jumlah  penduduk  79,073  jiwa,  merupakan  kota  yang  tergolong  kecil dibanding  kota  Padang  sebagai  ibukota  provinsi.
7
Sekalipun  demikian Pariaman  memiliki  jumlah  penduduk  yang  hampir  sama  dengan  kota-kota
lainnya di Sumatera Barat seperti Sawah Lunto, Solok, Payakumbuh. Setelah  didata,  terlihat  bahwa  kepadatan  penduduk  Pariaman  tidak
merata  di  setiap  Kecamatannya.Misal  Kecamatan  Pariaman  Tengah  yang wilayahnya  paling kecil  dibanding  kecamatan lainnya yaitu kira-kira 15,68
Km
2
akan tetapi kepadatan  penduduk  sangat  tinggi  mencapai 1.911,6 jiwa, hal  ini  disebabkan  lingkungan  hidup  di  Kecamatan  Pariaman  Tengah
memiliki  potensi  yang  paling  tinggi.  Kecamatan  Pariaman  Selatan  dengan luas  16,82  Km
2
dengan  penduduk  988,3jiwa  kira-kira  setengah  dari kepadatan penduduk Pariaman Tengah. Kecamatan Pariaman Timur dengan
luas  wilayah  17,51  Km
2
penduduk  sebesar  809  jiwa  dan  Kecamatan Pariaman Utara dengan luas 23,35 Km
2
penduduk  sebanyak 813,2 jiwa.
8
Dilihat  dari  kepadatan  penduduk  berdasarkan  jenis  kelamin, penduduk  dengan  jenis  kelamin  perempuan  50,86  sedangkan  persentase
jenis  kelamin  laki-laki  49,14.  Dapat  disimpulkan  jumlah  penduduk  laki- laki  di  Kota  Pariaman  tidak  begitu  terlihat  perbedaannya.Akan  tetapi,di
Kecamatan  Pariaman  Tengah  sangat  berbeda  jumlah  penduduk  laki-laki lebih  sedikit  dari  pada  jumlah  perempuan.  Hal  ini  dikarenakan  Kecamatan
Pariaman  Tengah  adalah  sebagai  pusat  pemrintahan,maka  dari  itu  jumlah laki-laki  lebih  sedikit  dibanding  jumlah  perempuan  dan  menetap  di  Kota
Pariaman.
7
Pariaman dalam Angka 2013, h. 3.
8
Data Kependudukan dan dan Catatan Sipil Kota Pariaman Tahun 2013diakses 20 Maret 2014 dari
http:www.Pariaman.co.id
B. Kondisi Sosial-Budaya Masyarakat Muslim Pariaman
Masyarakat  Minangkabau  secara  tradisional  memiliki  prinsip  yang mengatur hidup dan kehidupan bermasyarakat.Prinsip adat minangkabau itu
ialah  Alam  Takambang  Jadi  Guruyang  berarti  masyarakat  Minangkabau telah  melibatkan  alam  sebagai  bagian  dari  kehidupan  mereka,  mereka
belajar dari alamuntuk kemudian menjadikan sebagian inspirasi bagi prinsip hidup dari kehidupannya.
9
Sebagai sekelompok sub-etnis di Minagkabau, masyarakat Pariaman mempunyai  ciri  khas  tersendiri  dibandingkan  dengan  masyarakat
Minangkabau  lainnya.  Hal  tersebut  terihat  dari  sistem  sosial  budaya masyarakatnya  bahwasanya  masyarakat  Pariaman  disamping  menganut
paham  matrilineal  juga  memainkan paham patrilineal  selain itu  masyarakat ini  juga  terkenal  dengan  uang  jemputan  pembelian  laki-laki  dalam
pernikahan.
10
Paham  matrilineal  tergambar  dari  persukuan  dan  sistem pewarisan  harta  pusaka.  Dalam  hal  ini  masyarakat  Pariaman  tidak  berbeda
dengan masyarakat di daerah lainnya, yang mana dalam suatu kampung atau nagari, setiap orang dibedakan atas dasar keturunannya. Untuk menentukan
garis  keturunan  tersebut  setiap  kelompok  masyarakat  memakai  nama  suku atau  marga  yang  berbeda-beda,  untuk  setiap  suku  mempunyai  penghulu
yang disebut juga dengan penghulu suku.
11
Penentuan suku tersebut berasal dari  garis  keturunan  ibu  seperti  apabila  seorang  ibu  mewarisi  suku  pisang,
9
Pariaman dalam Angka 2010. Pariaman : Badan Pusat Statistik,  2010, h. 5.
10
Elizabeth  E.  Graves.  Asal  Usul  Elit  Minangkabau  Modern.  Jakarta  :  Yayasan Obor Indonesia, 2007, h.12.
11
Radjab  Muhammad.  Perang  Paderi  di  Sematera  Barat  1803-1838.Jakarta  : Balai Pustaka, 1964, h. 23-25.
maka  jika  dia  memiliki  keturunan  tanpa  melihat  jenis  kelamin,  maka keturunannya tersebut juga akan mewarisi suku pisang.
12
Begitpun  dalam  pewarisan  pusaka  yang  diturunkan  dari  mamak paman  kepada  ponakan  perempuan.  Di  Minangkabau  yang  berhak
mendapatkan harta pusaka tinggi tersebut hanyalah perempuan, dikarenakan perempuan dapat dipercaya bisa memegang atau menjaga harta pusaka yang
telah  diturunkan  secara  turun  temurun  untuk  diturunkan  lagi  pada  pewaris selanjutnya. Sedangkan laki-laki dipercaya bisa mencari nafkah sendiri.
Untuk  penjelasan  laki-laki  babali  atau  uang  jemputan  yang  sangat terkenal  khusus  di  daerah  Pariaman,  asal  mula  sejarahnya  ialah  pada  masa
lampau  terdapat  salah  seorang  perempuan  yang  berstatus  janda  yang menyukai  seorang  laki-laki  yang  masih  bujangan.  Perempuan  ini
menginginkan untuk melaksanakan pernikahan  yang sakral dengan pemuda tersebut.  Dikarenakan  perempuan  adalah  seorang  janda,  maka  pihak
keluarga  laki-laki  meminta  harga  atau  nilai  agar  anaknya  dapat  menjadi suami  dari  janda  tersebut.
13
Dengan  berjalannya  waktu  maka  hal  tersebut dijadikan sebuah tradisi bagi masyarakat di sana. Seorang perempuan masih
gadis  jika  ingin  menikah  dengan  seorang  laki-laki  dari  daerah  Pariaman, maka pihak perempuan  harus  memenuhi  syarat  yang  diinginkan oleh pihak
laki-laki,  baik  itu  dalam  bentuk  uang,  benda  dan  lain-lain.  Besar  kecilnya uang jemputan berdasarkan kepada status sosial calon yang diinginkan.
14
12
Drs. Muslim Kasim, Ak. Strategi dan Potensi Padang Pariaman Dalam Rangka Pemberdayaan Masyrakat di Era Globalisasi. Jakarta : Indomedia, 2004, h. 29.
13
Wawancara  pribadi  malalui    handphon  dengan  ibu  Yasmin  salah  seorang penduduk asli Pariaman , Jakarta, 8 Februari 2014 jam 14.00 WIB
14
A.A.  Navis.  Alam  Takambang  Jadi  Guru  Adat  dan  Kebudayaan  Minangkabau Jakarta : Grafti Press, 1984,h. 133.
Selain  menganut  sistem  yang  telah  dipaparkan  diatas,  masyarakat Pariaman juga menganut paham patrilineal. Jadi secara langsung masyarakat
tersebut  menganut  dua  sistem  secara  bersamaan.  Hal  ini  juga  dapat  dilihat dari pemakaian gelar setelah dewasa yang diturunkan oleh ayah kepada anak
laki-laki.  Macam-macam  gelar  tersebut  ialah  sidi  yang  berasal  dari  bangsa Arab  yang  bernama  Syekh  Magribi  yang  menetap  dan  menikah  di  Nagari
Gasan  Godang.  Dalam  sejaranya,  untuk  gelar  sidi  berasal  dari  bahasa  arab yaitu  saidina  yang  berarti  khalifah,  maka  di  Minangkabau  saidina  tersebut
disingkat  menjadi  sidi.  Sidi  ini  digolongkan  kepada  orang-orang  yang  ahli dalam  agama.  Bagindo  berasal  dari  keturunan  raja  yakni  keturunan  dari
bangsawan  kerajaan  Pagaruyuang  yang  menetap  di  Nagari  Gaduah  Koto Tinggi.  Bagindo  menandakan  asal  mula  dari  Kerajaan  Pagaruyuang.Gelar
sutan  merupakan  merupakan  asal  usul  dari  orang  Luhak  Nan  Tigo  Yang terdiri dari Luhak Tanah Datar, Luhak Agam dan Luhak Limo Puluh Koto.
15
Dan  yang  terakhir  untuk  gelar  marah  yang  berasal  dari  bahasa  Aceh  yakni Maurah yang berarti raja kecil, akan tetapi di kalangan masyarakat Pariaman
sesorang  yang  bergelar  marah  berasal  dari  masyarakat  kelas  bawah, dikarenakan  dalam  kehidupan  sehari-harinya  kebanyakan  dari  mereka
sebagai pekerja yang diperintah oleh atasannya.
16
Pewarisan  gelar  dari  ayah  ke  anak  seperti  yang  telah  dipaparkan  di atas,  seperti  bagindo,  tidak  harus  menunggu  anak  laki-lakinya  untuk
menikah  dulu,  karena  jika  seorang  ayah  bergelar  bagindo,  secara  otomatis
15
Suharti. Ritual  Kefanatikan  Aliran  Syi’ah  di  Pariaman,  Laporan  Peneltian.
Padang Panjang : Sekolah Tinggi Seni Indonesia, 2006, h.25.
16
Entib dkk.Upacara tabuik di Pariaman : Kajian Nilai Budaya dan Fungsi bagi Masyrakat  Pendukungnya  Jakarta  :  Departeman  Kebudayaan  dan  Pariwisata  Direktorat
Jendral Nilai Budaya, Seni dan Film, 2001, h.10-12.
anak laki-lakinya akan mewarisi gelar yang sama. Selanjutnya gelar tersebut akan  disatukan  dengan  namanya,  misal  waktu  kecil  Robby  Afandi  dan  dia
keturunan  dari  bagindo,  maka  namanya  akan  menjadi  Bagindo  Robby Afandi.  Dengan  penjelasan  demikan  dapat  dikatakan  bahwasanya
masyarakat  Pariaman  memakai  sistem  matrilineal  dan  patrilineal  dalam kehidupan bermasyarakat.
17
Gelar-gelar yang di sebutkan di atas seperti sidi, bagindo,  sutan  dan  marah  diyakini  asal  usul  gelar  tersebut  berasal  dari
kebudayaan Islam  dari Timur Tengah  yang  dikenalkan oleh  seorang ulama yaitu  Syekh  Burhanudin  yang  memperkenalkan  dan  mengembangkan
tarekat syatariah di Pariaman.
18
Dalam  pelaksanakan perayaan tradisi 10 Muharram  setiap tahunnya dalam  rangka  memperingati  kematian  Husein  bin  Ali,  keempat  golongan
seperti  bagindo,sidi,sutan  dan  marah  terdapat  perbedaan  status  sosial.  Sidi merupakan  golongan  yang  sangat  penting  dalam  menjalankan  tradisi  10
Muharram, karena diyakini mereka yang pantas untuk meneruskan tradisi 10 Muharram tersebut  dibanding  golongan  yang lain.  Selain  itu, golongan  sidi
ini  juga  lebih  banyak  memberikan  sumbangan  untuk  melaksanakan  tradisi 10  Muharram.  Sedangkan  golongan  bagindo  merupakan  golongan
penyumbang  dana  terbanyak  setelah  golongan  sidi.  Untuk  golongan  sutan berfungsi sebagaikeamanan, dan yang terkhir golangan marah hanya sebagai
17
Suharti. “Ritual  Kefanatikan  Aliran  Syi’ah  di  Pariaman”  Laporan  Peneltian,
Sekolah Tinggi Seni IndonesiaPadang Panjang, 2006, h.27.
18
Ahmad Taufik Abdulla. Tradisi Intelektual  Islam Minangkabau perkembangan tradisi  intelektual  tradisional  di  koto  tangah  awal  abad  XX,cet.pertama.  Jakarta
:Puslitbang  Lektur  dan  Khazanah  Keagamaan  Badab  Litbang  dan  Diklat  Kementrian Agama RI, 2011 , h. 59.