Keberadaan Para Aktivis HTI Sebagai Sumber Daya

aurat anggota HTI lebih menekankan pada budaya ketimuran yang diyakini sebagai budaya pro- syari‟at Islam. Asumsi ini dapat dibuktikan dengan banyaknya anggota HTI terutama muslimah HTI di lingkungan kampus UIN yang begitu ketat dalam mengatur persoalan busana. Busana yang ditekankan muslimah HTI adalah busana yang menutup aurat seperti pemakaian jilbab, rok panjang, dan baju-baju muslimah yang umumnya menutup seluruh bagian tubuh. Bagi mereka pemakain jins, rok mini, kaos pendek bagi wanita adalah budaya berbusana ala Barat yang sengaja diperuntukan untuk merusak kultur berbusana Islam, untuk itu perlu dihindari. 61 Beberapa sikap dan karakter di atas melahirkan asumsi bahwa terdapat kemiripan-kemiripan terutama pada aspek karakter yang dimiliki gerakan Islam HTI dengan gerakan fundamentalis atau lebih tepatnya dikenal dengan Islam fundamentalis. Meminjam apa yang dikonseptualisasikan oleh Fazlur Rahman, fundamentalisme Islam merupakan reaksi terhadap kegagalan modernisme Islam klasik, karena ternyata yang disebut terakhir ini tidak mampu membawa masyarakat dan dunia Islam kepada kehidupan yang lebih baik, sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai gantinya fundamentalisme Islam mengajukan tawaran solusi dengan kembali kepada sumber-sumber Islam yang murni dan otentik, dan menolak segala sesuatu yang berasal dari warisan modernisme Barat. 62 61 Wawancara penulis dengan Zakiyatun Nufus anggota muslimah HTI UIN Jakarta dilakukan pada 27 Mei 2013, di kantin fakultas dakwah dan komunikasi. Pukul 13.00 wib. 62 Ahmad Nur Fuad, “Interrelasi Fundamentalisme dan Orientasi Ideologi Gerakan Islam Kon temporer”, Jurnal Ilmiah, h. 4. Konseptualisai Fazlur yang menekankan pada otentifikasi dan penolakan terhadap gagasan modern oleh gerakan fundamentalis Islam, sedikit banyak ada kemiripan dengan karakter yang dibangun dalam HTI. Gagasan khilafah yang menjadi central perjuangan politik HTI adalah gagasan klasik dalam struktur pemerintahan Islam. HTI mendambakan terbentuknya romentisme sejarah yang dahulu pernah berjaya dalam Islam untuk kembali ditegakkan pada era kontemporer saat ini. 63 Kemudian, penolakan HTI terhadap ide-ide modern seperti demokrasi, kapitalisme, nasionalisme, komunisme dan sebaginya sepertinya cukup relevan dengan gagasan Fazalur. Selain Fazlur sarjana lain yang mengkontruksi term fundamentalis Islam adalah Basam Tibi dan Roxnne L. Euben, mereka mendefinisikan fundamentalisme Islam sebagai gerakan religio-politik kontemporer yang memiliki hasrat untuk mengembalikan seluruh masalah dalam ranah sosial maupun politik kepada teks keagamaan quran dan sunah sebagai rujukan dasarnya. 64 Barsandar pada beberapa teori yang dikemukakan di atas bahwa ada beberapa karakteristik yang mirip antara gerakan HTI dengan gerakan fundamentalis Islam. Oleh karena itu, hal ini pula yang menjadi argumentasi penulis atas kesimpulan yang menyebut habwa HTI sebagi gerakan eksemplar dan salah satu representasi dari dari gerakan fundamentalis Islam di kampus UIN Jakarta. 63 Arifin, Ideologi dan Praksis Gerakan Sosial Kaum Fundamentalis: Pengalaman Hizb al- Tahrir Indonesia, h. 100. 64 Euben, Musuh dalam Cermin: Fundamentalisme Islam dan Batas Rasionalisme Modern, trj. Satrio Wahono, h. 42.

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Awal persentuahan HTI di Kampus UIN Jakarta dimulai sejak 2001. Pase ini pola gerakan HTI masih bersifat eklusif dan struktur keorganisasian HTI belum begitu solid, sehingga hal ini berpengaruh pada efektivitas penyampaian gagasan-gagasan mereka di lingkungan kampus. Dimulai pada 2002 hingga saat ini di 2013, aktivitas HTI semakin terorganisir dengan baik, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa kegiatan- kegiatan yang diselenggarakan oleh para aktivis HTI seperti hal aqah’am di masjid-masjid yang ada di sekitar kampus yaitu Masjid Fathullah, Masjid Al-Mukhlisin Legoso, Masjid Al-Muhgirah, dan lain-lain. Keterlibatan HTI dalam membangun afiliasi dengan masjid bukan tanpa alasan. Selain tempat ibadah masjid masjid menjadi sentral bagi berkumpulnya mahasiswa-mahasiswa sehingga hal ini dianggap instrumen yang sangat ideal untuk mennyampaikan gagsan-gagasan HTI pada jamaah khususnya mahasiswa UIN Jakarta. Selain masjid pola lain yang dibangun HTI untuk menyampaikan pesannya yaitu memanfaatkan hubungan personal pertemanan dan keluarga, membentuk kelompok studi di lingkungan kampus seperti kelompok studi LISMA HTI, Gema Pembebasan, SRIKAYA, Muslimah HTI dll, dan terlibat dalam pembingkaian isu-isu baik agama maupun non agama. Pola gerakan dengan memanfaatkan hubungan pertemanan dan keluarga dimanfaatkan sebagai cara untuk mempengaruhi para mahasiswa agar tertarik dengan gagasan-gagasan HTI sehingga mereka akan lebih mudah masuk menjadi anggota HTI. Hubungan pertemanan dan keluarga biasanya lebih mudah karena hal ini dibentuk atas dasar hubungan emosional yang kuat. Dalam oprasinya para aktivis HTI biasanya melakukan pendekatan-pendekatan yang intensif terhadap para mahasiswa baik melalui interaksi langsung maupun dalam pertemuan-pertemuan dalam berbagai acara. Pola yang lainnya adalah membentuk kelompok- kelompok studi. Pola ini bertujuan untuk memperdalam intelektual para anggota HTI agar dapat menjadi kader yang berwawasan. Selain untuk mengembangkan wawasan, aktivitas diskusi juga berfungsi sebagai media komunikasi penyampaian pesan dan gagasan-gagasan HTI terhadap mahasiswa yang statusnya bukan kader. Ini bisa terjadi karena dalam beberapa kegiatan diskusi HTI biasanya mengajak mahasiswa yang bukan kader untuk terlibat dalam diskusi, dengan kata laian diskusi tersebut bersifat terbuka untuk umum. Pola terakhir adalah pembingkaian isu. Dalam proses pembingkaian isu ini HTI terlibat dalam dalam mengkontruksi makna yang dihadirkan dalam isu-isu popular yang berkembang. Adapun transformasi hasil pembingkaian ini disampaikan