keterkaitan antar berbagai komponen dan konsep sehingga membentuk satu kesatuan sistem yang kompleks agar dapat memahami hakikat kebertahanan
perayaan tradisi 10 Muharram di Pariaman. Jadi, penelitian ini bersifat deskriptif-kualitatif.
21
5. Langkah Penelitian
Secara umum, metode penelitian sejarah ini dilakukan dengan empat langkah, yaitu heuristic, kritik sumber, interprestasi dan historiografi.
22
Heuristik adalah kegiatan mengumpulkan dan penelusuran sumber data melalui pelacakan atas berbagai dokumen, serta wawancara dengan
informan. Adapun sumber primer yang bersifat tertulis, berupa sumber yang diterbitkan seperti biografi maupun sumber yang tidak diterbitkan seperti
sumber tertulis di arsip, dokumen negara, atau dokumen pribadi. Sumber skunder berupa buku-buku terkait, tesis, disertasi, majalah, surat kabar, serta
sumber elektronik dari websaite milik instansi resmi baik daerah maupun pemerintah.
Pengumpulan sumber-sumber yang dilakukan penulis dengan menggunakan metode penelusuran kepustakaan library research dan
lapangan. Studi kepustakaan, yakni mengunjungi beberapa lembaga yang memiliki koleksi buku ataupun arsip terkait tema penelitian ini, seperti arsip
nasional republic Indonesia ANRI untuk memperoleh data berupa arsip- arsip yang menggambarkan kondisi lingkungan pariaman sejak tahun 1992-
2013, Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI,
21
Sanafiah Faisal, ed. Metodelogi Penelitian Kualitatif Surabaya : Usaha Nasional, 1987, h. 63
22
Dudung Abdurrahman. Metode Penelitian Sejarah
Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999, h. 44
Perpustakaan Nasional Rakyat Indonesia, untuk mencari buku-buku, hasil penelitian, tesis, jurnal, disertasi terkait dengan tradisi 10 Muharram,
perpustakaan Fakultas Adab Humaniora, Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mencari buku-buku maupun skripsi dengan tema
serupa, Perpustakaan Umum Universitas Indonesia untuk mencari hasil kajian, penelitian Miko Siregar dengan tema sejarah dan tabuik pariaman.
Terakhir menguji fakta dan data sejarah yang telah dikumpulkan. Kritik ekstren yang dilakukan untuk menguji keaslian sebuah sumber
sejarah yang asli. Sedangkan kritik interen dilakukan untuk menguji validitas data sejarah. Langkah interprestasi adalah upaya menafsirkan data
berdasarkan perspektif tertentu sehingga fakta menjadi struktur yang logis. Langkah historiografi ialah menuliskan hasil penafsiran menjadi sebuah
kisah sejarah yang utuh versi penulis.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam pembahasan penelitian ini, penulis menyusun kerangka pembahasan secara sistematis kedalam lima bab. Bab
pertama merupakan pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan mamfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan selanjutnya. Bab kedua, membahas tentang gambaran umum masyarakat
muslimpariaman yang mana meiputi letak geografis Pariaman, kondisi sosial-budaya dan sosial-ekonomi masyarakat setempat. Sebab, sebelum
pembahasan lebih jauh tentang objek penelitian perlu kiranya mengetahui gambaran umum
masyarakat muslim setempat.
Pembahasan ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang situasi dan kondisi masyarakt di Sumatera Barat khususnya Pariaman. Serta memberikan
gambaran awal tentang pembahasan yang akan dikaji yaitu perayaan tradisi 10 Muharram kalangan masyarakat muslim di Pariaman.
Bab ketiga, memfokuskan pada pembahasan tradisi 10 Muharram yang meliputi tentang asal usul tradisi 10Muharram, perlengkapan seta
bentuk-bentuk taradisi 10 Muharram di Pariaman dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi 10 Muharram. Dalam bab ini dimaksudkan untuk
mengetahui asal usul dan sejarah tardisi 10 Muharram di Pariaman. Bab keempat, merupakan pembahasan upaya mempertahankan
perayaan tradisi 10 Muharram yang terdiri dari tiga sub bab yaitu, pertama peranan pemerintah menjaga perayaan tradisi 10 Muharram, kedua upaya
masyarakat dalam mempertahankan perayaan tradisi 10 Muharram, ketiga fungsi perayaan tradisi 10 Muharram pada masyarakat di sekitar Pariaman.
Bab kelima, merupakan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran, yang diharapkan dapat menjawab permasalahan-permasalahan
yang ada dan menjadikan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya.
BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MUSLIM PARIAMAN
A. Letak dan Kondisi Geografis Pariaman
Pariaman merupakan salah satu kota di propinsi Sumatera Barat. Pariaman sendiri berasal dari kosakata bahasa Arab yakni barri dan aman
yang berarti tanah daratan yang aman sentosa.
1
Dalam arti lain, Pariaman berasal dari kata-kata parik nan aman berarti pelabuhan yang aman.
2
Masyarakat Pariaman berasal dari darek Minangkabau atau dari daerah pedalaman di Sumatera Barat, hal ini didukung oleh hasil laporan
tahunan pemerintah daerah Pariaman. Berdasarkan pengakuan masyarakat setempat, mereka berasal dari Pagaruyuang Batusangkar, daerah ini terletak
dibagian darek Minangkabau. Mungkin sejak tahun 1300 M. Para perantau dari Batusangkar tersebut yang pertama membuka pemukiman di daerah
Pariaman. Pariaman terletak di daerah strategis dilalui oleh sungai-sungai
besar, diantaranya sungai Batang Pariaman sepanjang 12 Km., Batang Manggung sepanjang 11,50 Km. dan Batang Jirak sepanjang 11,80 Km.
Selain dilalui muara sungai dan berada di tepi laut, Pariaman secara ekonomis jauh lebih menguntungkan dibanding daerah lain yang ada di
Sumatera Barat khususnya pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Semasa itu Pariaman sangat dikenal oleh pedagang asing yang sejak tahun
1500M. Sebagai lintas jalur perdagangan dari luar ataupun dalam negri
1
Welhendri Azwar. Matrilokal dan Status Perempuan dalam Tradisi Bajapuik Yogyakarta : Galang Press, 2001, h. 29.
2
Suryadi. Imbas Gerakan Padri di Pantai Sumatera Barat Jakarta : T.pn, 2004, h. 92.
seperti India, Arab, Turki dan lain-lain.
3
Lada merupakan hasil alam yang sangat penting dan menghasilkan keuntungan yang sangat besar dalam
perdagangan masa itu. Daerah-daerah penghasil lada terbaik semasa itu ialah Kampar Kanan, Kampar Kiri dan lembah aliran Batanghari atau
Sungai Dareh yang sering disebut dareh Minangkabau bagian Timur. Selain lada juga banyak hasil alam yang lainnya seperti emas, kopi, gaharu, kapur
barus, dan madu. Pusat perdagangan ini berkembang menjadi pusat politik, ekonomi dan kebudayaan. Hubungan perdagangan yang sering dikaitkan
dengan urusan pribadi yang menimbulkan ikatan kebudayaan. Seiring dengan pesatnya perdagangan tersebut, agama dan kebudayaan asing mulai
berkembang di wilayah sekitar. Pelabuhan Pariaman sangat maju dan ramai seperti yang sudah dijelaskan di atas hingga pertengahan abad ke-17.
4
Oleh karena beralihnya fungsi perhubungan melalui darat, dewasa ini Pariaman lebih dikenal sebagai kota pariwisata, dikarenakan disepanjang
pesisir pantainya banyak terdapat tempat-tempat rekreasi. Pariaman diresmikan sebagai kota otonom dengan diberlakukannya UU No.12 pada
10 April 2002. Berdasarkan undang-undang tersebut daerah otonom Pariaman sendiri terdiri dari empat kecamatan yaitu kecamatan Pariaman
Utara dengan luas 23,35 Km2, Kecamatan Pariaman Tengah dengan luas paling kecil yaitu 15,68 Km2, Kecamatan Pariaman Selatan dengan luas
16,82 Km2, dan Kecamatan Timur dengan luas 17,51 Km2.
5
3
Drs. M.D. Mansoer.dkk. Sejarah Minangkabau. Djakarta : Bhratara, 1970, h.39.
4
Drs. M.D. Mansoer.dkk. Sejarah Minangkabau, h. 40-41.
5
Pariaman dalam Angka 2013. No catalog 1102001. 1377 Pariaman : Badan Pusat Statistik Pariaman Kota Pariaman, 2013, h. 3.