Upaya Masyarakat Muslim Mempertahankan Perayaan Tradisi 10

atas anugrah yang telah diberikan-Nya. Masyrakat sekitar percaya apabila perayaan 10 Muharram tidak dilaksankan maka masyrakat setempat akan mendapat musibah. 16 Hal lain yaitu melibatkan pemerintah sekitar dalam menjalankan tradisi 10 Muharram. Tradisi 10 Muharram samapai sekarang bertahan di Pariaman salah satunya karena masyrakat mau bekerja sama dengan pemerintah setempat dengan menjadikan 10 Muharram sebagai agenda tahunan untuk pariwisata akan tetapi dengan kesepekatan, pemerintah tidak boleh mengurangi kesakralan dan makna dari perayaan tradisi 10 Muharram tersebut. 17 Adapun kesakralan dan makna dari perayaan 10 Muharram tersebut terdapat dalam setiap rangkaian acara seperti setiap memulai dan mengkhiri suatu prosesi selalu melakukan doa, setiap peralatan yang digunakan untuk pembuatan bangunan tabuik dilumuri darah, tidak lupa memberikan sesajen ke pantai Barat Sumatera yang di anggap sebagai penghuni pantai dan memetuhi segala macam pantangan yang tidak boleh dilanggar seperti memakan makananan yang berdarah seperti iakan, daging dan sejenisnya, apabila pantangan ini dilanggar maka akan mendatangkan musibah yang terjadi pada Ihsan ketika perayaan 10 Muharram ia memkan ikan, beberapa hari setelah itu perutnya membesar, sudah diobati tidak kungjung sehat maka sampai akhir hayatnya perutnya seperti itu. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sejauh ini pengamatan penulis untuk sementara upaya yang dilakukan masyrakat sekitar menjaga 16 Luqman. Masyarkat asli Pariaman.Wawancara pribadi. Pariaman, 4 April 2014. 17 Luqman. Masyarkat asli Pariaman.Wawancara pribadi. Pariaman, 4 April 2014. tradisi 10 Muharram tetep lestari dengan memberikan nesaehat atau amanat, serta bekerja sama dengan pemerintah setempat. C. Fungsi Perayaan Tradisi 10 Muharram pada Masyarakat sekitar Pariaman 10 Muharram merupakan salah satu tradisi berkaitan dengan nilai- nilai kehidupan. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya mempunyai makna yang sangat penting bagi masyrakat pendukunggnya. Misal di masa sekarang, nilai gotong royong yang sudah berkurang, bahkan antara satu sama lain sudah saling tidak mengenal dengan adanya tradisi 10 Muharaam dapat memperkuat nilai persatuan dan kesatuan tersebut. 18 Tradisi 10 Muharram merupakan upacara tradisional bagi masyrakat Pariaman yang sampai sekarang masih tetap bertahan. Walaupun ada sedikit perubahan sebagai penyesuaian terhadap perkembangan zaman di masa sekarang, hal ini tidak mengurangi arti dari tradisi serta minat masyrakat pendukungnya. Hal ini juga menjadi pendukung bahwa tradisi 10 Muharram mengandung nilai-nilai luhur yang menjadi panutan bagi masyrakat di luar Sumatera Barat umumnya datang dan menyaksikan perayaan tradisi 10 Muharram. Tradisi 10 Muharram mempunyai cirri yang khas, unik dan sangat didukug oleh tokoh-tokoh masyrakat dan pemerintah. Fungsi tradisi 10 Muharram bagi masyrakat yaitu sebagai fungsi sosial dan spiritual. Adapun fungsi sosial bagi Masyrakat Pariaman merupakan salah satu pendukung tradisi 10 Muharram sampai sekang. 18 Yusrizal. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pariaman. Wawancara pribadi. Pariaman, 3 April 2014. Fungsi tradisi ini dapat terlihat dikehidupan sosial masyrakat, yakni menjaga hubungan sosial antara manusia dengan manusia dalam sebuah masyrakat, dan mewujudkan keseimbangan antara manusia dengan penciptanya. Tradisi 10 Muharram merupakan acara yang sangat penting dan sangat berperen dalam kehidupan masyrakat Pariaman. Tradisi ini merupakan pembentuk hubungan sosial masyrakat sampai sekarang masih terbina dengan baik dalam kehidupan bermasyrakat. Pelaksanaan tradisi 10 Muharram mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa serta nilai keagamaan yang dianut masyrakat sekitar. Selain itu masyrakat Pariaman mempunyai hubungan erat dengan sejarah masuknya Islam di pantai Sumatera Barat, karena Pariaman dikenal sebagai daerah pertama pengembangan Islam di Sumatera Barat yang disebarkan oleh Syekh Burhanudin di Ulakan. 19 Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa tradisi 10 Muharram berasal dari India yang dibawa oleh pasukan Islam Tamil. Pada dasarnya perayaan tradisi 10 Mharram dilaksanakan untuk memperingati kematian Husain bin Ali. Perayaan tradisi 10 Muharram selain memperluas hubungan silaturrahmi, persatuan dan kesatuan dengan warga di luar daerah, juga mempererat hubungan antara warga setempat. Adanya kebiasaan gotong royong, bahu membahu, diantara masyrakat berupa dana dan prasarana untuk memnyukseskan tradisi 10 Muharram. Hal ini menunjukkan adanya kebersamaan. Hubungan baik antar sesama warga dalam melaksanakan 19 Taufiq Abdullah. Islam dan Pembentukan Tradisi di Aasia Tenggara.Jakarta : LP3ES, 1988 H 59. tradisi 10 Muharram, akan terlihat pada setiap proses pelaksanaan tradisi, baik dari awal hingga akhir perayaan. Sebelum pelaksanaan pembuatan bangunan tabuik semua lapisan masyrakat baik dari alim ulama, pemuda bermusywarah di kantor Kerapatan Adat Nagari guna membahas untuk penyelenggraaan perayaan tradisi 10 Muharram. Bukan hanya masyarakat yang berada di Pariaman, perantau juga ikut serta meendukung perayaan tradisi 10 Muharram, karena tradisi ini merupakan salah satu pemicu perantau untuk pulang kampung. 20 Masyrakat perantau yang sengaja pulang ke Pariaman untuk menyaksikan tradisi 10 Muharram serta melihat kemajuan kampung halaman setelah lama ditinggalkan. Adanya kebiasaan seperti itu merupakan norma yang mengharuskan setiap masyarakat memilihara hubungan yang baik dengan sesamanya. Perayaan tradisi 10 Muharram merupakan salah satu aspek dari adat istiadat sangat berkaitan dengan kepercayaan masyarakat setempat. 21 Unsur-usur lain yang memiliki kaitan dengan perayaan tradisi 10 Muharram adalah terdapat pantangan-pantanagn yang menjadi larangan dan dianggap sebagai perwujudan dari peristiwa 10 Muharram tersebut. Pantangan yang dimaksud disi yaitu terdapat pada bahan-bahan pembuatan bangunan tabuik yang harus dilumuri darah agar para pekerja terhindar dari 20 Ernatip. Dkk. Upacara Tabuik di Pariaman : Kajian Nilai Budaya dan Fungsi Bagi Masyarakat Pendukungnya Jakarta : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jendral Nilai Budaya, Seni dan Film, 2001, h. 51. 21 Lihat bab ke-3 terdapat pada halaman 40. musibah. Sesuatu yang mustahil seperti ini sudah menjadi tradisi bagi masyrakat. 22 Selain itu, perayaan tradisi 10 Muharram juga menjadi sarana komunikasi antar sesame manusia. Missal dengan adanya perayaan tradisi 10 Muharram, orang-oang jadi mengenal daerah Pariaman. Dapat menjalin hubungan yang baik antara masyrakat penyelenggara, pemerintah, bahkan sampai macanegara. Masyrakat luar yang mengikuti perayaan 10 Muharram berusaha mengikuti dan menghormati adat istiadat yang dijalankan pada saat berada di daerah Pariaman. 23 Adapun fungsi perayaan tradisi 10 Muharram lainnya bersifat spiritual. 24 Kehidupan sehari-hari masyrakat Pariaman sering dihadapkan dengan masalh, salah satunya masalh perekonomian. Umumnya masyrakat hidup dari hasil pertanian, nelayan, dan perdaganagn. Hal ini sering mengalami pasang surut dengan seiring kemajuan zaman dan pola berfikir masyrakat. Bagi masyrakat setempat masalah tersebut sering kali sulit menemukan solusinya, karena itu mereka selalu membutuhkan bantuan dari pihak lain baik materi maupun non materi. Bantuan bukan berupa materi sering diminta untuk melindungi negri beserta isinya dari segala musibah. Untuk meminta pertolongan tersebut sering kali mereka melakukan hubungan khusus dengan makhluk lain dengan meberi sesajen melalui upacara. 22 Syamsul Islami. Masyarakat asli Pariaman. Wawancara pribadi. Pariaman, 4 April 2014 23 Ilham. Rumah Tabuik Pariaman, artikel diakses pada 3 Juli 2014 dari http:www.Padangekspres.co.id 24 Spiritual merupakan hubungan seseorang dengan sang pencipta, hal ini tergantung dengan kepercayaan masing-masing. Diakses pada tanggal 5 Mei 2014 dari http:www.wordpress.com Perayaan 10 Muharram bagi masyarakat Pariaman selain memperingati wafatnya Husein bin Ali di Padang Karbela juga untuk memberikan sesajen untuk makhluk halus penghuni pantai Barat Sumatera. Dalam perayaan taradisi 10 Muharram tersebut terdapat nilai-nilai luhur yang dipercaya secara turun temurun. Adapun tujuannya untuk meminta pertolongan keselamatan, serta bentuk ungkapan rasa bersyukur kepada Tuhan atas semua anugrahNya. 25 Setiap rangkaian acara tradisi 10 Muharram tidak lupa dimulai dan disudahi dengan doa. Tradisi 10 Muharram merupakan tardisi yang sangat erat kaitannya dengan perkembangan agama Islam. Pelaksanaan perayaan tradisi 10 Muharram selama sepuluh hari mempunyai makna-makna ritual yang masih dipertahankan oleh masyrakat setempat. Selain pembacaan doa-doa, ketika mahoyak tabuik juga terlihat samapai tabuik dibunag ke lauat merupakan sembahan terhadap penjaga laut yang dianggap sebagai pelindung selain Tuhan. 26 Dengan demikian perayaan tradisi 10 Muharram merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan untuk memelihara hubungan antar manusia serta lingkungan alam. Hal ini dapat dilihat dari perlengkapan perayaan tradisi 10 Muharram itu sendiri kebanyakan barasal dari alam. Manusia yang hidip dalam suatu masyrakat tidak akan terlepas dari lingkungan alam. Ini menggambarkan adanya hubungan yang sangat erat antara manusia dengan lingkungan dan berusaha untuk tetap menjaga hubungan tersebut dengan melakukan upacara-upacara seperti 10 25 Majalah Pemko Pariaman “Tabuik”. Edisi 5 Terbit berdasarkan SK Wali Kota no 65040. 2010. Triwulan, h. 8-7. 26 Nanda Iskandar, “Tabuik Piaman,” Republika, 8 Januari 2013, h. 17 Muharram. Selain itu hubungan dengan hal yang ghaib tetap terjaga dengan memberikan sesajen yang dibuang ke laut. Perayaan tradisi 10 Muharram seperti ini merupakan penghubung antara manusia dengan manusia, manusia dengan sang pencipta, serta manusia dengan dengan kekuatan ghaib. Perayaan taradisi 10 Muharram selain mumpunyai fungsi sosial dan fungsi spiritual, perayaan tradisi 10 Muharram ini juga berfunsi sebagai penunjang pariwisata kebudayaan guna meningkatkan perekonomian masyrakat. Melihat perkembangan dan minat orang utuk menyaksikan perayaan tradisi 10 Muharram maka pemerintahan melalui Dinas Pariwisata menjadikan tradisi 10 Muharram sebagai objek wisata budaya. 27 Adapun sebenarnya masyarakat Pariaman banyak yang tidak setuju menjadikan perayaan tradisi 10 Muharram sebagai objek wisata, karena merasa khawatir dapat menghilangkan nilai-nilai religi yang selama ini mereka miliki. Akan tetapi demi kepentingan bersama agar tetap bertahannya tradisi 10 Muharram, maka mereka menerima hal tersebut, dengan syarat tidak mengurangi kesakralan dan makna dari perayaan tradisi 10 Muharram tersebut. 28 Keunikan dari perayaan tradisi 10 Muharram membuat para wisatawan ingin menyaksikan tradisi tersebut. Banyak wisatawan yang merasa heran melihat bangunan tabuik yang indah di buang ke laut, kemudian diperebutkan oleh para pengunjung atau masyrakat sekitar. Bagi sebagian mereka yang menyaksikan hal seperti ini menilai suatu perbuatan yang mubazir. Akan tetapi bagi masyrakat Pariaman mempunyai makna 27 Nanda Iskandar, “Tabuik Piaman,” Republika, 8 Januari 2013, h. 15. 28 Syamsul Islami. Masyarakat asli Pariaman. Wawancara pribadi. Pariaman, 4 April 2014 tersendiri yaitu mengingat suatu peristiwa yang sangat bersejarah serta meminta kelamatan dan kesejahteraan. Dilihat dari satu sisi perayaan tardisi 10 Muharram memang suatu yang mubazir, dimana pembuatan bangunan tabuik ini memnggunakan biaya yang begitu banyak, yang hanya dipergunakan beberapa hari saja, setelah itu bangunan tabuik dibuang ke laut. Akan tetapi, dibalik itu semua masyrakat mendapatkan keuntungan yang tidak terhitunng. Selama 10 hari berlangsungnya perayaan tradisi 10 Muharram sangat banyak dana yang masuk ke kota Pariaman. Kedatangan wisatawan membawa keberuntungan tersendiri bagi masyrakat setempat, masyrakat bisa menyediakan berbagai macam mkanan khas Pariaman. Di lokasi perayaan tardisi 10 Muharaam berbagai macam usaha yang bisa dilakukan untuk menghasilkan uang, seperti banyaknya didapati warung- warung kecil yang menjual berbagai macam makanan, hiburan. Hal seperti ini telah membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyrakat setempat dalam usaha meningkatkan perekonomian. 29 29 Yusrizal. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pariaman. Wawancara pribadi. Pariaman, 3 April 2014. BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemerintah dan masyarakat Pariaman mempunyai peranan yang sangat besar dalam mempertahankan perayaan tradisi 10 Muharram tahun 1992-2013, sebagaimana dapat dibuktikan : 1. Pemerintah setempat mengangkat tradisi 10 Muharram menjadi agenda pariwisata tahunan yang dilaksanakan setiap tanggal 1 samapai 10 Muharram 2. Pemerintah setempat berusaha mempromosikan perayaan tradisi 10 Muharram sampai mancanegara 3. Pemerintah setempat membangun rumah tabuik sebagai museum berguna untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan juga untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Pariaman 4. Untuk pembiayaan perayaan tradisi 10 Muharram yang tidak sedikit, pemerintah mengambil dari pendapatan daerah. 5. Masyarakat setempat selalu memberi pengarahan kepada generasi penerus begitu pentingnya untuk tetap melestarikan tradisi 10 Muharram. 6. Masyarakat setempat selalu ikut bepartisipasi dalam perayaan, baik berbentuk materi ataupun nonmateri. 7. Masyarakat setempat selalu menjaga nilai-nilai yang terkandung dalam perayaan tradisi 10 Muharram dan mempraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Diangkatnya perayaan tradisi 10 Muharram sebagai agenda pariwisata tahunan selain melestarikan 10 Muharram juga bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyrakat setempat. Mulai dari pedagang asongan, aneka makanan, dan bentuk jasa lainnya, karena pengunjung yang datang untuk menyaksikan perayaan tradisi 10 Muharram bisa mencapai ratusan ribu orang.

B. Saran

Untuk budaya lokal seperti perayaan tradisi 10 Muharram, penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Nilai serta fungsi dalam perayaan tradisi 10 Muharram sangat berharga untuk itu perlu tatap di jaga dan melestarikan keberadaannya. 2. Kebudayaan lokal seperti perayaan tradisi 10 Muharram merupakan salah satu identitas bangsa. Oleh sebab itu harus selalu dipertahankan. 3. Dengan tetap dipertahankan perayaan tradisi 10 Muharram dapat menunjang pendapatan masyarakat Pariaman dengan mengangkat tradisi sebagai salah satu objek wisata daerah. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Taufiq. Islam dan Pembentukan Tradisi di Asia Tenggara. Jakarta : LP3ES, 1988. Abdullah, Taufiq. Tradisi Intelektual Islam Minangkabau Perkembangan Tradisi Intelektual Tradisional di Koto Tangah Awal Abad XX, cet. Pertama. Jakarta : Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badbab Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2011. Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999. Adriyetti, Amir. Pemeta Minangkabau. Jakarta : Asosiasi Tradisi Lisan, 1998. Amini. Kedudukan Para Sahabat dalam Islam. Jakarta : Cendikia, 2008. Asril. Pertujukan Gandang Tambua dalam Upacara Tabuik di Pariaman Sumatera Barat. “Tesis sebagai persyaratan mendapatkan derajat sarjana S2. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada, 2002. Azra, Azyumardi. Islam Reformis : Dinamika Intelektual dan Gerakan. Jakarta : Rajawali Press, 1999. Azwar, Welhendri. Matrilokal dan Status Perempuan dalam Tradisi Bajapuik. Yogyakarta : Galang Press, 2001. Ernatip. Dkk. Upacara Tabuik di Pariaman : Kajian Nilai Budaya dan Fungsi Bagi Masyarakat Pendukungnya. Jakarta : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jendral Nilai Budaya, Seni dan Film, 2001. Faturrahman, Oman. Tarekat Syatariah di Minangkabau. Jakarta : Prenanda Media Group, 2008. Ghifani, Akbar. Menguak Asyura. Jakarta : Al-Huda, 2005. Graves, Elizabeth E. Asal Usul Elit Minangkabau Modern. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2007. Hamka, Buya. Islam dan Aadat Minangkabau. Jakarta : Pustaka Panjimas, 1985. Harapandi, Dahri. Tabot Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu. Jakarta : Penerbit Citra, 2009. Ibnur, Tom. Seni Pertunjukan. Jakarta : PT. Widyadara, 2002. Kasim, Muslim Ak. Strategi dan Potensi Padang Pariaman dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di Era Globalisasi. Jakarta : Indomedia, 2004. Khanizar. Musik Tabuik Upacara Kaum Syi’ah di Pariaman. Skripsi daam memenuhi tugas akhir sarjana Etnomusikologi. Padang Panjang : Sekolah Tinggi Seni Indonesia, 2010. Koentjaningrat. Kebudayaan Melintas dan Pembangunan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2008. Koentjaningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan, 1982. Koentjaningrat. Metodelogi Penelitian Masyarakat. Jakarta : Aksara Baru, 1980. Lexi, Moleong J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005. Mansoer, M.D. Sejarah Minangkabau. Jakarta : Bhratara, 1970. Mardimin, Johanes. Jangan Tangisi Tradisi. Jakarta : Kanisius, 1994.