perhitungan optimisasi pada tahap pertama. Dengan simulasi ini, posisi parameter penentu dapat diubah pada berbagai disain sesuai dengan keinginan tanpa
mengeluarkan biaya untuk konstruksi. Kriteria disain terbaik dinyatakan oleh keseragaman udara panas yang diterima produk di setiap tingkatan rak. Melalui
uji tingkat keragaman yang dinyatakan dalam standar deviasi dari suhu, kecepatan udara dan kelembaban udara pengering pada setiap tingkat rak, maka dapat
ditentuan bahwa disain terbaik adalah disain yang memiliki nilai standar deviasi suhu, kecepatan dan RH terkecil.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada ketiga tahap di atas, selanjutnya dilakukan analisis ekonomi untuk mengetahui sejauh mana kelayakan usaha
pengeringan cengkeh menggunakan pengering ERK. Analisis ekonomi dapat dimanfaatkan secara langsung oleh petani atau pengusaha cengkeh dan untuk
pedagang pengumpul atau exportir cengkeh. Data masukan dalam analisis ekonomi merupakan data sekunder yang didasarkan pada kondisi harga-harga
bahan penyusun pengering ERK di lapang pada tahun 2004. Penggunaan hasil perhitungan analisis ekonomi untuk tahun-tahun yang akan datang dapat
dilakukan dengan mengubah data masukan sesuai dengan nilai yang berlaku pada tahun tersebut dengan menggunakan pemodelan analisis ekonomi yang sama.
1.6. DAFTAR PUSTAKA
Asman, A., M. Tombe, dan D. Manohara. 1997. Peluang penggunaan produk cengkeh sebagai pestisida nabati. Monograf Tanaman Cengkeh no.2.
Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
Ditjenbun, 1997. Cengkeh. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta. Dyah, W. 1997. Analisis Pengeringan pada Alat Pengering Kopi Coffea Sp.
Efek Rumah Kaca Berenergi Surya. Tesis. Program Studi Keteknikan Pertanian. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Esper, A. dan W. Muhlbauer. 1998. Solar drying - an effective means to food preservation. Renewable Energy. Elsevier Sc. Ltd. Pergamon.
Hidayat, T dan N. Nurdjannah. 1997. Masalah dan standar mutu cengkeh. Monograf Tanaman Cengkeh no.2. Badan penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Kemala, S. dan J. T. Yuhono. 1997. Peran dan prospek cengkeh dalam
perekonomian nasional. Monograf Tanaman Cengkeh no.2. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai penelitian Tanaman
Rempah dan Obat. Bogor. Kamaruddin, A., Tamrin, F. Wenur. dan Dyah W. 1994. Optimisasi dalam
Perencanaan Alat Pengering Hasil Pertanian dengan Energi Surya. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing I. Ditjen DIKTI, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. IPB. Bogor. Mawan. B. P. 1996. Analisis Pengering Kopi dalam Bangunan Tembus Cahaya.
Skripsi Jurusan Mekanisasi Pertanian. FATETA IPB. Bogor. Mas ud, R. 1997. Kinerja Model Pengering Bangunan Tembus Cahaya dari
Plastik tahan UV untuk Pengeringan Buah Kopi. FATETA IPB. Bogor. Mursalim. 1995. Uji Penampilan Sistem Pengeringan Kombinasi Energi Surya
dan Tungku Batu Bara dengan Bangunan Tembus Cahaya sebagai Pembangkit Panas untuk Pengeringan Vanili Vanilla Planifora.
FATETA IPB. Bogor. Nurdjannah N., S. Yuliani dan L. 1997. Pengolahan dan diversifikasi hasil
cengkeh. Monograf Tanaman Cengkeh no.2. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Bogor. Nelwan, L. O. 1997. Pengeringan Kakao dengan Energi Surya Menggunakan Rak
Pengering dengan Kolektor Tipe Efek Rumah Kaca. Tesis. Program Studi Keteknikan Pertanian. Program Pesacasarjana IPB. Bogor.
Suhdi, A. C. 1996. Pengeringan Kayu Bayur dengan Alat Pengering Greenhouse Berpenyerap Panas Plat Hitam dan Menggunakan Batu Bara sebagai
Suplemen Energi. FATETA IPB. Bogor. Sukarmanto. 1996. uji Penampilan Sistem Efek Rumah Kaca untuk Pengeringan
Alkali Treated Cottonii ATC Chips dari Rumput Laut. FATETA IPB. Bogor.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TEORI PENGERINGAN
Pengeringan adalah pengurangan atau penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air keseimbangan dengan udara normal di sekitarnya, dimana
penurunan mutu akibat jamur, aktivitas enzim dan insekta dapat diabaikan Henderson dan Perry, 1976. Menurut Brooker et al. 1974, pengeringan biji-
bijian dapat dianggap sebagai proses adiabatik, hal ini berarti bahwa panas yang dibutuhkan untuk penguapan dari air yang terkandung di dalam biji-bijian disuplai
oleh udara pengeringan tanpa perpindahan panas secara konduksi atau radiasi dari sekitarnya. Mujumdar Devahastin, 2001 menyatakan, pengeringan adalah
operasi rumit yang meliputi perpindahan panas dan massa transient serta beberapa laju proses, seperti transformasi fisik atau kimia, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan perubahan mutu hasil. Perubahan fisik yang mungkin terjadi meliputi: pengkerutan, penggumpalan, kristalisasi, transisi gelas. Pada beberapa
kasus, dapat terjadi reaksi kimia atau biokimia yang diinginkan atau tidak diinginkan, yang menyebabkan perubahan warna, aroma atau sifat aktifitas
kimianya. Pada saat suatu bahan dikeringkan terjadi dua proses secara bersamaan,
yaitu: 1 perpindahan energi panas dari lingkungan untuk menguapkan air pada permukaan bahan, dan 2 perpindahan massa air di dalam bahan akibat
penguapan pada proses pertama. Mekanisme pengeringan dapat dijelaskan dengan teori tekanan uap. Air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat.
Air bebas berada di permukaan bahan dan yang pertama kali akan mengalami penguapan Mujumdar dan Devahastin, 2001. Tahap pengeringan pada produk
pertanian pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua, tahap laju pengeringan konstan dan tahap laju pengeringan menurun. Pada periode laju tetap, laju
pengeringan menyeluruh ditentukan hanya oleh kondisi pindah panas dan massa yang berada di luar bahan yang dikeringkan, seperti suhu, kecepatan aliran udara,
tekanan total dan tekanan parsial uap air. Pada periode laju menurun, laju perpindahan panas dan massa internal menentukan laju pengeringan. Pemodelan