Pengeringan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perubahan Suhu terhadap Waktu Pengeringan

yang tidak lolos ayakan empat mesh. Minyak cengkeh diperoleh dari penyulingan daun, gagang dan bunga cengkeh. Setiap jenis minyak tersebut mempunyai standar mutu Tabel V-4. Tabel IV-3. Standar mutu cengkeh SNI No. 01-3392-1994. Syarat mutu Mutu I Mutu II Mutu III Ukuran rata rata Tidak rata Warna Coklat kehitaman coklat Coklat Bahan asing bb maks. 0.5 1 1 Gagang cengkeh bb maks. 1 3 5 Cengkeh inferior bb maks. 2 2 5 Kadar air bb maks. 14 14 14 Kadar minyak atsiri vb 20 18 16 Tabel IV-4. Standar mutu minyak daun, gagang dan bunga cengkeh Syarat mutu daun gagang Bunga Berat jenis 25 o C 1.03 – 1.06 1.048 – 1.056 1.044 – 1.057 Indeks bias 20 o C 1.52 – 1.54 1.534 – 1.538 1.528 – 1.538 Putaran optik 1 o 35’ -1 o 35’ – 0 o -1 o 35’ – 0 o Kadar eugenol total 78 - 93 89 - 95 85 - 93 Kelarutan dalam alkohol 70 1:2 1:2 1:2 Lemak Keterangan: pada 15 o C Dewan Standarisasi Nasional telah menetapkan standar mutu minyak daun cengkeh Indonesi SNI No. 06-2387-1991, yang diangkat dari Standar Industri Indonesia SII. 0006-72. Untuk minyak dari gagang dan bunga cengkeh, Indonesia belum menetapkan standar mutunya. Untuk minyak gagang sementara digunakan standar EOA No. 178 Standard of Essential Oil Association, sedangkan minyak dari bunga cengkeh menggunakan standar ISO International Standar Organization atau kesepakatan antara produsen dan konsumen.

4.2.5. Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan minyak esensial yang terkandung di dalam tumbuhan dengan komponen volatil mudah menguap, dan memberikan aroma yang khas harum pada setiap tanaman. Besarnya kandungan minyak atsiri pada setiap tanaman tidak sama. Minyak atsiri dalam tanaman dipengaruhi oleh proses pengolahan bahan setelah dipanen, terutama oleh adanya proses penguapan, oksidasi, resinifikasi dan reaksi kimia lainnya. Resin pada umumnya terbentuk selama proses penyulingan. Resin merupakan hasil polimerisasi dari zat yang mudah menguap atau hasil dari reaksi oksidasi. Penguapan minyak atsiri dari dinding sel tanaman tidak dapat secara langsung, karena minyak tersebut terlebih dahulu harus diangkut ke permukaan bahan melalui proses hidrodifusi degan air sebagai medium pembawa carrying medium. Pada beberapa tanaman bunga mawar, melati, dan sebagainya atau daun yang berdinding sel tipis, pengambilan minyak atsiri biasanya dilakukan pada kondisi segar, karena proses difusi minyak ke dalam air yang diuapkan selama proses penyulingan mudah dilakukan, dan dengan cara ini rendemen minyak atsiri yang diperoleh menjadi lebih besar. Pada biji-bijian atau tanaman dengan dinding sel tebal, penyulingan minyak atsiri pada saat bahan masih segar tidak dapat sempurna atau memerlukan waktu yang sangat lama, dan kehilangan minyak atsiri akan terjadi karena selama proses tersebut, sebagian kecil minyak berubah menjadi resin, sehingga rendemen yang dihasilkan kecil dan memerlukan biaya operasi yang tinggi. Oleh karena itu penyulingan minyak atsiri pada biji-bijian atau tanaman berdinding sel tebal lebih sering dilakukan pada kondisi kering. Pada tanaman tertentu seperti; vanili, cengkeh, peppermint, kayu cendana, kayu manis, dan akar kayu wangi, aroma khas minyak atsiri dari tanaman tersebut baru akan muncul setelah bahan dikeringkan Ketaren, 1979. Pengujian menunjukkan bahwa mutu kandungan minyak atsiri lebih baik setelah bahan tersebut dikeringkan. Minyak dari bahan segar menurut von Rocherberg dalam Ketaren 1979 mempunyai berat jenis 0.908, sedang dari bahan kering atau setengah kering clover dried mempunyai berat jenis 0.912. Minyak dari akar segar lebih larut dalam alkohol 70 dibandingkan dari akar kering. Semakin lama disimpan, minyak akan semakin sulit larut dalam alkohol. 4.3. PERCOBAAN 4.3.1. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan adalah bunga cengkeh segar dan masak 1 sampai 2 hari setelah panen yang diperoleh dari pedagang pengumpul di Sukabumi. Cengkeh ini berasal dari petani di sekitar Sukabumi dan Pelabuhan Ratu. Peralatan utama yang digunakan dalam percobaan ini adalah prototipe pengering ERK skala lapang serta alat-alat ukur yang dinyatakan dalam Tabel IV-5. Gambar prototipe pengering ERK dan beberapa alat ukur dapat dilihat pada Lampiran IV-1 dan Lampiran IV-2. Tabel IV-5. Peralatan untuk uji performansi pengeringan cengkeh No. Nama Alat Bahan Spesifikasi Ketelitian 1 Termokopel CA, Ö 0.1 mm 2 Termometer alkohol 2 o C 2 Termometer standar Hg 0.5 o C 3 Hybrid recorder Model 30813 Yokogawa 0.1 o C 4 Anemometer Model 6011, Kanomax 0.01 mdt 5 Piranometer 6 Multimeter digital 0.01 mV 7 Timbangan digital Tipe EK-1200 A 0.01 g, kapasitas 1200 g 8 Oven pengering Tipe SS-204D 9 Oil Bath 10 Kassa kain untuk suhu bola basah, wadah sample kadar air, jangka sorong, tool kit

4.3.2. Waktu dan Tempat

Pembuatan disain model bangunan pengering ERK dan modifikasi prototipe bangunan pengering ERK dilakukan pada bulan Agustus 2001 dan Agustus 2002. Selanjutnya pengujian prototipe bangunan pengering Efek Rumah Kaca hasil optimasi dilakukan pada bulan Juni hingga November 2003. Pengujian lapang Laboratorium Leuwikopo - Jurusan Teknologi Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - IPB Bogor.

4.3.3. Pendekatan Disain

Prototipe pengering ERK yang dibangun pada percobaan ini didasarkan pada hasil simulasi dan optimisasi. Pengering merupakan bangunan segi empat berdinding transparan yang terbuat dari plastik mika polietilen, di dalamnya dapat ditempatkan wadah produk baik berbentuk rak atau bak tergantung dari jenis produk yang dikeringkan. Dinding transparan berfungsi untuk memerangkap panas radiasi surya, sehingga terjadi akumulasi panas di dalam bangunan Kamaruddin, et al., 1994. Lantai bangunan sebagian dilapis dengan plat besi diberi cat berwarna hitam pekat agar tidak memantulkan sinar yang berfungsi untuk mengumpulkanmenyerap panas radiasi surya sehingga dapat meningkatkan suhu udara di dalam bangunan. Pada malam hari, dan pada saat mendung atau hujan, digunakan pemanas tambahan bersumber dari pembakaran biomass secara tidak langsung menggunakan penukar panas. Gambar pengering ERK untuk pengeringan cengkeh disajikan dalam Lampiran IV-1. Energi panas di dalam bangunan Pengering ERK terjadi akibat gelombang pendek yang dipancarkan surya diteruskan oleh dinding transparan, sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulkan oleh benda-benda yang berada di dalam bangunan transparan termasuk udara, selanjutnya pancaran radiasi ini dipantulkan oleh komponen penyusun pengering ERK dan berubah menjadi gelombang panjang yang tidak dapat menembus dinding transparan dan akhirnya terperangkap di dalam bangunan berdinding transparan dan menimbulkan peningkatan suhu di dalamnya.

4.3.4. Pengujian Performansi Pengering ERK

Pengeringan dilakukan dalam 3 kali percobaan, yaitu percobaan pengeringan cengkeh di lapang menggunakan prototipe dengan dimensi yang dihasilkan dari perhitungan optimasi dengan dimensi panjang 3.6 m, lebar 3.6 m dan tinggi maksimun 2.4 m. Pengujian prototipe dilakukan tiga kali pada waktu yang berbeda. Percobaan 1: dilakukan pada awal musim kemarau, yaitu pada Bulan Mei 2003. Cengkeh dihamparkan pada rak pengering dengan ketebalan 1.5 cm. Pada percobaan ini digunakan massa 39 kg. Kipas dinyalakan secara intermitten dengan pola hidup selama 2 jam dan mati 1 jam. Percobaan 2: pada pertengahan musim kemarau, yaitu Bulan Agustus 2003. Rak pengering dipindahkan setiap hari pada pagi dan tengah hari. Massa cengkeh 80 kg, dengan ketebalan tumpukan pada setiap rak 3 cm. Kipas dinyalakan secara intermitten dengan pola 2 jam nyala dan 1 jam mati. Percobaan 3: pada musim hujan, yaitu pada Bulan Nopember 2003. Massa cengkeh 80 kg, dengan ketebalan tumpukan pada setiap rak 3 cm. Kipas dinyalakan secara intermitten dengan pola hidup selama 3.5 jam dan mati 0.5 jam. Untuk mempertahankan suhu pengering pada tingkat yang diinginkan yaitu berkisar antara 40 o C sampai 50 o C, maka digunakan energi tambahan dari bahan bakar arang kayu menggunakan tungku yang terbuat dari plat seng. Panas hasil pembakaran arang kayu disalurkan ke dalam saluran yang dihubungkan ke dalam ruang pengering yang berfungsi sebagai penukar panas, sehingga asapnya terpisah ke luar dari ruang pengering ke udara lingkungan.

4.3.5. Parameter Pengukuran

Parameter yang diukur adalah sebagai berikut: 1 Suhu, yaitu meliputi suhu udara pada rak atas, rak tengah dan rak bawah, penukar panas, plat absorber, lantai, inlet dan outlet. Udara lingkungan, serta udara di atas rak jemur. 2 Kecepatan, meliputi kecepatan udara pada inlet, outlet, depan kipas-1, kipas-2 dan kipas- 3, udara pada rak atas, rak tengah dan rak bawah. Udara lingkungan. Udara di atas rak jemur. 3 RH, terdiri dari udara pada rak atas dan rak bawah serta udara lingkungan 4 Massa produk, yaitu massa produk pada awal dan akhir pengeringan 5 Kadar air, pada awal dan akhir pengeringan. Kadar air selama proses diukur berdasarkan penurunan massa sample produk 6 Massa bahan bakar arang kayu, selama proses pengeringan 7 Radiasi surya, di lingkungan di luar bangunan pengering dan di dalam bangunan untuk mencari transmisivitas dindingatap transparan 8 Waktu pengeringan, awal, selama proses dan akhir pengeringan

4.3.6. Prosedur Pengukuran

Pada tahap awal dilakukan kalibrasi termokopel menggunakan thermometer standar Hg. Percobaan pengeringan dilakukan pada pagi hari segera setelah bahan cengkeh siap. Tahapan percobaan adalah sebagai berikut: 1 Menimbang cengkeh untuk dikeringkan di setiap rak, dengan ketentuan ketebalan cengkeh 1.5 cm untuk percobaan pertama, dan 3 cm untuk percobaan berikutnya. 2 Pengukuran kadar air awal dilakukan di laboratorium menggunakan oven pengering. 3 Menimbang sample cengkeh pada rak atas, tengah dan bawah. 4 Menyalakan listrik untuk mengerakkan kipas bawah dan kipas tengah. 5 Penimbangan sample dilakukan setiap 0.5 jam pada awal pengeringan hari pertama selanjutnya penimbangan sample dilakukan setiap 1 jam pada hari kedua dan pada hari ketiga dan seterusnya dilakukan setiap 2 jam, hingga tercapai kadar air yang dinginkan. 6 Selama percobaan berlangsung kecepatan angin diukur 2 kali setiap hari. 7 Radiasi surya diukur sepanjang proses pengeringan berlangsung mulai pukul 7.00 hingga 17.00. 8 Setelah pengeringan selesai, cengkeh kering ditimbang kembali untuk mendapatkan rendemennya. Kadar air akhir selanjutnya diukur menggunakan metode destilasi toluene, menggunakan alat aufhauser metode Bidwell-Sterling. Pengujian kadar air dengan metode ini dilakukan oleh Staf BALITRO Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat di Bogor, bersamaan dengan pengujian sifat parameter mutu lainnya. 4.4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.4.1. Perubahan Suhu terhadap Waktu Pengeringan

a. Percobaan 1

Dengan tingkat radiasi surya rata-rata 538 Wm 2 , suhu dan RH udara pengering rata-rata yang dicapai adalah 42.5 o C dan 33.05. Suhu udara pengering ini 9.3 o C lebih tinggi dibandingkan dengan suhu lingkungan. Kecepatan udara di atas rak rata-rata adalah 0.04 mdt, dengan nilai ragam 0.03 dt Lampiran IV-6. Perubahan suhu udara pengering pada percobaan 1 selama proses pengeringan memberikan kecenderungan pola yang teratur setiap harinya. Data suhu ini dapat dilihat pada Lampiran IV-3. Perbedaan suhu yang besar terjadi antar posisi rak secara vertikal. Pada arah horizontal pada tingkat rak yang sama, suhu hampir seragam. Keragaman rata-rata suhu selama pengeringan berlangsung adalah 2.5 o C. Pada Gambar IV-2, diperlihatkan sebaran suhu udara pengeringan selama 1 hari pada hari ke-1. Pada siang hari pukul 8.00 – 14.00 masih terjadi perbedaan yang cukup besar antara suhu rak atas, tengah dan bawah dengan keragaman rata-rata 3.5 o C. Nilai ragam maksimum 4.5 o C terjadi pada pukul 12.26 hari ke-1. Pada siang hari radiasi surya sangat berpengaruh di bagian rak atas. Perubahan suhu pada rak atas mempunyai pola dan nilai yang hampir sama dengan penjemuran. Suhu udara di rak tengah dan bawah lebih rendah dibandingkan dengan suhu udara di rak atas, karena posisinya terhalang dari sinar matahari oleh rak-rak di atasnya. Namun demikian suhu udara di rak tengah memiliki kecenderungan dan nilai yang sama dengan suhu udara di rak bawah lihat Gambar IV-2. Pada sore hari pukul 14.30-20.00 perubahan suhu antara rak atas, tengah dan bawah mempunyai keragaman rata-rata kecil, yaitu 0.9 o C. Rendahnya nilai ragam ini disebabkan oleh rendahnya suhu yang terjadi pada malam hari. Nilai keragaman maksimum sebesar 2.2 o C terjadi pada pukul 17.38 hari ke-2, seperti ditunjukkan pada Gambar V-2. Suhu udara pada rak tengah dan rak bawah sudah mendekati sama. Pada sore dan malam hari, digunakan energi tambahan yang berasal dari pembakaran arang kayu. Suhu udara rak dekat inlet H1 25 30 35 40 45 50 55 11 :1 3 12 :2 6 13 :4 6 15 :0 6 16 :3 17 :5 19 :1 20 :3 waktu s uhu C atas tengah bawah Gambar IV-2. Perubahan suhu udara di atas rak pengering dan suhu udara penjemuran selama proses pengeringan percobaan 1 hari ke-1.