Struktur Kesempatan Politik Political Opportunity Structure

mendukung pada pergerakan HTI di lingkungan kampus UIN Jakarta. Karena mereka diberikan kelonggaran untuk bebas bergerak dan menggembangkan organisasinya pada mahasiswa.

2. Mobilisasi Sumber Daya Resource mobilsation

Kajian terhadap teori sumber daya muncul sebagai respon terhadap kelemahan dari pendekatan gerakan sosial terutama pada model sosio-psikologis awal. Titik tolak pendekatan sosio-psikologis berawal dari asumsi bahwa keseimbangan sistem merupakan suatu kondisi sosial yang natural. Dari perspektif ini masyarakat secara organis menghasilkan infrastruktur kelembagaan yang mengatur keseimbangan antara input dan output dalam sistem politik. Tuntutan-tuntutan sosial diakomodasi oleh lembaga-lembaga responsif yang menyalurkan dan menangani kepentingan untuk menghasilkan kebijakan yang optimal. Dalam kasus HTI di kampus UIN Jakarta pendekatan mobilisasi sumber daya cukup relevan untuk digunakan dengan harapan dapat mendeteksi pola gerakan yang mereka kembangkan. Dibentuknya beberapa subsistem dalam tubuh organisasi HTI adalah indikator yang dapat menjelaskan bahwa HTI teribat dalam pemangfaatan sumber daya demi terwujudnya cita-cita berama dalam organisasi. Merujuk pada strategi pergerakan yang dikembangkan HTI bahwa pergerakan HTI pada saat ini dimanapun mereka berada sedang dalam fase berinteraksi dengan umat marhalah al-tafaul ma‟a al-ummah. Target yang ingin dicapai dalam tahapan ini yaitu pemikiran Islam yang telah diterapkan oleh HTI bisa diterima menjadi pemikiran umat secara luas. Jika pemikiran HTI diterima oleh umat, maka perjuangan HTI untuk mendirikan kembali daulah khilafah Islam dapat dilakukan. Oleh karena itu, untuk menyampaikan pesan-pesan tersebut HTI di UIN Jakarta membentuk subsitem organisasi seperti kelompok-kelompok diskusi sebagaimana dikenal dengan Gema Pembebasan, Muslimat HTI UIN Jakarta, SRIKAIA, Muslim Science Community MMC dan sebagainya. 29 Selain untuk menyampaikan pesan dakwah keberadaan kelompok-kelompok diskusi ini juga dapat dijadikan media untuk merekrut anggota baru HTI, karena pada momen-momen tertentu aktivitas diskusi ini bersifat terbuka sehingga memungkinkan untuk orang yang berada di luar HTI bergabung didalamnya. Pemangfaatan sumber daya organisasi HTI di UIN Jakarta tidak hanya terlihat pada adanya berbagai subsistem di atas, namun para aktivis HTI juga melakukan afiliasi ke masjid-masjid di sekitar kampus UIN Jakarta. Karena masjid menawarkan jaringan organik yang menghubungkan komunitas HTI dari berbagai tempat. Selain itu, masjid juga menjadi media empuk untuk memperluas pemikiran-pemikiran HTI terutama melalui agenda-agenda pengajian. Selain gerakan masjid dan kelompok dakwah, HTI di UIN Jakarta memiliki sumber daya media seperti pembentukan webset www.htiuinjakarta.or.id , dan facebook Kampus Ideologis, radio HTI 29 Wawancara penulis dengan Ust. Fadlan ketua komisariat HTI cepter Ciputat UIN Jakarta, Pada 5 Febriari 2013, pukul 15.00 wib di Masjid Baiturrahmah Legoso Kel. Pisangan Kec.Ciputat Kota Tangerang Selatan Prov. Baaten. berafiliasi dengan Radio Dakwah Kampus di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, bulitin Gema Pembebasan, Al-Islam, koran media umat, majalah al- Waie dan lain-lain. Selain sumber daya media HTI di UIN Jakarta juga memiliki sumber daya keanggotaan yang solid dan militan. Meskipun jumlah kader yang dimiliki HTI tidak sebanyak organisasi HMI atau PMII di kampus UIN Jakarta, namun dalam hal mengelola kader HTI cukup mempuni. Seperti dikatakan oleh Ust.Gustar dalam persoalan halaqah saja para aktivis HTI hampir setiap hari dilakukan di sekitar kampus UIN Jakarta. Selanjutnya dalam observasi penulis ketika mengikuti beberapa kali kegiatan-kegiatan HTI, penulis menemukan istilah “iltizmat” membayar infak yang rutin setiap bulan bagi kader dan pelajar HTI. Adanya kesukarelaan dan rutinitas dari para aktivis HTI dalam memberikan kontribusi materi merupakan indikator bahwa dalam hal pemangfaatan sumber daya yang dimiliki HTI cukup baik dan anggota adalah sumber daya yang potensial bagi berkembangnya HTI di kampus UIN Jakarta. Pendekatan sumber daya melihat gerakan-gerakan sosial sebagai suatu yang rasional, suatu manifestasi tindakan yang terorganisasi. Penegasan utama pendekatan ini bahwa ketika ketidakpuasan tersebar luas, namun gerakan tidak ada. Untuk menyikapi masalah ini maka diperlukan adanya variabel penjelas yang akan menerjemaahkan tiap-tiap ketidakpuasan menjadi pernyataan yang terorganisasi. 30 Bagi pendekatan mobilisasi sumber daya, para pengelola gerakan membentuk organisasi-organisasi gerakan sosial, infrastruktur kelembagaan dan personil untuk menghasilkan pilihan-pilihan dan tindakan-tindakan yang efektif. Para peserta gerakan bukanlah tidak rasional melainkan bergabung dengan gerakan karena beragam insentif dan tujuan. Wilayah oprasi pendekatan ini terfokus pada infrastruktur dan sumber daya organisasi yang dimiliki gerakan sosial. Gerakan sosial membentuk wadah bagi mobilisasi, mekanisme komunikasi, dan staf-staf profesional melalui proses birokratisasi dan difrensiasi kelembagaan yang di desain untuk mengkoordinasi dan mengorganisasi perseteruan. Melalui infrastruktur yang kuat dan kokoh maka gerakan dapat mengarahkan aktivisme untuk memaksimalkan dampak dan pengaruh serta strategi ini pun akan membantu mempermudah kaderisasi massa. 31 Sekurang-kurangnya terdapat tiga aspek infrastruktur yang sangat penting dibahas dalam pendekatan ini, yaitu basis keanggotaan, jejaring komunikasi, dan pemimpin atau tokoh. 32

3. Proses Pembingkaian Framing

Selain dimensi-dimensi kesempatan politik dan mobilisasi sumber daya, analisis gerakansosial semakin kuat mengkaji bagaimana individu-individu peserta 30 Ibid., h. 32. 31 Mukhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, h. 20-22 32 Ibid., h. 22 mengkonsptualisasikan diri mereka sebagai suatu kolektivitas, bagaimana para calon peserta diyakinkan untuk berpartisipasi, dan cara dimana makna diproduksi, diartikulasikan dan disebarkan oleh aktor-aktor gerakan melalui proses interktif. Lebih umum istilah ini dikenal dengan studi tentang pembingkaian framing. Bingkai merupakan skema-skema yang memberikan sebuah bahasa dan sarana kognitif untuk memahami pengalaman-pengalaman dan peristiwa dari luar. Skema ini sangat penting bagi gerakan sosial, karena akan dijadikan modal untuk menyebarkan penafsiran gerakan dan dirancang untuk memobilisasi para peserta dukungan. Gwenn Okruhlik mengemukakan, bingkai adalah sarana dunia atau alat yang memberi aturan dan pengertian tentang dunia yang tanpanya dunia akan tampil membingungkan; hal ini berlangsung karena bingkai menawarkan bahasa yang lengkap atau menyusun makna dari berbagai persoalan yang dipertikaikan. Para aktivis gerakan sosial membingkaikan perjuangan politik dengan cara mengemukakannya ke publik dan simpatisan fanatik. 33 33 Ketika sebuah bingkai digunakan ketengah masyarakat, bingkai itu harus memiliki kredibilitas empiris yang dapat diperbandingkan dengan pengalaman-pengalaman lain dan kejituan narasi. Dengan kata lain, bingkai harus relevan dengan kepercayaan, pengalaman, dan narasi-narasi budaya terdahulu. Dari sisi fungsi bingkai di definisikan kedalam beberapa fungsi sebagaimana dijelaskan oleh David Snow dan Robet Benford, pertama gerakan sosial membangun bingkai-bingkai yang mendiagnosis kondisi sebuah persoalan yang perlu ditangani. Kedua, gerakan memberikan pemecahan terhadap persoalan tersebut termasuk kritik dan strategi tertentu yang dimaksudkan untuk berfungsi sebagai penawar untuk kondisi yang rapuh. Ketiga, gerakan memberikan alasan dasar untuk memotivasi tumbuhnya dukungan dan tindakan kolektif. Bingkai-bingkai motivasi ini diperlukan untuk meyakinkan para calon peserta agar mereka benar-benar terlibat dalam aktivisme, dengan demikian akan merubah publik bisa menjadi anggota. Lihat Wiktorowicz, Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, h. 39-391.