Tahapan Pembinaan dan Pengkaderan Al-Tahqif

kesamaan antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam tahapan berinteraksi dengan umat seluruh organisasi HTI diamanapun mereka berada akan memparkekan langkah gerakan yang sama, termasuk di UIN Jakarta. Tahapan berinteraksi dengan umat merupakan kelanjutan dari tahapan pertama yang berlangsung selama tiga tahun. Dalam tahapan kedua ini HTI melakukan interaksi dengan masyarakat untuk menyampaikan pesan-pesan Islam pada masyarakat. Target yang ingin dicapai pada tahapan kedua yaitu, HTI berkeinginan pemikiran Islam yang telah ditetapkan oleh HTI bisa diterima menjadi pemikiran secara luas. Jika pemikiran HTI bisa diterima secara luas, maka perjuangan HTI untuk mendirikan kembali daulah khilafah Islam dapat dilakukan. 30 Agar tahapan ini berhasil memenuhi target, HTI melakukan kegiatan-kegiatan strategis seperti tathqif murakkaz pembinaan yang intensif. Dalam pembinaan ini setiap aktivis HTI berkewajiban melakukan pengkaderan yang dimulai dengan merekrut calon anggota baru. tathqif murakkaz ini merupakan forum pembinaan terhadap anggota halaqah‟am yang telah memiliki komitmen dan setuju dengan gagasan-gagasan HTI. Tathqif Murakkaz memiliki tujuan untuk mencetak kader yang mampuh mewujudkan cita-cita HTI. Pada umumnya tathqif murakkaz dibagi dalam dua jenjang yang didasarkan pada kemampuan peserta dalam menyerap ide-ide HTI. Jenjang pertama disebut dengan darisin yaitu, peserta yang bersetatus sebagai pengkaji ide-ide HTI. lebel 30 Farid Wadzi, “Amal Politik Partai Islam”, al-Wa‟ie, 1 Juli 2004, 38. darisin ini juga berlaku dalam halaqah‟am HTI, dimana peserta halaqah‟am juga sebut darisin atau mudaris, hanya saja kitab dan level meteri yang diberikan itu berbeda. Kedua, disebut hizbiyyun. Level hizbiyyun ini adalah level keanggotaan sah HTI dengan kata lain ketika seseorang berada dalam level ini maka ia diakui secara formal sebagai anggota HT. 31 Dalam tradisi pembinaan HTI seseorang yang menjadi pembina dalam tahapan ini disebut musrif. Keberadaan seorang musrif memiliki peran penting, kerena seorang musrif harus mengetahui perkembangan darisin baik dari pemikiran maupun dari perbuatannya. Jumlah anggota dalam tahapan ini pun sama dengan pembinaan pertama, dimana seorang musrif diberikan kewenangan membina maksimal lima orang darisin. Keberadaan jumlah yang relatif sedikit itu diharapkan musrif dapat lebih mudah mengetahui perkembangan anggotanya secara mendalam. Ada beberapa aspek yang harus diketahui oleh seorang musrif terhadap anggota binaannya. Pertama adalah musrif diwajibkan mengetahui pemikiran anggotanya, apakah ide-ide HTI telah diserap sebagai pemikiran yang mutajasad mendarah daging dalam kehidupannya atau belum. Kedua, afa‟al perbuatan-perbuatan anggota halaqah‟am, artinya aspek ini berfungsi untuk mengukur konsistensi setiap anggota HTI. Dalam pembahasan sebelumnya dijelaskan bahwa setiap anggota halaqah ‟am diwajibkan 31 Syamsul Arifin, Ideologi dan Praksis Gerakan Sosial Kaum Fundamentalis: Pengalaman Hizb al-Tahrir Indonesia, 163. untuk merekrut anggota baru, maka musrif akan mengukur apakah merka menjalankan kewajibandnya atau tidak. Selain kewajiban terhadap organisasi musrif juga harus mengetahui apakah anggota konsisten dalam menjalankan ibadah yang diwajibkan oleh hukum syara. Jika berbagai kriteria di atas telah diketahui dan dijalankan oleh peserta, maka ia akan dinyatakan sebagai hizbiyyun anggota HT. 32 Dalam hal perekrutan anggota HTI bersifat terbuka artinya bagi siapa saja yang ingin dan tertarik terhadap ide-ide HTI, maka dia diperbolehkan untuk bergabung dengan HTI. Ust. Fadlan, dalam dialog dengan penulis mengatakan: Di HTI akan menerima siapa saja yang siap mengemban amanah yang telah dikonstruksi oleh Hizbut Tahrir Indonesia. HTI tidak melakukan selektifitas yang ketet terhadap kader, hanya saja setiap individu akan diwajibkan mengikuti pembinaan yang intensif di HTI. Adapun latar belakang anggota tersebut HTI tidak mempermasalahkan hal itu, entah dia dari Muhamadiyah, NU, dan dari golongan manapun termasuk persoalan jenis kelamin. 33 Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat keanggotaan HTI bersifat terbuka artinya setiap orang Islam diperbolehkan menjadi anggota HTI. Kedua, anggota HTI terikat dengan aqidah Islam dan thaqafah HTI; ketiga, anggota HT harus memiliki komitmen mengambil dan menerapkan ide-ide dan pendapat- 32 Cara mengangkat idividu-individu kedalam Hizb al-Tahrir adalah dengan memeluk aqidah Islam, matang dalam taqafah Hizb-al-Tahrir, serta serta mengambil dan menetapkan ide-ide dan pendapat-pendapat Hizb al-Tahrir. Dia sendirilah yang mengharuskan dirinya menjadi anggota Hizb al-Tahrir, setelah sebelumnya dia melibatkan dirinya dengan Hizb al-Tahrir; ketika dakwah telah berinteraksi dengannya dan ketika dia telah mengambil dan menetapkan ide-ide serta persepsi-persepsi Hizb al-Tahrir. Jadi ikatan yang dapat mengikat anggota Hizb-al-Tahrir adalah aqidah Islam dan taqafah Hizb al-Tahrir yang terlahir dari aqidah ini. Lihat Syamsul Arifin, Ideologi dan Praksis Gerakan Sosial Kaum Fundamentalis: Pengalaman Hizb al-Tahrir Indonesia, 163-164. 33 Wawancara dengan Ust. Fadlan, selaku ketua Komisariat HTI UIN Jakarta, pada 5 februari 2013. Pukul 15.00 wib, di Masjid Baiturrahmah Legoso Kel. Pisangan Kec. Ciputat Kota Tangerang Selatan Prov. Banten. pendapat HTI. Adapun komitmen calon anggota HTI dinyatakan dalam bentuk qosam sumpah dihadapan musrif dan masy‟ul penaggung jawab. Adapun materi yang di kaji pada tahapan tathqif murakkaz ini setiap darisin akan diberi materi yang diambil dari karya-karya Taqi ad-Din Al-Nabhani, seperti: Nizam Al-Islam, Mafahim Hizb Al-Tahrir, dan Al-Takattul Al-Hizbi. Kitab Nizam Al- Islam yang dikarang sekitar 1953 M ini menjadi kitab rujukan utama untuk kaderisasi anggota HT di seluruh dunia. Di Indonesia kitab ini telah diterjemaahkan dengan judul “Peraturan Hidup dalam Islam” , yang memuat kurang lebih 13 pokok pembahasan diantaranya; 1 Jalan Menuju Iman; 2 Qada dan Qadar; 3 Kepemimpinan Berfikir dalam Islam; 4 Tata Cara Mengemban Dakwah dalam Islam; 5 Hadarah Islam; 6 Peraturan Hidup dalam Islam; 7 Hukum Syara; 8 Macam- macam Syari‟at Islam; 9 Al-Sunnah; 10 Meneladani Perbuatan Rasullullah; 11 Melegalisasi Hukum-hukum Isla; 12 Rancangan Undang-undang Dasar dan Undang-undang; 13 Akhlak dalam Pandangan Islam. 34 Dalam kitab ini An-Nabhani menekankan perluanya sebuah ideologi Islam sebagai alternatf dari berbagai ideologi Barat. An-Nabhani meyakini bahwa ideologi Islam itu sempurna dan memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan ideologi- ideologi lain. Menurut An-Nabhani ideologi Islam didasarkan pada aqidah yang memiliki cakupan yang luas dalam pembahasannya. Berbagai permasalahan dalam 34 Arifin, Ideologi dan Praksis Gerakan Sosial Kaum Fundamentalis: Pengalaman Hizb al- Tahrir Indonesia, h. 166 kehidupan manusia bagi An-Nabhanni berakar pada persoalan aqidah, maka jika persoalan manusia ingin dipecahkan, dan bahkan bisa mengarah pada kebangkitan, hal yang harus dibenahi adalah persoalan aqidah sebagai landasan berfikirnya. Dalam ungkapan yang lebih konseptual terkait ideologi An-Nabhani terdiri dari dua unsur penting. 35 Pertama, fiqrah konsepsi yang memuat aqidah aqliyah dan sistem aturan nizam merupakan pemecahan terhadap berbagai permasalahan dalam bentuk sekumpulan hukum syara yang mengatur kehidupan manusia dengan berbagai masalahnya seperti hukum-hukum ibadah, hukum jual beli, pernikahan dan lain sebagainya. Unsur pertama ini menurut An-Nabhani perlu dijadikan al-aqidah al- fiqriyah aqidah berfikir dan al-qiyadah al-fiqriyah kepemimpinan ideologis. Unsur kedua dalam ideologi adalah thariqah yaitu, cara menerapkan berbagai pemecahan terhadap permasalahan manusia, cara untuk memelihara aqidah, dan cara untuk menyebarkan aqidah. Adapun kitab mafahim hizb al-tahrir kitab ini bisa dikatakan sebagi kelanjutan dari kitab sebelumnya. Kitab mafhim ini lebih menjelaskan pada pernyataan visi dan misi HTI, sedangkan nizam merupakan manifesto ideologi HTI. Dalam mahfim ini ditegaskan bahwa HTI merupakan partai politik yang memiliki visi ingin melangsungkan kembali kehidupan Islam isti‟naf al-hayat al-Islamiyah. Pada ummnya visi-misi ini berlaku pada semua HTI di seluruh dunia, termasuk di UIN 35 Ibid., h. 168-169.