68
yang berair agak tawar, sepanjang masih terpengaruh pasang surut air laut yang mengantarkan buah-buahnya yang mengapung. Di tempat yang sesuai, tegakan
nipah membentuk jalur yang tidak terputus di belakang lapisan hutan bakau. Untuk pemanfaatannya nipah dapat digunakan untuk membuat atap rumah
yang daya tahannya berkisar antara 3-5 tahun. Daun nipah juga dapat dimanfaatkan menjadi kerajinan seperti anyaman topi, tikar, dan aneka keranjang
anyaman. Nipah sendiri juga dapat dimanfaatkan menjadi gula yang tidak kalah rasanya dengan gula yang berbahan baku tebu. Beberapa naskah lama juga
menyebutkan juga bahwasannya daun nipah digunakan sebagai alat tulis, bukannya daun lontar. Hal ini diperkuat hasil wawancara dengan Pak Idris.
“......Daun nipah dulunya dipakai juga sebagai alat tulis pada masa sebelum kertas ada nak....” wawancara tanggal 13 April
2016
2.11.3. Siapi-api Hitam Avicennia Alba
Untuk mangrove jenis siapi-api hitam ini paling banyak tumbuh di pesisir kawasan hutan mangrove yang dijadikan tempat wisata di daerah wilayah Desa
Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Mangrove jenis ini sendiri merupakan mangrove yang dijadikan kembali sebagai bibit untuk
ditanam di daerah-daerah pesisir yang belum ada ditanamin mangrove. Pohon mangrove jenis siapi-api memiliki akar yang bercabang, akar ini mengelilingi
pohon induknya dan akar siapi-api berada di atas permukaan lumpur yang. Akar mangrove jenis siapi-api ini seperti melindungi pohon induknya dan biasanya
berbentuk seperti jari.
Universitas Sumatera Utara
69
Mangrove jenis siapi-api ini tumbuh besar bisa mencapai ketinggian 20 meter. Pohon mangrove jenis ini tumbuh dengan menghasilkan banyak daun pada
setiap cabangnya, untuk buah yang dihasilkan jenis mangrove ini seperti kacang yang memanjang. Pohon ini jika dilihat dari kesat mata seperti hutan mangrove
yang padat dan rapat-rapat karena penyebarannya yang banyak ditambah dengan ketinggian pohon-pohonnya.
Kulit kayunya berwarna keabu-abuan atau kecoklatan. Daun siapi-api memiliki permukaan halus dengan bagian atas hijau
mengkilat. Bunga yang dihasilkan seperti trisula yang bergerombol hampir diseluruh ruas tandan. Secara ekologis, mangrove jenis ini hidup pada habitat
rawa dilokasi pantai yang terlindung.
2.11.4. Perepat Sonneratia Alba
Perepat atau pidada putih Sonneratia Alba adalah sejenis pohon penyusun hutan bakau. Pohon berbatang besar ini sering didapati di bagian hutan
yang dasarnya berbatu karang atau berpasir, langsung berhadapan dengan laut terbuka.
30
Pohon jenis mangrove ini selalu hijau, gundul karena tidak berambut atau banyak cabang, dengan baertajuk melebar, tinggi pohon jenis mangrove ini bisa
mencapai 3-15 meter, tetapi untuk maksimal pohon mangrove jenis ini dapat tumbuh sampai ketinggian 20 meter. Untuk warna kulit pohon atau kulit batang
berwarna krem hingga cokelat, dengan adanya retak-retak halus mendatar. Akar
30
Ibid Hal: 500-502
Universitas Sumatera Utara
70
napas pohon jenis mangrove ini tebal dan muncul berupa kerucut-kerucut runcing agak tebal, hingga 25 cm tingginya.
Kayu dari jenis mangrove ini sangat bagus untuk digunakan sebagai pondasi bangunan jika membuat bangunan seperti gubuk di daerah yang terendam
air. Kayu perepat berkualitas sedang. Kayu ini awet dalam air laut, tidak mudah belah dan menahan pasak dengan baik, sehingga acap kali dipakai untuk geladak,
rusuk dan siku-siku perahu. Perepat juga menghasilkan buah dengan berwarna kehijauan. Buah yang dihasilkan dinamai sebagai buah pedada dan bisa
dimanfaatkan sebagai olahan makan dan salah satunya dapat dimanfaatkan sebagai sirup mangrove pedada. Pohon mangrove jenis perepat ini tidak dapat
menghasilkan buah setiap saat, buah akan dihasilkan di waktu-waktu tertentu atau dapat dikatakan ada musimnya dimana buahnya akan tumbuh.
Untuk proses penanaman maupun pembibitan pohon mangrove jenis perepat ini dapat dengan mengumpulkan buahnya yang sudah tua dan jatuh dari
pohon induknya. Bibitnya sendiri bisa ditanam kembali ketanah setelah memiliki tinggi lebih kurang 15 cm dan memiliki beberapa helai daun.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penelitian ini mengkaji tentang kontestasi masyarakat nelayan yang terjadi dalam masyarakat Kampoeng Nipah di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan
Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Kontestasi merupakan sebuah persaingan, kompetisi, atau perseteruan yang dilakukan antara dua atau lebih
individu maupun kelompok yang bertujuan untuk menjadi pemenang sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku Firmanzah, 2008:73. Di wilayah Desa
Sei Nagalawan terdapat sebuah persaingan antara dua kelompok. Kedua kelompok bersaing dalam beberapa hal, mulai dari memperebutkan lahan
mangrove sampai dengan bersaing dalam pengelolaan tempat wisata. Persaingan terjadi karena kemiskinan yang ada pada masyarakat nelayan.
Menurut Semedi 1994:10-11 dalam bukunya Ketika Nelayan Sandar Dayung, kehidupan yang ada pada masyarakat nelayan merupakan sebuah
kemiskinan yang bersifat absolut, berikut kutipannya: “Tidak bisa diingkari bahwa kehidupan nelayan adalah kemiskinan
yang absolut dan mendasar. Absolut maksudnya mayoritas warga masyarakat nelayan adalah orang miskin karena memang miskin,
bukan sekedar miskin dalam perbandingan dengan kelompok lain. Sedangkan mendasar, artinya sumberdaya yang mereka jadikan
penopang hidup juga sudah dalam kondisi rusak parah. Ikan di laut menipis. Biaya investasi dan perbekalan melaut juga semakin
mahal”.
Universitas Sumatera Utara