Penyusutan Bilah Bambu Andong

16 Tabel 2.6 Penyusutan bilah bambu andong No Ruas Penyusutan dari kondisi basah ke kering udara Penyusutan dari kondisi kering udara ke kering oven Lebar L Tebal T LT Lebar L Tebal T LT 1 5.33 4.39 1.21 3.18 1.96 1.62 2 5.64 5.59 1.01 3.05 2.66 1.15 3 6.49 5.20 1.25 4.01 3.64 1.10 4 6.34 5.68 1.12 4.24 3.10 1.37 5 6.79 5.50 1.23 4.95 3.07 1.61 6 6.17 4.47 1.38 4.98 3.44 1.45 7 6.46 5.52 1.17 4.81 4.02 1.20 8 5.70 4.90 1.16 5.29 3.57 1.48 9 7.16 6.55 1.09 4.24 3.15 1.35 10 6.98 6.24 1.12 5.81 3.59 1.62 Rerata 6.31 5.40 1.17 4.46 3.22 1.39 SD 0.60 0.69 0.10 0.89 0.58 0.19 KV 9.53 12.85 8.67 19.87 18.10 13.43 1 2 3 4 5 6 S u su t d ar i K U k e K O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nomor ruas setelah 1.5 m dari pangkal batang bambu Lebar Tebal Gambar 2.2 Susut bambu andong dari kondisi basah ke kering udara Liese 1985 menyatakan bahwa besarnya penyusutan tebal dinding bambu dari kondisi basah ke kondisi kadar air 20 berkisar antara 4 – 14 sedangkan penyusutan diameter berkisar antara 3 – 12. Penyusutan bidang tangensial Phyllostachys pubescent dari kondisi basah ke kering oven adalah 8.2 pada bagian luar dan 4.1 pada bagian dalam, sedangkan pada bidang radial nilai tersebut adalah 6.8 pada bagian luar dan 7.2 pada bagian dalam. Hasil penelitian Abd. Latif et al. 1993 menunjukkan bahwa penyusutan bidang tangensial Bambusa blumeana yang berumur 3 tahun adalah 17.98 pangkal, 9.04 tengah dan 6.32 17 ujung, sedangkan penyusutan bidang radial adalah 8.07 pangkal, 6.05 tengah dan 5.68 ujung. Anwar et al. 2005a mengemukakan bahwa penyusutan bilah bambu Gigantochloa scortechinii dari kondisi basah ke kering oven adalah 19.82 tangensial dan 23.73 radial. Sementara itu hasil penelitian Razak et al. 2012 menunjukkan bahwa penyusutan Gigantochloa scortechinii umur 3 tahun pada bidang radial berkisar antara 5.04 - 8.63 dan pada bidang tangensial berkisar antara 6.52 - 13.50. Dinyatakan pula bahwa penyusutan radial pada ruas lebih tinggi dibanding dengan pada buku akan tetapi pada penyusutan tangensial terjadi sebaliknya. Bagian dalam bilah bambu memiliki penyusutan paling tinggi dan menurun kearah luar. 1 2 3 4 5 6 S u su t d ar i K U k e K O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nomor ruas setelah 1.5 m dari pangkal batang bambu Lebar Tebal Gambar 2.3 Susut bambu andong dari kondisi kering udara ke kering oven Pada Tabel 2.6 dan Gambar 2.2 dapat diketahui bahwa bilah bambu andong memiliki nilai penyusutan lebar atau penyusutan tangensial dari kondisi basah ke kering udara berkisar antara 5.33 – 7.16 dan penyusutan tebal atau penyusutan radial berkisar antara 4.39 – 6.55. Di samping itu pada Tabel 2.6 dan Gambar 2.3 dapat diketahui bahwa bilah bambu andong memiliki nilai penyusutan lebar atau penyusutan tangensial dari kondisi kering udara ke kering oven berkisar antara 3.05 – 5.81 dan penyusutan tebal atau penyusutan radial berkisar antara 1.96 – 4.02. Pada Tabel 2.6 dapat diketahui juga bahwa nilai rata-rata rasio atau perbandingan susut lebar dengan susut tebal adalah 1.17 dari kondisi basah ke kering udara dan 1.39 dari kondisi kering udara ke kering oven. Hal ini menunjukkan bahwa bilah bambu andong memiliki kestabilan dimensi yang cukup baik karena perubahan dimensi pada arah lebar tidak terlalu berbeda jauh dengan perubahan dimensi pada arah tebal. Tingginya kestabilan dimensi bambu andong diduga tidak terlepas dari kandungan ligninnya yang relatif tinggi, yaitu 30.96 Tabel 2.1, dibanding dengan 18 kandungan lignin dari jenis bambu lain hasil penelitian terdahulu yang berkisar antara 21.63 – 32.55 Tabel 2.2, demikian pula bila dibandingkan dengan penelitian Liese 1985 yang menyatakan bahwa jenis-jenis bambu Indonesia memiliki kandungan lignin 19.8 – 26.6, sebagaimana diketahui bahwa lignin hanya memiliki sedikit gugus hidroksil bebas, karena itu tidak higroskopis sehingga penyusutannyapun rendah, maka bambu andong memiliki kestabilan dimensi yang relatif tinggi. 2.3.3 Sifat Mekanis Bambu Andong 2.3.3.1 Keteguhan Lentur Bilah Bambu Andong Hasil pengujian modulus patah MOR dan modulus elastisitas MOE bilah bambu andong disajikan pada Tabel 2.7, Gambar 2.4 dan 2.5. Sementara itu perbedaan struktur anatomi bagian ruas dan buku batang bambu disajikan pada Gambar 2.6. Bilah bambu andong yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai rata-rata MOR dan MOE masing-masing sebesar 1 277 kg cm -2 dan 200.9 10 3 kg cm - 2 . MOR bambu andong bervariasi antara 998 – 1 340 kg cm -2 dengan rata-rata 1 201 kg cm -2 buku dan antara 1 165 – 1 478 kg cm -2 dengan rata-rata 1 352 kg cm -2 ruas. Tabel 2.7 Keteguhan lentur bilah bambu andong Nomor Ruas Modulus patah MOR, kg cm -2 Modulus elastisitas MOE, 10 3 kg cm -2 Buku Ruas Rerata Buku Ruas Rerata 1 1 078 1 165 1 122 150.3 201.6 176.0 2 1 027 1 197 1 112 157.3 200.4 178.8 3 998 1 431 1 215 170.9 224.1 197.5 4 1 257 1 463 1 360 179.1 242.6 210.8 5 1 325 1 371 1 348 187.6 213.8 200.7 6 1 340 1 313 1 326 194.6 224.7 209.7 7 1 194 1 449 1 321 167.9 205.9 186.9 8 1 286 1 418 1 352 195.4 231.0 213.2 9 1 166 1 478 1 322 208.9 233.3 221.1 10 1 337 1 238 1 287 208.1 220.4 214.3 Rerata 1 201 1 352 1 277 182.0 219.8 200.9 SD 129.6 116 94 20.3 14.2 15.7 Pada Tabel 2.7 dan Gambar 2.4 dapat diketahui bahwa MOR bambu andong pada bagian ruas lebih tinggi 12.60 dibanding dengan MOR pada bagian berbuku. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Shao et al. 2010 yang menunjukkan bahwa keteguhan lentur bilah bambu moso atau Phyllostachys pubescent pada bagian berbuku lebih rendah 7 150.96 MPa atau 1 539 kg cm -2 dibanding bagian ruas 155.7 MPa atau 1 590 kg cm -2 . Hamdan et al. 2009 juga menunjukkan kecenderungan yang sama pada Gigantochloa scortechinii yaitu nilai MOR pada 19 bagian buku lebih rendah 129.2 MPa atau 1 316 kg cm -2 dibanding dengan bagian ruas 152.2 MPa atau 1 551 kg cm -2 . 200 400 600 800 1000 1200 1400 M O R k g c m -2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nomor ruas setelah 1.5 m dari pangkal batang bambu Buku Ruas Gambar 2.4 Modulus patah MOR bambu andong Pada Tabel 2.7 dan Gambar 2.4 dapat dilihat ada kecenderungan peningkatan MOR bilah bambu andong dari bagian pangkal batang bambu ke arah ujung batang bambu. Kecenderungan yang sama dikemukakan oleh Nordahlia et al. 2012 untuk G. levis dan Hamdan et al. 2009 untuk G. scortechinii. MOR G. levis pada bagian pangkal batang bambu lebih rendah 151 MPa atau 1 539 kg cm -2 dibanding dengan bagian tengah batang bambu 161 MPa atau 1 640 kg cm -2 dan bagian ujung batang bambu 176 MPa atau 1 793 kg cm -2 . MOR G. scortechinii pada bagian pangkal batang bambu lebih rendah 151.2 MPa atau 1 541 kg cm -2 dibanding dengan bagian ujung batang bambu 155.8 MPa atau 1 587 kg cm -2 . Hasil pengujian MOE bilah bambu andong menunjukkan kecenderungan yang sama dengan hasil pengujian MOR bilah bambu andong. MOE bilah bambu andong pada bagian berbuku bervariasi antara 150.3 – 208.9 10 3 kg cm -2 dengan rata-rata 182 10 3 kg cm -2 , sedangkan MOE pada bagian ruas bervariasi antara 201.6 – 242.6 10 3 kg cm -2 dengan rata-rata 219.8 10 3 kg cm -2 . Pada Tabel 2.6 dan Gambar 2.5 dapat diketahui bahwa MOE bambu andong pada bagian ruas lebih tinggi 20.77 dibanding dengan MOE pada bagian berbuku. Pada Tabel 2.7 dan Gambar 2.5 dapat diketahui juga ada kecenderungan kenaikan nilai MOE dari bagian pangkal batang bambu ke arah ujung batang bambu. Kecenderungan yang sama dikemukkan oleh Abd. Latif et al. 1993 pada Bambusa blumeana, Hamdan et al. 2009 pada G. scortechinii dan Nordahlia et al. 2012 pada G. levis. Nilai MOE B. blumeana berumur 3 tahun pada bagian pangkal batang bambu lebih rendah 3 440 MPa atau 35 10 3 kgcm -2 dibanding dengan bagian tengah 3 520 MPa atau 35.8 10 3 kg cm -2 dan pada bagian ujung 5 820 MPa atau 59.3