Karya Mubarak, juga hampir serupa dengan Rahmat, yakni kedua peneliti tersebut meletakan HTI ke dalam konteks yang lebih general. Keduanya tidak mengangkat
satu objek tunggal, sehingga penelitiannya terlihat hanya mendeskripsikan saja. Namun, usaha yang dilakukan kedua peneliti tersebut patut diapresiasi karena
keduanya telah memberikan sumbangsih yang besar terhadap pengetahuan akademisi dan kontribusi refrensi tentang gerakan sosial. Oleh karena itu, penelitian yang
dilakukan penulis saat ini tidak lepas dari kontribusi para sarjana di atas, khususnya dalam hal pemberian refrensi.
E. Kerangka Teoritis 1. Teori Fundamentalis Islam
Menghubungkan gerakan Hizbut Tahrir Indonesia dengan gerakan fundamentalis bukanlah perkara yang mudah bagi siapapun yang tertarik meneliti
kedua gerakan ideologis tersebut. Dalam wacana gerakan-gerakan sosial kedua gerakan di atas HizbutTahrir dan fundamentalis tersebut nampak jelas sisi
perbedaannya baik secara historis maupun dari sumber keduanya dilahirkan. Selain itu, Penelaahan para sarjana mengenai gerakan Islam fundamentalis masih
mengundang pro dan kontra. Terlebih gerakan fundamentalis seolah sudah terlanjur tercederai oleh stigma negatif, sehingga cukup sulit bagi penulis untuk
menghubungkan kedua gerakan ini dengan gerakan Islam. Berangkat dari teoritisasi Eumen dan Tibi, yang menggolongkan
fundamentalisme sebagai gerakan-religio politik dan berorientasi membangun sebuah
tatanan politik agama, maka langkah penulis meletakan fundamentalisme sebagai kerangka teori dalam penelitian ini sedikit banyak telah menuai dukungan teoritis.
25
Adapun soal istilah fundamentalisme dalam penelitian ini digunakan hanya sebagai tipe ideal ideal type, agar cara penggunaannya lebih fleksibel, sehingga dengan
meletakan HTI sebagai ideal type, maka akan mempermudah penulis menghubungkan gerakan HTI ke dalam kerangka fundamentalisme.
Cara kerja peletakan ideal type yang dilakukan penulis adalah dengan mengidentifikasi berbagai karakteristik yang dianggap memiliki kesamaan yang satu
dengan yang lain. Tentu saja berbagai kriteria HTI yang sama dengan gerakan fundamentalis tidak bisa dijadikan patokan untuk menilai apakah HTI dapat
dikatagorikan fundamentalis atau tidak. Namun, berbagi ciri-ciri tertentu semata-mata berfungsi sebagai woring hypothesis untuk membantu melihat persoalan yang
mengandung kemiripan-kemiripan. Dengan kata lain, jika suatu fenomena kaberagamaan hanya memenuhi satu atau dua kriteria bukan berati dia tidak dapat
diasosiasikan pada suatu golongan tertentu fundamentalis. Sebaliknya, bila fenomena tersebut memiliki kriteria lebih dari tiga, ia juga tidak dapat dikeluarkan
dari katagori kelompok tertentu fundamentalis. Penelitian yang dilakuakan Martin E. Marty dan R. Scott Appleby, ketika
meneliti tentang fundamentalisme dan radikalisme menunjukan cara pendekatan yang
25
Dikutup dari Arifin, Ideologi dan Praksis Gerakan Sosial Kaum Fundamentalis: Pengalaman Hizb al-Tahrir Indonesia, h. 320.