Visi dan Misi HTI di Kampus UIN Jakarta
                                                                                Islam  pun  dianggapsamasebagaikelompok  yang  membahayakan.
40
Lebih  lanjut Zallum mengatakan:
Maka  dari  itu,  predikat  fundamentalisme  yang  diletakan  pada  Islam  dan  gerakan- gerakan  Islam  sebagaimana  dilekatkan  pada  gerakan  Kristen,  adalah  predikat  yang
salah dan tendensius. Tidak sesuai dengan fakta ajaran Islam dan fakta orang-orang yang  berjuang  mengembalikan  Islam  dalam  kehidupan.  Sebab  mereka  berusaha
untuk merubah realitas kehidupan kaum muslimin yang buruk, yang merupakan hasil dari penerapan sistem buatan manusia dalam  kehidupan. Ini jelas bertolak belakang
dengan aktivitas gerakan-gerakan fundamentalis Kristen yang berusaha melestarikan pola  kehidupan  orang  Kristen  sebelum  era  kapitalisme  baik  secara  formal  maupun
substansial.
Dengan  demikian,  predikat  fundamentalisme  yang  diberikan  Amerika  dan  Eropa kepada  gerakan-gerakan  Islam,  tidak  lain  adalah  bentuk  memerangi  kembalinya
Islam dalam kehidupan. Ini memang masalah yang strategis, bahkan sangat vital bagi Barat.  Karena  mereka  sangat  berambisi  untuk  mempertahankan  dunia  ketiga-
khususnya  negeri-negeri  Islam  sebagai  dunia  yang  terbelakang,  yang  jauh  dari kebangkitan  yang  hakiki.  Tujuannya  adalah  untuk  menghalang-halangi  kembalinya
negara  khilafah  yang  mencababut  sistem  kehidupan  mereka  dari  akar-akarnya  serta menghancurkan ketamakan dan keserakahan.
41
Berbagai  pandangan  Zallum  terkait  dengan  fundamentalisme  di  atas,  adalah bentuk  kritikan  dan  penolakan  terhadap  istilah  fundamentalisme  Islam.  Selain  dari
dimensi historis, istilah fundamentalisme juga sudah terlanjur tercederai  oleh stigma negatif seperti kelompok yang keras, teroris, intoleran dan anarkis dalam aksinya. Hal
ini semakin menyulitkan kita dalam menghubungkan istilah fundamentalisme dengan HTI.
Dalam  kerangka  teoritis  yang  telah  di  jelaskan  dalam  bab  sebelumnya, penggunaan istilah fundamentalisme sebagai  ideal  type adalah salah  satu  cara untuk
40
Arifin,  Ideologi  dan  Praksis  Gerakan  Sosial  Kaum  Fundamentalis:  Pengalaman  Hizb  al- Tahrir Indonesia, h. 186-187.
41
Abdul  Qadim  Zallum,  Demokeasi  Sistem  Kufur:  Haram  Mengambil,  Menerapkan,  dan Menyebarluaskannya, Bogor: PustakaThariqulIzzah, 2003, h. 11.
memudahkan  kedua  istilah  tersebut  di  sejajarkan.  Berangkat  dari  sebuah  teori  yang dikemukakan  oleh  Euben  dan  Basam  Tibi  yaitu  fundamentalisme  merupakan
kelompok dan gerakan religio-politik yang berusaha mengubah sistem sekuler dengan sistem  politik  yang  didasarkan  pada  agama.
42
Selain  Euben  dan  Tibi,  kriteria fundamentalisme  yang  dikonseptualisasikan  oleh  Ibrahim  Abu  Bakar,  yaitu
fundamentalisme  memberikan  penekanan  pada  pembersihan  agama  dari  isme-isme modern seperti modernisme, liberalisme, humanisme, demokrasi dan lain-lain.
43
Merujuk  pada  para  sarjana  di  atas,  nampaknya  terdapat  bebrapa  persamaan karakter  yang  dimiliki  HTI  dengan  gerakan  fundamentalisme.  Sebagaimana  telah
umum  diketahui  bahwa  HTI  sejak  awal  mendeklarasikan  dirinya  sebagai  partai politik.  Dalam  gerakan  politiknya  HTI  dimanapun  mereka  berada  maka  akan
memperjuangkan  terbentuknya  tatanan  sosial  yang  Islami  dibawah  struktur  politik khilafah Islamiyah.
44
Jadi dimensi religio-politik yang melekat pada HTI relatif dekat dengan teoritisasi gerakan fundamentalisme Islam.
Selain dimensi politik, sikap HTI yang menolak berbagai ideologi Barat  juga turut  mempertegas  asumsi  bahwa  HTI  memiliki  kemiripan  dengan  gerakan
fundamentalis.  Berbagai  ideologi-ideologi  modern  seperti  kapitalisme,  komunisme, liberalisme, pluralisme, demokrasi dan sebagainya di tolak HTI. Di dalam pandangan
42
Ibid., h. 320.
43
Ulfiyah, Fundamentalisme Islam: Analisis Wacana Jurnal Tsawirul Afkar Edisi 13 Tahun 2002, h. 40.
44
Arifin,  Ideologi  dan  Praksis  Gerakan  Sosial  Kaum  Fundamentalis:  Pengalaman  Hizb  al- Tahrir Indonesia, h. 93-120.
                                            
                