Analisis Hasil Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

berkurang. Pada soal posttest yang diberikan, diperoleh hasil posttest bahwa kemampuan merencanakan penyelesaian masalah pada kelas eksperimen sebesar 67,7 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 57,11. Sebagai gambaran umum hasil penelitian mengenai kemampuan pemecahan masalah siswa, berikut ini akan ditampilkan soal masalah beserta jawaban posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Salah satu hasil kerja siswa adalah sebagai berikut: Masalah: Disebuah gedung terdapat lapangan parkir yang dapat menampung 365 kendaraan roda dua dan roda empat. Tarif parkir untuk kendaraan roda dua adalah Rp. 1.000,00 dan tarif parkir kendaraan roda empat Rp. 2.000,00. Jika tempat parkir terisi penuh, maka akan diperoleh Rp. 515.000,00. a. Apa yang diketahui dari soal diatas? b. Buatlah kedalam model matematikanya? c. Berapa perbandingan jumlah kendaraan roda dua dengan kendaraan roda empat? d. Uji kembali jawabanmu kedalam persamaan e. Berikan kesimpulan dari jawabanmu? Jawaban: Gambar 4. 4 Contoh Hasil Jawaban Posttest No. 4 Siswa Kelas Eksperimen Gambar 4. 5 Contoh Hasil Jawaban Posttest No. 4 Siswa Kelas Kontrol Contoh hasil test kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di atas merupakan hasil posttest seorang siswa dikelas eksperimen dan seorang siswa dikelas kontrol yang sama-sama mendapatkan skor maksimum soal nomor 4 pada posttest. Dari jawaban di atas, terlihat bahwa siswa sudah mampu merencanakan penyelesaian masalah sesuai aturan yang diajarkan. kebanyakan siswa di kelas eksperimen mampu merencanakan masalah, sebagian besar siswa menggunakan metode eliminasi-substitusi untuk menyelesaikan masalah. Siswa memahami dengan baik metode penyelesaian eliminasi-substitusi namun beberapa siswa tidak cermat pada saat menyusun rencana sehingga menghasilkan jawaban yang salah. Mereka menggunakan pemahamannya bahwa untuk menyelesaikan permasalahan tentang persamaan linier dua variabel harus mencari nilai x dan y dengan metode eliminasi dan substitusi, kemudian akan didapatkan solusi dari persamaan linier dua variabel tersebut. Sedangkan siswa pada kelas kontrol dalam menyelesaikan permasalahan tentang persamaan linier dua variabel tahap memahami masalah dan merencanakan masalah sudah benar namun penyelesaian dan kesimpulannya kurang tepat. Sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa kelas kontrol masih kurang. Indikator 3: Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah Pada soal posttest yang diberikan, disimpulkan bahwa kemampuan melaksanakan rencana penyelesaian masalah menduduki persentase terendah dari empat komponen pemecahan masalah. Hal ini disebabkan karena siswa kurang menguasai operasi hitung dalam matematika sehingga dalam menyelesaikan masalah masih kurang tepat. Sehingga rata-rata jawaban siswa masih salah. Dari hasil perhitungan tes kemampuan pemecahan masalah matematis diperoleh bahwa kemampuan melaksanakan rencana penyelesaian masalah pada kelas eksperimen sebesar 42,4 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 32,52. Hal ini menunjukan bahwa dalam melaksanakan rencana penyelesaian masalah siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Namun secara umum kemampuan melaksanakan rencana penyelesaian masalah siswa masih rendah karena masih kurang dari 50. Sebagai gambaran umum hasil penelitian mengenai kemampuan pemecahan masalah siswa, berikut ini akan ditampilkan soal masalah beserta jawaban posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Salah satu hasil kerja siswa adalah sebagai berikut: Masalah: Harga 3 kg apel dan 4 kg jeruk adalah Rp. 72.000,00. Jika harga 1 kg apel Rp. 12.000,00. maka: a. Apa informasi yang didapatkan dari soal diatas? b. Buatlah model matematikanya? c. Berapa harga 5 kg jeruk? d. Uji kembali jawabanmu kedalam persamaan Jawaban: Gambar 4. 6 Contoh Hasil Jawaban Posttest No. 3 Siswa Kelas Eksperimen Gambar 4. 7 Contoh Hasil Jawaban Posttest No. 3 Siswa Kelas Kontrol Contoh hasil test kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di atas merupakan hasil posttest seorang siswa dikelas eksperimen dan seorang siswa dikelas kontrol pada soal nomor 3 pada posttest. Pada jawaban siswa kelas eksperimen sudah mampu melaksanakan rencana penyelesaian namun kelas kontrol di atas tampak bahwa siswa sudah mampu merencanakan penyelesaian namun dalam melaksanakannya masih kurang tepat, dikarenakan pemahaman siswa tentang operasi hitung masih kurang. Siswa memahami dengan baik metode penyelesaian eliminasi-substitusi namun siswa tidak cermat pada saat melaksanakan rencana penyelesaian masalah sehingga menghasilkan jawaban yang salah. Indikator 4: Memeriksa Kembali Terhadap Solusi Pentingnya melakukan pengujian, karena jika hasil pengujian sudah teruji kebenarannya maka nilai variabel yang ditanyakan dalam soal juga benar. Pada soal posttest yang diberikan, diperoleh hasil posttest bahwa kemampuan memeriksa kembali terhadap solusi pada kelas eksperimen sebesar 68,2 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 47,06. Sebagai gambaran umum hasil penelitian mengenai kemampuan pemecahan masalah siswa, berikut ini akan ditampilkan soal masalah beserta jawaban posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Salah satu hasil kerja siswa adalah sebagai berikut: Masalah: Koperasi MTsN 32 menjual pensil dan buku dengan harga sebagai berikut:  Harga dua buah pensil dan tiga buah buku Rp.13.000,00  Harga lima buah pensil dan empat buah buku Rp.22.000,00 Jika Sekar membawa uang sebanyak Rp.20.000,00 dan uang tersebut akan dihabiskan untuk membeli pensil dan buku. Maka: a. Apa yang kamu ketahui dari soal tersebut? b. Buatlah kedalam model matematika? c. Berapa banyak pensil dan buku yang mungkin dapat Sekar beli? d. Uji kembali jawabanmu kedalam persamaan e. Berikan kesimpulan dari jawabanmu? Jawaban: Gambar 4. 8 Contoh Hasil Jawaban Posttest No. 5 Siswa Kelas Eksperimen Gambar 4. 9 Contoh Hasil Jawaban Posttest No. 5 Siswa Kelas Kontrol Contoh hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di atas merupakan hasil postest seorang siswa dikelas eksperimen dan seorang siswa dikelas kontrol yang sama-sama mendapatkan skor maksimum soal nomor 5 pada posttest Terlihat dari jawaban hasil posttest diatas, sebagian siswa sudah melakukan pengujian hasil kedalam salah satu persamaan. Siswa sudah mulai menyadari pentingnya melakukan pengujian, karena jika hasil pengujian sudah teruji kebenarannya maka nilai variabel yang ditanyakan dalam soal juga benar.Siswa kelas eksperimen mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik dan dalam menyelesaikan permasalahan menggunakan komponen- komponen pemecahan masalah, sehingga menghasilkan solusi yang dapat dijadikan kesimpulan.Sedangkan pada kelas kontrol siswa sudah mampu menyelesaikan soal tersebut.Namun, sebagian siswa masih belum menggunakan komponen-komponen pemecahan masalah secara keseluruhan.Sehinga skor yang didapatkan belum maksimal. Untuk lebih jelas, persentase skor per indikator kemampuan penalaran induktif dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.9 Perbandingan Persentase per Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah MatematisSiswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol No. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen Kontrol 1.

2. 3.

4. Memahami Masalah

Merencanakan penyelesaian Melaksanakan Rencana Memeriksa Kembali 90,7 67,7 42,4 68,22 81,37 57,11 32,52 47,06 Total 67,26 54,52 Dari tabel dapat dilihat bahwa persentase per indikator kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Berdasarkan tabel dan penjelasan mengenai analisis hasil jawaban siswa di atas, menunjukkan bahwa kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan pendekatan diskursifberbeda secara signifikan daripada kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan pendekatanekspositori, yaitu pembelajaran matematika menggunakan pendekatan diskursif lebih baik dari pada pembelajaran matematika menggunakan pendekatan ekspositori.

b. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Pada pertemuan awal proses pembelajaran, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa belum mencapai hasil yang optimal. Siswa masih bingung dalam mengerjakan bahan ajar yang diberikan karena mereka belum terbiasa menyelesaikan soal-soal non rutin yang membutuhkan proses memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan rencana serta memeriksa solusi. Siswa masih banyak yang mengobrol dan kesulitan berdiskusi dengan teman sekelompoknya. Pada saat siswa diminta mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas,siswa masih terlihat malu-malu dan sulit untuk menyampaikan hasil diskusinya kepada siswa lain, sehingga sedikit siswa yang menanggapi presentasi temannya. Hal ini disebabkan oleh faktor kebiasaan siswa pada pembelajaran sebelumnya yang bersifat pasif, siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang ditulis guru di depan kelas.Dari hasil diskusi siswa belum terlihat kemampuan pemecahan masalah matematisnya karena jawaban dari bahan ajar yang diberikan kepada siswa masih banyak yang salah. Pada pertemuan selanjutnya sedikit demi sedikit ada perubahan yang baik pada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, hal ini dilihat dari hasil diskusi siswa dan hasil latihan.Pada pertemuan pertama siswa masih bingung dan belum memahami maksud soal pada bahan ajar.Materi pada pertemuan pertama adalah mengenai persamaan linier satu variabel dan persamaan linier dua variabel. Soal pada bahan ajar adalah mengemukakan gagasan tentang PLSV dan PLDV, Membuat berbagai macam model matematika dari masalah yang berkaitan dengan PLSV dan PLDV, Membuat Penafsiran masalah yang berkaitan dengan model- model matematika dari PLSV dan PLDV yang disajikan sehinggajawaban siswa pada bahan ajar belum tepat. Pada pertemuan selanjutnya, siswa sudah terbiasa dengan soal-soal kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal ini terlihat dari jawaban siswa, siswa sudah terbiasa menyelesaikan soal-soal non rutin yang membutuhkan proses memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan rencana serta memeriksa solusi. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa cukup meningkat dibandingkan pada awal pertemuan. Kemampuan berpikir siswa lebih meningkat dalam memahami masalah, merencanakan masalah, menyelesaikan masalah, memeriksa kembali solusi yang didapatkandan bertanya jika mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah ataupun kurang memahami materi. Siswa pun lebih berani mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas dan siswa yang lain pun tidak malu dan tidak ragu-ragu dalam mengungkapkan pendapatnya. Hal ini sejalan dengan NCTM, yang berpendapat bahwa By learning problem solving in mathematics, student should acquire ways of thinking, habits of persistence and curiousity, and confidence in unfamiliar situations that will serve them well outside the mathematics classroom. Dengan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika, siswa harus memperoleh cara berpikir, kebiasaan ketekunan dan kepercayaan diri dalam situasi asing yang akan melayani mereka dengan baik di luar kelas matematika. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas kontrol yang diberi pengajaran dengan menggunakan pendekatan ekspositori pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel belum optimal, pada proses pembelajaran siswa masih ribut sendiri, kurang fokus dan tidak peduli dalam proses pembelajaran, kurang paham pada materi serta penjelasan yang disampaikan oleh guru.Siswa hanya memperoleh informasi berdasarkan konsep yang dijelaskan oleh guru.Siswa cenderung pasif dan tidak memperoleh pengalaman belajar secara terbuka melalui pengalamannya sendiri.Siswa hanya menyelesaikan suatu permasalahan dengan pengetahuan yang disampaikan oleh gurunya saja.Sehingga saat diberi soal evaluasi, kebanyakan siswa mengerjakan soal kemampuan pemecahan masalah matematis seperti soal biasa pada umumnya.

2. Proses Pembelajaran di Kelas dengan Pendekatan Diskursif

Pendekatan pembelajaran di kelas yang diajarkan pada kelas eksperimen adalah pendekatan diskursif, sedangkan pada kelas kontrol menggunakan pendekatan ekspositori. Pendekatan diskursif yang diajarkan menggunakan 5 langkah pembelajaran meliputi diskusi dan debat kelompok, debat kelompok, elaborasi, penemuan jawaban dan menyimpulkan solusi dari masalah. Pada penelitian ini, pembelajaran pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol di desain secara berkelompok dan diberi bahan ajar. Namun, bahan ajar yang diberikan pada dua kelas tersebut tidak sama. Bahan ajar pada kelas eksperimendidesain dengan tahap-tahap pendekatan diskursif. Pembelajaran dengan pendekatan diskursif mencakup lima langkah pembelajaran dengan disertai teknik-teknik pemberian masalah non rutin yang open ended. Pada kelas kontrol pembelajaran yang dilakukan menggunakan pendekatan ekspositori dengan memberikan contoh masalah kemudian dikerjakan bersama-sama. Pendekatan diskursif dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel menghasilkan pemahaman yang baik dan kemampuan pemecahan masalah matematis pun lebih baik dibandingkan dengan pendekatanekspositori. Dengan pendekatan diskursif siswa lebih dituntut untuk mengasah komunikasinya, yang memfokuskan pada kegiatan debat dengan memberikan alasan-alasan logis, keberanian bertanya dan menjawab dengan menggunakan masalah sebagai bahan diskusi. Selama pembelajaran siswa menyelesaikan persoalan-persoalan, menyetujui pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, dan strategi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Diharapkan nantinya akan tertanam kemampuan memecahkan suatu permasalahan lebih mantap dalam diri siswa. Pembelajaran siswa pada kelas kontrol lebih terpaku pada guru.Siswa kurang mengeksplor pengetahuan dari berbagai sumber. Dalam pembelajaran seharusnya siswa akan mendapatkan berbagai informasi dari guru. namun, di kelas kontrol proses pembelajaran pun belum maksimal. Dengan kata lain siswa yang pandai akan mengerti yang dijelaskan oleh guru sedangkan siswa yang kurang pandai jika tidak mengerti hanya diam saja karena tidak memiliki

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen Di SMP Bhinneka Tunggal Ika)

15 64 203

Pengaruh metode penemuan terbimbing (guided discovery) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa : penelitian quasi eksperimen terhadap siswa Kelas VIII SMPI Ruhama.

2 21 217

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

Pengaruh Pendekatan Open Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen di MTs Annajah Jakarta)

1 14 197

Pengaruh pendekatan konstruktivisme strategi react terhadap kemampuan pemahaman relasional matematis siswa : Penelitian quasi eksperimen di kelas VIII SMPN 18 Kota Tangerang Selatan

0 7 0

Pengaruh pembelajaran kooperatif type quick on the draw terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa : Penelitian quasi eksperimen di kelas VIII SMP PGRI 35 Serpong

2 7 193

Pengaruh strategi heuristik vee terhadap kemampuan penalaran induktif matematis siswa : Penelitian quasi eksperimen di kelas viii MTS Daarul Hikmah, Pamulang Barat

5 38 219

PENGARUH PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

1 11 46

PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN DISKURSIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF-CONCEPT SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

5 15 49

PENGARUH STRATEGI METAKOGNITIF TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 6 YOGYAKARTA.

1 3 103