Potensi Kerajinan Berbahan Purun Potensi Perikanan dan Kelautan Sejarah Mangrove Kampoeng Nipah

49 posisi tempat wisata ini berada di tengah-tengah antara tempat wisata mangrove dan juga pantai klang. Tahun 2015 pantai tengah ini berganti nama menjadi pantai romantis dengan menggunakan konsep kelambu-kelambu. Pantai romantis ini banyak dikunjungin oleh anak-anak muda karena konsep yang ditawarkan dalam wisata ini merupakan jiwa-jiwa para anak muda jaman sekarang.

2.7. Potensi Kerajinan Berbahan Purun

Tanaman purun banyak tumbuh di pesisir sungai yang terdapat di wilayah Sei Nagalawan. Banyaknya tanaman purun yang tumbuh subur di Sei Nagalawan membuat ibu-ibu yang biasanya hanya menunggu suami pulang melaut dirumah berinisiatif untuk membuat tanaman purun menjadi sebuah kerajinan yang dapat mempunyai nilai ekonomis tinggi. Tanaman purun sendiri merupakan sebuah tanaman atau rumput yang tumbuh liar di rawa dan pesawahan yang mengalami pasang surut. Tanaman atau rumput liar yang banyak tumbuh disulap kelompok ibu-ibu menjadi sebuah kerajinan tikar maupun kerajinan topi dan bentuk-bentuk lainnya. Tikar purun sendiri merupakan anyaman batang purun yang disusun menjadi alas untuk duduk yang besarnya atau lebarnya berkisar 2 sampai 3 meter persegi. Selain tikar banyak lagi bentuk-bentuk kerajinan purun yang dapat dibuat oleh ibu-ibu di Desa Sei Nagalawan. Universitas Sumatera Utara 50

2.8. Potensi Perikanan dan Kelautan

Desa Sei Nagalawan merupakan wilayah yang terletak di daerah pesisir. Desa Sei Nagalawan sendiri jugalah daerah yang paling jauh dari Ibu Kota Kecamatan Perbaungan. Untuk mata pencaharian masyarakatnya sendiri yang terkhusus di Dusun III yang merupakan wilayah yang paling dekat dengan pesisir, banyak laki-lakinya yang berprofesi sebagai nelayan yang memanfaatkan hasil laut untuk memenuhi kehidupannya. Untuk perikanannya sendiri wilayah Desa Sei Nagalawan terdapat budidaya ikan air tawar, maupun sawah yang dijadikan kolam untuk budidaya ikan. Selain budidaya ikan air tawar di kolam air tenang, terdapat juga budidaya ikan di air deras yang terdapat di sungai, dan tak lupa pulak terdapat kolam pancing di daerah Sei Nagalawan.

2.9. Sejarah Kelompok

Pada masyarakat yang tinggal diam di wilayah Desa Sei Nagalawan khusunya di Dusun III terdapat beberapa kelompok masyarakat yang dibuat ketika ada bantuan yang diberikan baik dari Lembaga Swadya Masyarakat LSMNon Goverment Organization NGO maupun dari pemerintah. Kelompok-kelompok dibuat karena salah satu syarat yang harus ada untuk mendapatkan bantuan ialah sebuah kelompok. bantuan yang diberikan antara lain bibit mangrove, lahan pertanian, dan juga bibit ikan. Berikut ini nama-nama kelompok yang terdapat di Dusun III Desa Sei Nagalawan beserta dengan uraian singkatnya. Universitas Sumatera Utara 51

2.9.1. Muara Baimbai

Muara Baimbai merupakan nama gabungan dari dua kelompok yakni kelompok laki- laki “kayu baimbai” dan juga kelompok perempuan „muara tanjung”. Muara baimbai saat ini sudah berbentuk menjadi badan koperasi sehingga mempunyai badan hukumnya. Kayu Baimbai merupakan nama kelompok yang dipakai ketika awal mula berdirinya kelompok laki-laki pada masyarakat nelayan di Kampoeng Nipah Sei Nagalawan. Kelompok nelayan ini didirikan oleh seorang warga masyarakat nelayan bernama Pak Sutrisno. Latar belakang kenapa kelompok ini dibuat yakni untuk membebaskan keterikatan antara nelayan dengan toke. Keterikatan itu terjadi karena banyak nelayan yang tidak memiliki alat tangkap maupun perahu sendiri yang pada akhirnya tokelah yang memfasilitasi atau membantu nelayan-nelayan yang tidak memiliki alat tangkap maupun perahu sendiri. Keterikatan yang dialami nelayan kepada toke ini membuat hasil tangkapan yang diperoleh nelayan harus dijual kepada toke yang sebelumnya sudah membantu dia dalam penyediaan alat tangkap maupun perahu. Nelayan menjual hasil tangkapannya kepada toke dengan harga yang ditentukan oleh tokenya sendiri. Hal ini membuat nelayan tidak dapat berbuat apa-apa dalam menentukan harga jualnya. Banyak cara yang dilakukan kelompok untuk dapat melepaskan anggota- anggota yang masih terikat dengan toke. Cara pertama yang dilakukan kelompok yakni dengan “infaq sotong”. Infaq sotong di sini maksudnya yakni setiap anggota yang tergabung dalam kelompok setelah pulang melaut menyisihkan 3 ekor Universitas Sumatera Utara 52 sotong untuk kas kelompok. Uang kas kelompok yang terkumpul kemudian digunakan untuk membebaskan anggota yang terikat dengan Toke. Tahun 2010 kelompok nelayan yang sudah didirikan ini mendapatkan bantuan dari program pemerintah yakni PNPM Mandiri. Program yang didapat kelompok dari pemerintah ini kemudian digunakan untuk membebaskan anggota- anggota kelompok yang masih terikat dengan toke. Setelah semua anggota mulai terlepas dari keterikatan dengan toke, anggota-anggota sudah mempunyai perahu, jaring, penangkap gurita, dan jaring kepiting sendiri. Setelah terlepas dari toke, anggota-anggota dapat menjual hasil tangkapannya melalui kelompok sendiri yang kemudian dijual langsung kepada toke besar. Kelompok sendiri berjalan tidak semulus yang dibayangkan. Dalam perjalanannya ada beberapa anggota yang keluar masuk karena tidak dapat terlepas dari toke. Beberapa anggota masih tergantung dengan toke karena ia sudah terbiasa dengan bantuan yang diterima oleh toke seperti alat tangkap. Dalam perjalanannya kelompok nelayan laki-laki memiliki beberapa kegiatan yang dilakukan didalamnya seperti infaq sotong yang sudah dijelaskan sebelumnya, ada juga yang namanya absensi nelayan, selisih harga, Simpanan Hasil Usaha SHU dan konservasi mangrove. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan untuk memudahkan anggota dalam menjual hasil tangkap, tabungan anggota, dan juga untuk membuat uang kas kelompok yang semua itu akhirnya untuk kesejahteraan para anggota yang tergabung didalamnya. Absensi nelayan maksudnya yaitu setiap anggota yang melaut membayar uang sebesar 5 rbu, 10 rbu, 15 rbu, bahkan ada yang membayar 20 rbu. Uang yang Universitas Sumatera Utara 53 dikumpulkan ke kelompok ini nantinya akan dipakai untuk merehap perahu, alat tangkap, maupun kebutuhan melaut lainnya. Tetapi, jika tidak ada keperluan maka uang tersebut pun tidak diambil dan menjadi tabungan buatnya yang dapat diambil di waktu tertentu. Kemudian ada yang namanya selisih harga. Selisih harga di sini maksudnya yaitu seperti harga hasil tangkapan yang dijual anggota kepada kelompok sebesar Rp.80.000, tetapi kelompok membayar kepada anggota hanya sebesar Rp.78.000. Sisa Rp.2.000 ini yang dinamakan selisih harga yang kemudian dibuat menjadi tabungan untuk masing-masing anggota. Tabungan ini nantinya akan diumumkan setiap bulannya kepada seluruh anggota. Selanjutnya yakni Simpanan Hasil Usaha. Maksud dari Simpanan Hasil Usaha SHU ini yaitu hasil tangkapan yang sudah dibeli kelompok kemudian dijual ke toke besar. Misalnya kelompok membeli hasil tangkap anggotanya sebesar Rp.80.000, kemudian kelompok menjual hasil tangkapan anggota kepada toke besar menjadi Rp.100.000. Sisa sebesar Rp.20.000 digunakan kelompok untuk mengisi uang kas kelompok. uang ini digunakan untuk biaya operasional kelompok. Kegiatan yang terakhir yakni konservasi hutan mangrove. Konservasi hutan mangrove sendiri mulai dilakukan rutin sejak tahun 2004 sampai sekarang. Konservasi hutan mangrove dilakukan kelompok laki-laki dan juga kelompok perempuan. Kegiatan ini dilakukan karena mulai tersadar akan pentingnya ekosistem mangrove yang didalamnya terdapat berbagai macam manfaat. Sub ini akan dijelaskan pada bab berikutnya. Uraian singkat di atas merupakan ulasan Universitas Sumatera Utara 54 tentang kelompok laki-laki. Di samping kelompok laki-laki, terdapat juga kelompok perempuan yang tidak lain merupakan istri-istri dari suami yang masuk ke dalam anggota kelompok nelayan. Kelompok perempuan sendiri diketuai oleh istri dari ketua kelompok laki-laki yakni Buk Jumiati. Kegiatan kelompok perempuan perempuan sangat berbeda dengan kegiatan yang dilakukan pada kelompok laki-laki. Kelompok laki-laki dalam melakukan kegiatannya berorientasi pada hasil tangkap, sedangkan kegiatan kelompok perempuan awalnya hanya sebatas jual beli sembako. Kelompok perempuan yang diketuai Bu Jumiati ini diberi nama Muara Tanjung. Kelompok ini didirikan pada tanggal 1 Oktober 2005. Kelompok ini mempunyai kegiatan lain yang di bawakan oleh Lembaga Swadya Masyarakat LSM, Non Government Organization NGO maupun program pemerintah yang kemudian di buat pelatihan untuk ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok Muara Tanjung. Pelatihan yang didapatnya antara lain pembuatan anyaman tikur purun, topi, dan bentuk anyaman lainnya. Kemudian kelompok Muara Tanjung ini sendiri juga mendapatkan pelatihan tentang pembuatan sirup dan kerupuk melalui bahan baku mangrove. Berjalannya waktu ilmu yang didapat dalam pengelolaan sirup dan kerupuk itu mengalami modifikasi dikit demi sedikit yang akhirnya dapat dilihat hasilnya sekarang ini yang dibuat oleh kelompok Muara Tanjung. Selain kegiatan ekonomi kreatif yang dilakukan oleh kelompok perempuan ini. Kegiatan yang terdapat dalam kelompok Muara Tanjung ini ada yang namanya Credit Union CU. CU ini merupakan kegiatan simpan pinjam yang Universitas Sumatera Utara 55 dapat digunakan oleh masyarakat yang tergabung dalam keanggotaan kelompok Muara Tanjung. Pada tahun 2012 kelompok-kelompok ini diberikan saran oleh pemerintah untuk membuat koperasi agar ada badan hukumnya. Kelompok laki-laki dan perempuan yang sudah tergabung menjadi satu akhirnya membentuk sebuah koperasi yang bernama Muara Baimbai gabungan antara nama Kayu Baimbai dan Muara Tanjung. Koperasi ini sendiri dalam menjalankan fungsinya terdapat 4 macam jenis usaha: 1. Hasil Tangkap Nelayan 2. Pengelolaan ibu-ibu berbahan dasar mangrove 3. Simpan Pinjam yang dulunya Credit Union 4. Wisata Mangrove

2.9.2. Kelompok Maju Bersama

Kelompok Maju Bersama ketika awal dibentuk karena terdapat sebuah bantuan dari sebuah LSM yang sama seperti kelompok Muara Baimbai tentang bibit mangrove. Untuk mendapatkan bantuan bibit pohon mangrove masyarakat di wilayah Sei Nagalawan membuat sebuah kelompok. Kelompok tersebut dibuat karena ada persyaratan yang harus dimiliki masyarakat kalau ingin mendapatkan bantuan bibit pohon mangrove. Salah satu kelompok masyarakat di Desa Sei Nagalawan dibuat dengan nama Maju Bersama yang diketuai oleh seseorang yang sudah lama berkecimpung di dalam salah satu organisasi kepemudaan yakni Universitas Sumatera Utara 56 Pemuda Pancasila dan juga merupakan seorang kontraktor di wilayah Perbaungan bernama Pak Saiful. Kelompok maju bersama ketika awal dibentuk hanya berkisar belasan orang dengan sebagian besar anggotanya saat ini yang berjumlah 60-an sudah banyak yang tidak pergi melaut lagi. Banyak anggota dari kelompok maju bersama yang tidak melaut dikarenakan ada sebagian yang sudah bekerja di perusahaan sebagai buruh, dan juga tentu sebagai pengelola tempat wisata pantai romantis. Kelompok Maju Bersama tidak memiliki banyak kegiatan seperti kelompok Muara Baimbai. Kelompok Maju Bersama dalam perjalanannya mengalami pasang surut dengan anggotanya yang tidak menentu. Kelompok Maju Bersama mulai membuat kegiatan kelompok ketika melihat kelompok Muara Baimbai sangat maju dengan program-program yang dibuat oleh mereka. Kelompok Maju Bersama kemudian mulai membuat kegiatan pengolahan mangrove menjadi beranekaragam jenis makanan baik kerupuk, sirup, maupun dodol.

2.10. Sejarah Mangrove Kampoeng Nipah

Awal mula luas lahan mangrove yang dikelola di kampoeng Nipah berkisar 7 ha. Luas mangrove yang 7 ha didapat tidak begitu saja terjadi, tahun 2006 kelompok konservasi mangrove Muara Baimbai medapatkan SK dari Desa yang didalamnya berisi tentang luas lahan yang dikelola oleh kelompok seluas 2 ha, tetapi terdapat catatan di dalam yang menyatakan kelompok boleh menanam Universitas Sumatera Utara 57 di lahan-lahan yang masih kosong. Dengan mengacu pada SK Desa Sei Nagalawan Nomor :6803SN2006 tentang Perlindungan Hutan Bakau, kelompok terus-menerus menanam mangrove yang lama-kelamaan luas mangrovenya pun semakin bertambah yang pada akhirnya menjadi 7 ha. Penanaman mangrove sendiri sebenarnya sudah dimulai atau dirintis sejak tahun 2004 yang digerakkan oleh sepasang suami istri yang bernama Pak Sutrisno dan Bu Jumiati. Mereka berdua yang sehari-harinya di panggil Pak Tris dan Bu Jum mulai menanam lahan-lahan yang kosong di daerah-daerah pesisir. Ketika awal-awal suami istri ini menanam mangrove banyak cibiran maupun hinaan yang dilontarkan oleh masyarakat yang melihat pekerjaan mereka. Kurangnya pengetahuan yang ada pada masyarakat membuat mereka berpikir apa yang dikerjakan Pak Sutrisno dan Bu Jumiati tidak ada manfaatnya. Masyarakat masih berpikir menanam mangrove merupakan pekerjaan yang tabu atau sia-sia tidak ada hasil yang didapat. Pak Tris dan Bu Jum lama-kelamaan mulai mengajak masyarakat yang lain untuk ikut serta menanam mangrove. Pak Tris dan Bu Jum kemudian berpikir untuk membuat sebuah kelompok nelayan laki-laki dan juga kelompok perempuan. Kelompok itu diketuai oleh Pak Tris, sedangkan kelompok perempuan diketuai oleh Bu Jum. Kegiatan kelompok nelayan laki-laki awalnya hanya seputar hasil tangkap nelayan seedangkan kelompok perempuan hanya seputar jual-beli sembako. Kelompok laki-laki diberi nama Kayuh Baimbai sedangkan kelompok perempuan diberi nama Muara Tanjung. Kelompok ini mengadakan pertemuan Universitas Sumatera Utara 58 setiap bulannya dan membahas permasalahan-permasalahan yang anggota hadapi. Dalam pertemuan ini setiap anggota mengutarakan ide-ide atau gagasan-gagasan keinginan mereka. Sekitar tahun 92-an masuk sebuah Lembaga Swadya Masyarakat LSMNon Government Organization NGO bernama Wadah Pengembangan Alternatif Pedesaan WPAP 22 . LSMNGO ini mengadakan pelatihan kepada kelompok-kelompok yang sudah dibentuk sebelumnya. Pada kelompok perempuan dibuat pelatihan pembuatan tikar purun dan juga topi purun. Sedangkankan pada kelompok laki-laki terdapat advokasi nelayan dalam permasalahan Trawl 23 . Ada sebuah program dari WPAP yang menjadi titik masuk dalam pengelolaan mangrove yakni “Mina Bakau”. Dalam program Mina Bakau ini NGO WPAP menyewa sebuah lahan dan membagikannya kepada anggota- anggota kelompok untuk ditanami mangrove dan diberi bibit ikan. Tetapi waktu itu banyak masyarakat yang belum mengerti apa manfaat dari mangrove sehingga banyak anggota yang tidak menanam mangrove di lahan yang telah dibagikan untuk mereka. Luas lahan yang disewa NGO WPAP untuk masyarakat seluas 8 rante 24 . Berawal dari mendirikan remaja mesjid Pak Tris mulai mengorganisir masyarakat yang tinggal diam di daerah pesisr. Pak Tris kemudian mulai ikut serta dalam kegiatan-kegiatan NGO WPAP dan mengikuti pengkaderan anggota 22 Sebuah Lembaga Swadya yang bergerak dalam pengembangan masyarakat di Desa-Desa tertinggal dengan seorang tokoh didalamnya yang bernama Pak Sudarno. 23 T awl e asal da i ahasa pe a is t ole da juga ahasa I gg is t aili g ya g a ti ya sa a yakni ta ik , sehi gga T awl ada ya g e ga tika se agai ja i g ta ik Fi i , 24 1 rante 20x20 m. Universitas Sumatera Utara 59 didalamnya. Setelah beberapa kali mengikuti kegiatan NGO WPAP, Pak Tris kemudian masuk ke dalam kepengurusan NGO WPAP dengan menjabat sebagai koordinator program. Menurut Pak Tris pengetahuan tentang hubungan mangrove dengan nelayan, maupun nelayan dengan toke sudah tertanam dipikiran anggota ketika masa orang-orang tua mereka dan di modifikasi dengan pikiran-pikiran kelompok Pak Tris yang merupakan generasi kedua setelah orang tua mereka sampai sekarang ini. Bedanya kalau dahulu pihak luar yang ingin merubah kesejahteraan masyarakat nelayan di sana, sedangkan kalau sekarang dalam masyarakat sendirilah yang ingin merasakan perubahan. Sampai sekarang ini yang mengorganisir kelompok sebagian besar merupakan tokoh-tokoh yang dahulunya ikut serta dalam pengkaderan WPAP seperti Pak Tris, Bu Jum, dan juga Pak Saini. Pengetahuan Pak Tris tentang pengelolaan mangrove tidak didapatnya dalam dunia formal yakni sekolah. Pak Tris mendapatkan pengetahuan itu semua di dalam NGOLSM yang banyak membahas tentang hutan mangrove. Tahun 1994-1997 Pak Tris mengikutin pendidikan kader yang mana didalamnya Pak Tris mendapatkan banyak sekali ilmu, ilmu ini lah yang nantinya akan Pak Tris sampaikan ketika adanya pertemuan bulanan kelompok nelayan yang dibuatnya. Ketika Pak Tris masuk dalam kepengurusan WPAP, terdapat banyak program yang dilakukan untuk proses pengkaderan anggota. Dalam proses pengkaderan anggota banyak ilmu yang didapat Pak Tris. Salah satu proses pengkaderan yang pernah diikutin Pak Tris yaitu K2PSDM Kelompok Kerja Universitas Sumatera Utara 60 Peningkatan Sumber Daya Manusia 25 . Kelompok ini dibangun oleh banyak LSM kecil yang terdapat di berbagai daerah di Sumatera Utara. Setiap LSM kecil mewakilkan 2 orang kadernya untuk ikut serta dalam program K2PSDM. Dalam perkembangannya Pak Tris setelah menikah tahun 2002 kembali ke daerah Sei Nagalawan dan tinggal disana. Beliau kembali melaut untuk mencukupin kebutuhan sehari-harinya. Setiap harinya ia melakukan kegiatan yang sama dan merasa hidupnya tidak ada perkembangan. Akhirnya ia mengumpulkan kawan-kawan ketika berada di LSM untuk membuat sebuah kelompok nelayan yang bernama Kayuh Baimbai dan kelompok perempuan bernama Muara Tanjung. Ketika awal-awal pendirian kelompok, kegiatan yang dibuat kelompok masih tetap lancar dilakukan setiap harinya. Tetapi dalam perkembangannya kelompok laki-laki mengalami pemandekan atau kevakuman, sedangkan kelompok perempuan masih terus berlangsung sampai sekarang setelah terbentuk koperasi. Kelompok laki-laki mengalami kemandekan menurut Pak Tris karena pada waktu itu kelompok laki-laki masih tergantung pada pola pikir yang selalu ke warung, dalam sehari seseorang dapat nongkrong di warung sebanyak 4 kali. Hal ini membuat tidak adanya interaksi yang terjadi dalam sebuah kelompok yang akhirnya membuat kelompok tersebut tidak berjalan semestinya. Sedangkan kelompok perempuan masih terus berlangsung sampai sekarang karena adanya interaksi yang sering terjadi diantara mereka. Kelompok perempuan masih sering berjumpa untuk membicarakan agenda kelompok mereka. 25 Salah satu program LSM WPAP yang berkerjasama dengan LSM P3MN bergerak dalam bidang peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan yang didalamnya terdapat tokoh bernama Pak Leo. Universitas Sumatera Utara 61 Salah satu hal yang membuat kelompok Pak Tris bertahan sampai sekarang ini yaitu adanya rasa kekeluargaan, terjadi ikatan emosional diantara mereka yang tergabung dalam kelompok ini. Ada 3 hal yang mereka anut dalam pengelolaan kelompok ini yaitu Keterbukaan, Kebersamaan, dan Keikhlasan. Berikut hasil wawancara dengan Pak Tris; “untuk membuat kelompok sampai seperti saat ini tidak mudah dek, kami dulu diantara anggota masih banyak yang saling curiga, tidak percaya, apalagi waktu membahas soal dana pasti banyak yang menanyakan kemana saja dananya dipakai. Tapi kelompok saat ini sudah diantara anggota kelompok sudah saling mempercayai karena kami di sini mempunyai 3 prinsip yakni Keterbukaan, Kebersamaan, Keikhlasan. Ke-3 itu lah yang kami praktekkan di kelompok sampai saat ini” Hasil wawancara tanggal 14 Maret 2016 Setelah program Mina Bakau berlangsung, Pak Tris mulai mengajak anggota-anggota kelompok untuk menanam mangrove di lahan-lahan kritis. Lahan-lahan kritis ini merupakan lahan mangrove yang sudah rusak karena adanya pembuatan tambak udang besar-besaran di tahun 80-an. Setelah musim tambak udang selesai sekitar tahun 90-an banyak lahan-lahan di pesisir pantai yang sudah tidak ada mangrovenya lagi. Lahan-lahan inilah yang dipakai kelompok untuk ditanami mangrove. Bibit-bibit mangrove yang dipakai diambil kelompok dari daerah Langkat karena pada waktu itu mangrove yang terdapat di pesisir Sei Nagalawan sudah tinggal sedikit yang merupakan sisa tahun 1993. Perlu waktu 2 hari 2 malam untuk sampai ke daerah Langkat dengan menaiki perahu untuk membeli bibit disana dan membawanya ke daerah pesisir Sei Nagalawan. Universitas Sumatera Utara 62 Banyak lembaga-lembaga yang ikut serta dalam proses pengelolaan mangrove pada saat itu diantaranya JALA Jaringan Advokasi Nelayan Sumatera Utara 26 , yayasan KeKar Kekuatan Ekonomi Rakat yang memberi bibit mangrove, bebek, dan mengadakan pelatihan bagaimana beternak, P3MN Pusat Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Nelayan 27 yang mengadakan pelatihan kepada kelompok, mangement, pengetahuan mangrove, penanaman mangrove dan pemberian bibit. Tahun 2009 kelompok mulai mempromosikan keluar dengan memperkenalkan hutan mangrovenya kepada pemerintah setempat. Pada tahun 2009 juga kelompok sudah mulai mendesain wisata mangrove dan menyebarluaskan informasi ini kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD atau dinas pemerintahan setempat. Setelah memperkenalkan wisata mangrove ini kepada pemerintah dan mengundangnya untuk melihat ketika kelompok melakukan penanaman mangrove. Akhirnya pemerintah memberikan bibit mangrove yang banyak tersimpan di kantor tadinya kepada kelompok Pak Tris. Ketika waktu itu kelompok Pak Tris berpikir dalam pengelolaan wisata mangrove memerlukan dukungan dari pemerintah, karena yang diolahnya merupakan kegiatan formal yang bakalan ada ikut serta pemerintah didalamnya. 26 Lembaga Swadya Masyarakat JALA di bentuk oleh beberapa orang termasuk ketua kelompok muara baimbai untuk mengadvokasi kegiatan-kegiatan nelayan. Di dalam LSM terdapat banyak tokoh seperti Pak Edi Suhartono, Kak Aida, dan Bang Saruhum. 27 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Nelayan P3MN adalah Organisasi Non Pemerintah yang didirikan oleh sejumlah aktivis di Sumatera Utara pada tanggal 12 Juli 1996. LSM ini memperjuangkan nelayan sebagai bagian penting dalam pembangunan bangsa dengan Visi Te wujud ya pe gelolaa pesisi da laut ya g e asis pada asya akat da li gku ga . Te wujud ya asya akat elaya t adisio al ya g a di i da k itis . Salah satu tokoh ya g terdapat didalamnya yakni Pak Leo yang sampai sekarang masih banyak digunakan kelompok muara baimbai sebagai trainer untuk guide. Universitas Sumatera Utara 63 Sehingga kelompok Pak Tris mencoba untuk membina hubungan yang baik dengan dinas-dinas terkait dan membina kerja sama. Salah satu dinas yang bekerja sama dengan kelompok yakni Balai Mangrove. Tahun 2011 kelompok muara baimbai mulai mendesain bagaimana wisata mangrove yang akan dibuat. Ketika tahun 2011 terdapat sebuah perlombaan yang diadakan oleh British Council 28 . Pak Tris sendiri diberi tahukan informasi tentang perlombaan tersebut dari temannya yang berada di Medan. Kelompok ini lolos untuk tahap berikutnya tetapi karena keterlambatan informasi yang diterima kelompok ini gagal untuk ikut tahap berikutnya. Periode berikutnya kelompok muara baimbai mengikuti lagi dan lolos tahap demi tahap dengan pemaparan proposal yang dipersentasikan oleh Pak Tris di Jakarta. Setelah masuk 12 besar, wisata mangrove yang didirikan kelompok Pak Tris dikunjungin oleh panitia perlombaan dan akhirnya setelah pengumuman kelompok ini pun menang dan berhak mendapatkan uang sebesar 100 juta. Uang yang didapat ketika memenangkan perlombaan itu dipakai untuk membangun aula dan juga pondok-pondok di sepanjang pesisir wisata mangrove yang kelompok buat. Setelah itu mulailah kelompok mempromosikan wisata mangrove ke dinas-dinas maupun ke sekolah-sekolah. Kelompok ini menawarkan wisata yang berbeda dengan tempat wisata-wisata lainnya. Di wisata mangrove diberikan juga tentang edukasi mangrove bagaimana manfaat mangrove, sejarahnya, dan banyak ilmu lainnya seputaran pengetahuan tentang mangrove. 28 British Council adalah organisasi internasional asal Inggris yang menawarkan kesempatan pendidikan dan hubungan budaya. British Council hadir di Indonesia semenjak tahun 1948 dan melakukan perubahan yang lebih baik di bidang bahasa Inggris, Seni, pendidikan, dan kemasyarakatan. Universitas Sumatera Utara 64 Pada tahun 2011 mulai gencarnya wisata mangrove ini di promosikan ke masyarakat luas dengan bekerja sama dengan travel. Awalnya keuntungan kelompok diperoleh dari guide dan penyediaan makanan dari wisatawan yang dibawak oleh pihak travel tadi. Pada tahun 2014 mulai lah berlaku pengutipan tiket masuk tempat wisata. Wisata mangrove ini dikelola secara kolektif tidak perorangan. Untuk pembagian kerja sendiri sudah dibagi setiap harinya, untuk gaji laki-laki di bagi setiap harinya, sedangkan gaji perempuan akan dibagi ketika lebaran idul fitri mau tiba. Di sekitaran pesisir pantai timur sumatera yang berada di Kabupaten Serdang Bedagai terdapat 14 macam lokasi wisata yang ada dan salah satunya wisata mangrove yang terdapat di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Wisata mangrove sendiri masuk kedalam 5 besar penghasil Pendapatan Daerah dari tempat wisata. Dengan umur tempat wisata yang belum terlalu lama wisata mangrove dianggap berhasil dalam peningkatan pendapatan daerah. Dengan keberhasilan yang dicapai wisata mangrove banyak pengusaha objek wisata yang mulai belajar dari keberhasilan tempat wisata ini. Para pengusaha datang ke wisata mangrove dan belajar bagaimana membuat konsep wisata maupun management yang baik.

2.11. Keanekaragaman Mangrove di Kawasan Ekowisata

Dokumen yang terkait

Ekowisata Mangrove (Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Kampoeng Nipah, Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai)

20 256 138

Studi Kelayakan Pengolahan Kerupuk Mangrove, Kasus : Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai

20 378 75

Kontestasi Masyarakat Nelayan (Studi etnografi Mengenai Polemik Dalam Pengelolaan Lahan Mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 16

Kontestasi Masyarakat Nelayan (Studi etnografi Mengenai Polemik Dalam Pengelolaan Lahan Mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 1

Kontestasi Masyarakat Nelayan (Studi etnografi Mengenai Polemik Dalam Pengelolaan Lahan Mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 1 31

Kontestasi Masyarakat Nelayan (Studi etnografi Mengenai Polemik Dalam Pengelolaan Lahan Mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 1 39

Kontestasi Masyarakat Nelayan (Studi etnografi Mengenai Polemik Dalam Pengelolaan Lahan Mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

1 1 2

BAB II GAMBARAN UMUM SEI NAGALAWAN 2.1 Sekilas Tentang Desa Sei Nagalawan - Ekowisata Mangrove (Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Kampoeng Nipah, Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai)

0 0 15

Ekowisata Mangrove (Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Kampoeng Nipah, Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai)

1 1 17

MANGROVE Kasus: Desa Sei Nagalawan Dusun III Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai SKRIPSI

0 1 12