51
2.9.1. Muara Baimbai
Muara Baimbai merupakan nama gabungan dari dua kelompok yakni kelompok laki-
laki “kayu baimbai” dan juga kelompok perempuan „muara tanjung”. Muara baimbai saat ini sudah berbentuk menjadi badan koperasi
sehingga mempunyai badan hukumnya. Kayu Baimbai merupakan nama kelompok yang dipakai ketika awal mula berdirinya kelompok laki-laki pada
masyarakat nelayan di Kampoeng Nipah Sei Nagalawan. Kelompok nelayan ini didirikan oleh seorang warga masyarakat nelayan bernama Pak Sutrisno. Latar
belakang kenapa kelompok ini dibuat yakni untuk membebaskan keterikatan antara nelayan dengan toke. Keterikatan itu terjadi karena banyak nelayan yang
tidak memiliki alat tangkap maupun perahu sendiri yang pada akhirnya tokelah yang memfasilitasi atau membantu nelayan-nelayan yang tidak memiliki alat
tangkap maupun perahu sendiri. Keterikatan yang dialami nelayan kepada toke ini membuat hasil tangkapan yang diperoleh nelayan harus dijual kepada toke yang
sebelumnya sudah membantu dia dalam penyediaan alat tangkap maupun perahu. Nelayan menjual hasil tangkapannya kepada toke dengan harga yang ditentukan
oleh tokenya sendiri. Hal ini membuat nelayan tidak dapat berbuat apa-apa dalam menentukan harga jualnya.
Banyak cara yang dilakukan kelompok untuk dapat melepaskan anggota- anggota yang masih terikat dengan toke. Cara pertama yang dilakukan kelompok
yakni dengan “infaq sotong”. Infaq sotong di sini maksudnya yakni setiap anggota yang tergabung dalam kelompok setelah pulang melaut menyisihkan 3 ekor
Universitas Sumatera Utara
52
sotong untuk kas kelompok. Uang kas kelompok yang terkumpul kemudian digunakan untuk membebaskan anggota yang terikat dengan Toke.
Tahun 2010 kelompok nelayan yang sudah didirikan ini mendapatkan bantuan dari program pemerintah yakni PNPM Mandiri. Program yang didapat
kelompok dari pemerintah ini kemudian digunakan untuk membebaskan anggota- anggota kelompok yang masih terikat dengan toke. Setelah semua anggota mulai
terlepas dari keterikatan dengan toke, anggota-anggota sudah mempunyai perahu, jaring, penangkap gurita, dan jaring kepiting sendiri.
Setelah terlepas dari toke, anggota-anggota dapat menjual hasil tangkapannya melalui kelompok sendiri yang kemudian dijual langsung kepada
toke besar. Kelompok sendiri berjalan tidak semulus yang dibayangkan. Dalam perjalanannya ada beberapa anggota yang keluar masuk karena tidak dapat
terlepas dari toke. Beberapa anggota masih tergantung dengan toke karena ia sudah terbiasa dengan bantuan yang diterima oleh toke seperti alat tangkap.
Dalam perjalanannya kelompok nelayan laki-laki memiliki beberapa kegiatan yang dilakukan didalamnya seperti infaq sotong yang sudah dijelaskan
sebelumnya, ada juga yang namanya absensi nelayan, selisih harga, Simpanan Hasil Usaha SHU dan konservasi mangrove. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan
untuk memudahkan anggota dalam menjual hasil tangkap, tabungan anggota, dan juga untuk membuat uang kas kelompok yang semua itu akhirnya untuk
kesejahteraan para anggota yang tergabung didalamnya. Absensi nelayan maksudnya yaitu setiap anggota yang melaut membayar
uang sebesar 5 rbu, 10 rbu, 15 rbu, bahkan ada yang membayar 20 rbu. Uang yang
Universitas Sumatera Utara
53
dikumpulkan ke kelompok ini nantinya akan dipakai untuk merehap perahu, alat tangkap, maupun kebutuhan melaut lainnya. Tetapi, jika tidak ada keperluan maka
uang tersebut pun tidak diambil dan menjadi tabungan buatnya yang dapat diambil di waktu tertentu.
Kemudian ada yang namanya selisih harga. Selisih harga di sini maksudnya yaitu seperti harga hasil tangkapan yang dijual anggota kepada
kelompok sebesar Rp.80.000, tetapi kelompok membayar kepada anggota hanya sebesar Rp.78.000. Sisa Rp.2.000 ini yang dinamakan selisih harga yang
kemudian dibuat menjadi tabungan untuk masing-masing anggota. Tabungan ini nantinya akan diumumkan setiap bulannya kepada seluruh anggota.
Selanjutnya yakni Simpanan Hasil Usaha. Maksud dari Simpanan Hasil Usaha SHU ini yaitu hasil tangkapan yang sudah dibeli kelompok kemudian
dijual ke toke besar. Misalnya kelompok membeli hasil tangkap anggotanya sebesar Rp.80.000, kemudian kelompok menjual hasil tangkapan anggota kepada
toke besar menjadi Rp.100.000. Sisa sebesar Rp.20.000 digunakan kelompok untuk mengisi uang kas kelompok. uang ini digunakan untuk biaya operasional
kelompok. Kegiatan yang terakhir yakni konservasi hutan mangrove. Konservasi
hutan mangrove sendiri mulai dilakukan rutin sejak tahun 2004 sampai sekarang. Konservasi hutan mangrove dilakukan kelompok laki-laki dan juga kelompok
perempuan. Kegiatan ini dilakukan karena mulai tersadar akan pentingnya ekosistem mangrove yang didalamnya terdapat berbagai macam manfaat. Sub ini
akan dijelaskan pada bab berikutnya. Uraian singkat di atas merupakan ulasan
Universitas Sumatera Utara
54
tentang kelompok laki-laki. Di samping kelompok laki-laki, terdapat juga kelompok perempuan yang tidak lain merupakan istri-istri dari suami yang masuk
ke dalam anggota kelompok nelayan. Kelompok perempuan sendiri diketuai oleh istri dari ketua kelompok laki-laki yakni Buk Jumiati.
Kegiatan kelompok perempuan perempuan sangat berbeda dengan kegiatan yang dilakukan pada kelompok laki-laki. Kelompok laki-laki dalam
melakukan kegiatannya berorientasi pada hasil tangkap, sedangkan kegiatan kelompok perempuan awalnya hanya sebatas jual beli sembako. Kelompok
perempuan yang diketuai Bu Jumiati ini diberi nama Muara Tanjung. Kelompok ini didirikan pada tanggal 1 Oktober 2005. Kelompok ini mempunyai kegiatan
lain yang di bawakan oleh Lembaga Swadya Masyarakat LSM, Non Government Organization NGO maupun program pemerintah yang kemudian di
buat pelatihan untuk ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok Muara Tanjung. Pelatihan yang didapatnya antara lain pembuatan anyaman tikur purun, topi, dan
bentuk anyaman lainnya. Kemudian kelompok Muara Tanjung ini sendiri juga mendapatkan
pelatihan tentang pembuatan sirup dan kerupuk melalui bahan baku mangrove. Berjalannya waktu ilmu yang didapat dalam pengelolaan sirup dan kerupuk itu
mengalami modifikasi dikit demi sedikit yang akhirnya dapat dilihat hasilnya sekarang ini yang dibuat oleh kelompok Muara Tanjung.
Selain kegiatan ekonomi kreatif yang dilakukan oleh kelompok perempuan ini. Kegiatan yang terdapat dalam kelompok Muara Tanjung ini ada yang
namanya Credit Union CU. CU ini merupakan kegiatan simpan pinjam yang
Universitas Sumatera Utara
55
dapat digunakan oleh masyarakat yang tergabung dalam keanggotaan kelompok Muara Tanjung.
Pada tahun 2012 kelompok-kelompok ini diberikan saran oleh pemerintah untuk membuat koperasi agar ada badan hukumnya. Kelompok laki-laki dan
perempuan yang sudah tergabung menjadi satu akhirnya membentuk sebuah koperasi yang bernama Muara Baimbai gabungan antara nama Kayu Baimbai
dan Muara Tanjung. Koperasi ini sendiri dalam menjalankan fungsinya terdapat 4 macam jenis usaha:
1. Hasil Tangkap Nelayan 2. Pengelolaan ibu-ibu berbahan dasar mangrove
3. Simpan Pinjam yang dulunya Credit Union 4. Wisata Mangrove
2.9.2. Kelompok Maju Bersama