol untuk menghormati roh leluhurnya yang diwujudkan dengan menyediakan sesajian, peti kranda yang di agung- agungkan, mengadakan upacara selamatan dan melakukan ziarah ke mkam leluhur maupun tempat yang dianggap keramat. 15 Penyelenggraan upacara tradisional 10 Muharram tersebut terdiri dari beberapa rangkaian acara yang dimulai dari pembuatan tabuik, mengambil tanah, mengambil batang pisang, maatam, mangarak jari-jari, mangarak sorban, tabuik naik pangkek, mahoyak tabuik, tabuik dibuang ke laut, rangkaian acara tersebut mempunyai arti penting bagi warga masyarkat yang bersangkutan. Hal ini disesbabkan karena fungsinya sebagai pengkokoh norma-norma atau nilai budaya yang ada dan berlaku dalam kehidupan masyarakat. Bagi masyarakat Pariaman, hidup penuh dengan upacara, baik upacara berkaitan dengan lingkungan hidup manusia sejak dari keberadaanya dalam perut ibu sampai kematiannya atau juga upacara- upacara yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas kehidupan sehari-hari 15 Dalam praktek kesehariannya masyarakat Pariaman sering disebut masyarakat Minangkabau masih memegang tguh adat istiadat serta tata krama dari leluhurnya Adat berfungsi sebgai mengatur, mengndalikan dan memberi pengarahan kepada prilaku dan perbuatan manusia dalam sebuah masyrakat. Lihat Koentjaraningrat. Kebudayaan mentalitas dan pembangunan Jakarta : PT Gramedia, 1974, h.5 demikian adat yang masih bertahan dalam masyrakat Minangkabau misalnya berdoa sbelum mengerjakan sesuatu kepada Allah SWT, menghormati yang lebih tua dan sebaginya. dalam mencari nafkah, khususnya bagi para petani, pedagang, nelayan dan sebagainya. Dari pemaparan di atas, ada hal yang menarik bagi penulis untuk di teliti yaitu seiring pesatnya perkembangan zaman seperti sekarang, kebudayaan tradisional yang semakin terpinggirkan, bahkan sudah banyak yang hilang. Akan tetapi salah satunya kenapa tradisi 10 Muharram yang merupakan upacara tradisional sampai sekarang masih eksis dan tetep bertahan di tengah-tengah masyarakat yang sudah modern di Pariaman. 16 Menurut asumsi penulis, bertahannya perayaan tersebut tidak terlepas dari campur tangan dan kerjasama antara masyarakat pendukung dengan pemerintah setempat dalam menjaga dan melaksanakan perayaan tradisi 10 Muharram. Pariaman sebagai objek penelitian karena disinilah tradisi 10 Muharram masih dilaksanakan. Memang ada daerah masih melaksanakan tradisi 10 Muharram ini mislnya Bengkulu, karena penulis asli Bukittinggi maka memilih Pariamn sebagai objek penelitian yang lebih dekat dibandingkan Bengkulu. Karena alasan itulah penulis memilih Pariaman sebagai objek penelitian.

B. Perumusan dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Dari pemaparan di atas maka penulis mengidentifikasikan masalah diantaranya gambaran umum masyarakat Pariaman di bahas dalam bab 16 Survey penulis misalnya pada tahun 2013 lokasi Provinsi Sumatera Barat Pariaman, penulis menyaksikan tradisi 10 Muharram yang berlangsung dengan aman dan tertib di Pariaman. kedua, pada bab ke tiga akan membahas deskripsi tradisi 10 Muharram. Sedangkan pada bab ke empat upaya mempertahankan perayaan tradisi 10 Muharram. Sedangkan masalah pokok dalam penelitian ini yaitu kenapa perayaan tradisi 10 Muharram yang merupakan upacara tradisional sampai sekarang masih eksis dan tetep bertahan di tengah-tengah masyarakat yang sudah modern di Pariaman.

2. Pembatasan Masalah

Penelitian ini subjeknya difokuskan kepada kebertahanan perayaan tradisi 10 Muharram kalangan masyrkat muslim di Pariaman pada tahun 1992-2013. Karena pada awal tahun 1992 pemerintah sangat berperan, bahwasaanya pemerintah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata mengankat 10 Muharram sebagai program tahunan di Pariaman Sedangkan batasan tahun sampai 2013 karena pada tahun tersebutah penulis dapat menyaksikan tradisi 10 Muharram di Pariaman.

3. Rumusan Masalah

Pembahasan dalam penulisan ini terfokus pada kebertahanan perayaan tradisi 10 Muharram kalangan masyrkat muslim di Pariaman pada tahun 1992-2013. Agar pembahasan tidak melebar sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal, maka penulis membatasasi masalah. Adapun batasan masalh dalam kajian ini di rumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi sosial, budaya, ekonomi, masyarakat Pariaman? 2. Bagaimana sejarah tradisi 10 Muharram di Pariaman? 3. Bagaimana upaya mempertahankan perayaan tradisi 10 Muharram sampai sekang di Pariaman? C. Tujuan Peneitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menjelaskan pelaksanaan tradisi 10 Muharram di Pariaman. 2. Menjelaskan nilai dan fungsi perayaan tradisi 10 Muharram 3. Mejelaskan peranan pemerintah dan masyarakat menjaga tradisi 10 Muharram 4. Menanbah koleksi kepustakaan UIN mengenai tradisi 10 Muharram yang ada di Pariaman. 5. Selain mamfaat di atas, untuk lebih mengenal kebudayaan Islam, serta dalam rangka menambah khazanah ilmu di bidang sejarah kebudayaan Islam dalam konsentrasi di Asia Tenggara, khusunya tradisi Islam di Pariaman.

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka bukanlah uraian tentang daftar pustaka yang akan di gunakan, akan tetapi merupakan uraian singkat hasil penelitian tentang masalah sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. 17 Adapun peneitian sejenis yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabuik Pariaman, Kajian Antropologis Terhadap Mitos dan Ritual, tesis ini di tulis oleh Miko Siregar. Universitas Indonesia Pada tahun 1996. Isi Dalam tesis tersebut ialah membahs tentang deskripsi mitos, ritual, dan komunitas tabut, Serta struktur ritual dan sistem tradisional. Sedikit ringkasan dari tesis ini yaitu komunitas secara kreatif menafsirkan makna mitos dan merealisasikan ritualnya sesuai dengan sistem tradisional serta 17 Hamid, Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah Jakarta : CeQDA Center for Quality Development and Assurance Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah , 2007, h. 20. merta menjaga keaslian makna yang dipandang masih setara dengan makna asli dari mitos dan kedudukan mitos dan sistem tradisional bergeser melalui kehadisran sistem nasional ataupun global. Music tabuik dalam upacara tabuik sebagai kaum S yi’ah di Sumatera Barat. Skripsi ini ditulis oleh Khanizar pada tahun 1995. Dalam skripsi sarjana etnomusikologi pada sekolah tinggi seni Indonesia Surakarta. Skripsi ini menjelaskan secara deskriptif tentang pelaksanaan upacara tabuik di pantai Barat Sumatera Barat. Dinamika Keberlangsungan Tabuik Pariaman. Tesis ini ditulis oleh Asril Mucthar dalam menyelesaikan magister di Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada Jogyakarta pada tahun 2002. Dalam tulisan ini menjelaskan tabuik sebagai sebuah ekspresi budaya masyarakat pariaman dalam perjalanannya dari waktu ke waktu dalam upaya mempertahankan eksistensinya yang telah mengalami dinamika dengan berbagai sarana. Dinamika dalam budaya tabuik dipandang sebagai daya hidupnya untuk menyesuaikan dengan zaman. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena penelitian sebelumnya tidak membahas tentang keunikan dari tradisi 10 Muharram yang saya bahas. Dalam penelitian terdahulu sebagian besar membahas prosesi upacara tabuik, dinamika keberlangsungan upacara tabuik, kajian antopologis terhadap mitos dan ritual yang ada dalam tabuik Pariaman, dan music dalam tabuik. Sedangkan penelitian ini selain membahas sejarah 10 Muharram, menjelaskan bagaimana tradisi 10 muharram tersebut masih tetap bertahan dan eksis sampai sekarang,