Kualitas Perekatan Bahan dan Metode .1 Bahan

43 delaminasi papan bambu komposit yang ditunjukkan oleh nilai delaminasi = 0 cm atau 0. Hasil pengujian keteguhan rekat uji kering papan bambu komposit dengan cara uji geser tekan bervariasi antara 64.4 – 72.7 kg cm -2 dengan rata-rata 70.3 kg cm -2 . Nilai keteguhan rekat papan bambu komposit tersebut telah memenuhi persyaratan kualitas perekatan menurut Standar Jepang untuk kayu lamina JPIC 2003a. Hasil ANOVA pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa posisi buku pada lapisan penyusun papan bambu komposit tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat uji kering papan bambu komposit yang dihasilkan. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Correal dan Lopez 2008 menunjukkan bahwa keteguhan rekat bambu lamina yang dibuat dari bilah bambu Guadua angustifolia Kunt dan direkat dengan perekat polivinil asetat PVA adalah 7.92 Mpa atau 80.78 kg cm -2 . Sementara itu Ashaari et al. 2004 melaporkan bahwa kualitas perekatan laminasi bambu G. scortechinii lebih baik dibanding laminasi bambu D. asper. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Hanim et al. 2010 menunjukkan bahwa pengawetan bilah bambu G. scortechinii sangat berpengaruh pada keteguhan geser dan kerusakan kayu dari laminasi bambu yang dihasilkan. Pengawetan bilah bambu G. scortechinii menggunakan larutan boraks 5 bv menurunkan keteguhan geser bambu lapis sebesar 21 bila diuji dalam kondisi basah yaitu dari 0.79 N mm -2 8.1 kg cm -2 ke 0.63 N mm -2 6.4 kgcm 2 . Bila diuji dalam kondisi kering maka terjadi penurunan keteguhan geser bambu lapis sebesar 23 yaitu dari 2.66 N mm -2 27.1 kg cm -2 ke 2.04 N mm -2 20.8 kg cm -2 . 4.3.4 Sifat Mekanis Keteguhan lentur statis untuk nilai modulus patah MOR papan bambu komposit dengan berbagai posisi buku pada lapisan penyusunnya bervariasi antara 971 – 1 198 kg cm -2 dengan rata-rata 1 090.4 kg cm -2 . Hasil analisa keragaman pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa MOR papan bambu komposit tidak dipengaruhi oleh adanya buku pada bilah bambu penyusun papan bambu komposit. Jika dibandingkan dengan klasifikasi kelas kuat kayu Indonesia Seng 1964, berdasarkan nilai keteguhan lenturnya maka papan bambu komposit 3 lapis hasil penelitian ini setara dengan kayu kelas kuat II 725 – 1100 kg cm -2 hingga kelas kuat I 1100 kg cm -2 . Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa MOR papan bambu komposit 4 lapis yang dibuat dari pelupuh bambu moso dan direkat dengan perekat berbahan dasar resorsinol bervariasi antara 639 – 707 kg cm -2 Nugroho dan Ando 2001. Dibandingkan dengan klasifikasi kelas kuat kayu Indonesia, maka papan bambu komposit 4 lapis tersebut setara dengan kayu kelas kuat III 500 – 725 kg cm -2 . Sementara itu Guo 2007 melaporkan bahwa MOR panel bambu yang dibuat dari D. yunnanicus dengan laminasi sejajar adalah 210 MPa dan laminasi silang adalah 195 Mpa. Nilai MOR tersebut untuk panel bambu yang dibuat dari Heterocycla pubescens adalah 175 Mpa untuk laminasi sejajar dan 136 MPa untuk laminasi silang. Panel bambu tersebut setara dengan kayu kelas kuat I menurut klasifikasi kelas kuat kayu Indonesia. Correal dan Lopez 2008 menyatakan bahwa MOR bambu lamina yang dibuat dari bilah bambu Guadua angustifolia Kunt dan direkat dengan perekat 44 polivinil asetat PVA adalah 81.9 Mpa atau 835 kg cm -2 setara dengan kayu kelas kuat II. Hasil penelitian terdahulu lainnya menunjukkan bahwa papan bambu lamina 3 lapis dan 5 lapis yang dibuat dari pelupuh bambu betung D. asper dan direkat dengan perekat urea formaldehida berturut turut adalah 1 031 dan 962 kg cm -2 dan setara dengan kayu kelas kuat II Sulastiningsih et al. 1996. Papan bambu lamina 3 lapis yang dibuat dari bilah bambu andong G. pseudorundinacea dan direkat dengan perekat tanin resorsinol formaldehida memiliki nilai MOR sebesar 1 241 kg cm -2 Sulastiningsih et al. 2005, sedangkan yang direkat dengan perekat urea formaldehida adalah 1236 kg cm -2 Sulastiningsih dan Santoso 2012, papan bambu lamina tersebut setara dengan kayu kelas kuat I 1100 kg cm -2 . Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui bahwa secara keseluruhan papan bambu komposit yang dibuat dari bilah bambu memiliki nilai keteguhan lentur MOR yang lebih tinggi dibanding papan bambu komposit yang dibuat dari pelupuh bambu. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui juga bahwa MOR papan bambu komposit lebih rendah dibanding MOR bahan baku bambu penyusunnya. Syafii 1984 dalam Suryokusumo dan Nugroho 1994 menyatakan bahwa MOR batang bambu andong adalah 1 356 kg cm -2 , sedangkan Dransfield dan Widjaya 1995 menyatakan MOR batang bambu andong berkisar antara 1 745 – 2 112 kg cm -2 . Hasil penelitian Idris et al. 1994 menunjukkan bahwa MOR bambu andong adalah 1032.6 kg cm -2 bagian berbuku dan 1 835.6 kg cm -2 bagian ruas. Pada Bab 2 telah disebutkan bahwa bilah bambu andong yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai MOR berkisar antara 998 – 1 340 kg cm -2 bagian berbuku dan antara 1 165 – 1 478 kg cm -2 bagian ruas. Perbedaan nilai keteguhan lentur MOR papan bambu komposit dengan bahan baku bambu penyusunnya dapat diakibatkan oleh adanya celah pada papan bambu komposit yang diakibatkan oleh ketidaksempurnaan dalam proses perekatan antar bilah bambu sehingga mengurangi kekuatannya. Sementara itu pada pengujian keteguhan lentur bilah bambu menggunakan contoh uji bebas cacat. Modulus elastisitas MOE papan bambu komposit dengan berbagai posisi buku pada lapisan penyusunnya bervariasi antara 163 667 – 176 257 kg cm -2 dengan rata- rata 170 563 kg cm -2 . Nilai modulus elastisitas papan bambu komposit dalam penelitian ini memiliki kecenderungan yang sama dengan nilai MOR. Hasil analisa keragaman pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa MOE papan bambu komposit tidak dipengaruhi oleh adanya buku pada bilah bambu penyusun papan bambu komposit. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa MOE papan bambu komposit 3 lapis yang dibuat dari pelupuh bambu andong dan direkat dengan perekat urea formaldehida bervariasi antara 116 070 – 202 310 kg cm -2 Sulastiningsih et al. 1998, sedangkan papan bambu komposit 3 lapis yang dibuat dari bilah bambu andong dan direkat dengan perekat tanin resorsinol formaldehida memiliki nilai MOE rata-rata 133 615 kg cm -2 Sulastiningsih et al. 2005. Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui bahwa MOE papan bambu komposit sangat bervariasi tergantung dari jenis perekat dan bentuk elemen penyusun papan bambu komposit yang digunakan dalam proses pembuatannya. Keteguhan tekan papan bambu komposit dengan berbagai posisi buku pada lapisan penyusunnya bervariasi antara 518.6 – 629.4 kg cm -2 dengan rata-rata 560.4 45 kg cm -2 dan setara dengan kayu kelas kuat II 425 – 650 kg cm -2 menurut klasifikasi kelas kuat kayu Indonesia. Hasil penelitian Correal dan Lopez 2008 menunjukkan bahwa keteguhan tekan bambu lamina yang dibuat dari bambu Guadua angustifolia Kunt dengan perekat polivinil asetat PVA adalah 47.6 MPa atau 485 kg cm -2 , dan setara dengan kayu kelas kuat II menurut klasifikasi kelas kuat kayu Indonesia. Hasil analisa keragaman pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa keteguhan tekan papan bambu komposit sangat dipengaruhi oleh adanya buku pada bilah bambu penyusun papan bambu komposit. Keberadaan buku pada lapisan penyusun papan bambu komposit menurunkan keteguhan tekan papan bambu komposit yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena struktur atau susunan sel dan arah orientasinya pada bagian buku lebih kompleks dibanding bagian ruas Shao et al. 2010 yang mengakibatkan bagian berbuku lebih padat dan keras. Kondisi tersebut menyulitkan dalam proses pembuatan papan bambu komposit khususnya dalam proses perekatan baik perekatan ke arah lebar yaitu perekatan antar bilah bambu maupun perekatan ke arah tebal yaitu perekatan antar beberapa papan bambu tipis lapisan penyusun papan bambu komposit, sehingga kualitas hasil rekatannya kurang sempurna. Pada Bab 2 Gambar 2.6 dapat dilihat perbedaan struktur sel dan arah orientasinya pada bagian ruas dan buku bilah bambu. Secara keseluruhan keberadaan buku pada bilah bambu penyusun papan bambu komposit tidak berpengaruh terhadap sifat papan bambu komposit yang dihasilkan. Di samping itu pada Gambar 4.4 dan 4.5 dapat dilihat bahwa keberadaan buku pada lapisan penyusun papan bambu komposit semakin memperjelas karakteristik tampilan permukaan yang unik dan indah fancy dibanding dengan tampilan permukaan kayu pertukangan yang ada di pasaran, khususnya kayu yang sesuai untuk bahan mebel.

4.4 Simpulan

Rendemen bilah bambu andong sebesar 38.5, sedangkan retensi dan penetrasi larutan boron dalam bilah bambu andong berturut-turut adalah 7.34 kg m -3 dan 100. Beberapa sifat papan bambu komposit tidak dipengaruhi oleh adanya buku pada bilah bambu penyusun papan bambu komposit kecuali pengembangan tebal dan keteguhan tekan. Dengan demikian keberadaan buku pada bilah bambu penyusun papan bambu komposit tidak perlu dihindari bahkan kondisi tersebut semakin memperjelas karakteristik yang unik dari penampilan permukaan papan bambu komposit yang dihasilkan. Berdasarkan klasifikasi kelas kuat kayu Indonesia, papan bambu komposit 3 lapis yang dibuat dari bilah bambu andong dengan berbagai posisi buku pada lapisan penyusunnya dan direkat dengan perekat isosianat setara dengan kayu kelas kuat II. 46 5 PENGARUH BERAT LABUR PEREKAT DAN WAKTU KEMPA TERHADAP SIFAT PAPAN BAMBU KOMPOSIT

5.1 Pendahuluan

Papan bambu komposit PBK merupakan hasil penggabungan beberapa elemen berupa bilah bambu dengan menggunakan perekat organik sehingga diperoleh produk baru yang memiliki dimensi seperti papan kayu. Menurut Dunky et al. 2002 dalam industri panel kayu atau kayu komposit perekat memegang peranan penting. Kualitas perekatan dan sifat produk komposit ditentukan antara lain oleh tipe dan kualitas perekat yang digunakan. Dalam perekatan kayu, komponen kayu khususnya permukaannya termasuk bagian interface pada garis rekat, juga memegang peranan penting dalam menentukan kualitas perekatan atau produk komposit. Keteguhan rekat yang rendah dapat disebabkan oleh sifat permukaan kayu yang tidak menguntungkan seperti rendahnya sifat keterbasahan. Sementara itu Sellers 2001 menyatakan bahwa dalam industri kayu komposit, persentase biaya perekat bervariasi mulai dari sangat kecil sampai 32 dari total biaya produksi yang diperlukan untuk membuat produk komposit dalam berbagai bentuk dan jenis. Oleh karena itu salah satu pertimbangan dalam memilih suatu jenis perekat yang akan digunakan untuk membuat produk komposit adalah harganya. Saat ini pemilihan jenis perekat yang lebih disukai dalam pembuatan produk komposit adalah yang bisa digunakan dengan waktu kempa yang lebih singkat, tahan terhadap kelembaban dan air, memiliki kinerja yang baik untuk digunakan di luar ruangan better outdoor performance. Di samping itu peningkatan produktivitas masih merupakan cara terbaik untuk mengurangi biaya produksi. Dengan demikian perekat dengan waktu kempa yang lebih singkat lebih disukai untuk meningkatkan produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berat labur perekat dan waktu kempa terhadap sifat fisis dan mekanis PBK yang dihasilkan. 5.2 Bahan dan Metode 5.2.1 Bahan Bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu andong G. pseudoarundinacea sebanyak 30 batang berumur sekitar 4 tahun dan diperoleh dari tanaman bambu rakyat di Sukabumi Jawa Barat. Diameter bagian pangkal batang bambu berkisar antara 10.1 – 13.2 cm. Perekat yang digunakan adalah isosianat dua komponen Water based polymer-isocyanate, WBPI untuk kempa dingin, kekentalan perekat 9 poise, pH 7 dan kadar padat 43.4. Bahan pengawet yang digunakan adalah larutan boron boraks dan asam borat. 5.2.2 Metode 5.2.2.1 Pembuatan Bilah Bambu Bambu yang digunakan untuk penelitian dipotong bagian pangkalnya sepanjang  50 cm untuk menghilangkan bagian batang bambu dengan ruas yang