Pertarungan Modal Budaya Aktor Dalam Arena

dilakukannya menjadi pendekatan yang sangat efektif mengingat orang baru yang berada di desa itu menjadi memiliki kedekatan khusus karena banyaknya keterlibatan langsung dengan kehidupan masyarakat desa. Melalui semua rincian wawancara langsung dengan semua aktor di atas menjadi terlihat bahwa pertarungan modal sosial memang menjadi salah satu penentu dalam mendapatkan pengaruh dan dukungan dari masyarakat. Aktor yang telah lama membangun jalinan pertemanan dengan masyarakat desa menjadi memiliki pengaruh dan kedekatan khusus pada masyarakat desa sedangkan aktor lain yang hanya bergaul hanya pada satu sektor kehidupan masyarakat serta dalam lingkup kecil menjadi kurang memiliki pengaruh dan dukungan dengan masyarakat desa yang luas. Beberapa aktor yang kurang memiliki jalinan pertemanan dalam masyarakat cenderung bekerja secara sendiri tanpa mau mengandalkan temannya dan kerabatnya karena merasa belum memiliki kedekatan khusus dengan mereka. Hanya orang yang memiliki jalinan pertemanan yang kuat dan sering bergaul yang cenderung meminta bantuan pada tokoh desa dan temannya agar mau mencarikan dukungan baginya dalam pemilhan Kepala Desa. pertarungan dengan mengandalkan modal sosial ini telah membuktikan kalau modal sosial juga menjadi faktor penentu banyaknya dukungan dan suara yang di dapatkan oleh aktor dalam pemilihan Kepala Desa.

4.6.2 Pertarungan Modal Budaya Aktor Dalam Arena

Perjuangan selalu terjadi di dalam arena pertarungan yang dilakukan oleh aktor politik dalam merebut kursi jabatan. Terjadi manuver dalam kontestasi politik dengan arena sebagai pertaruhan modal yang dapat di pertukarkan maka akan membutuhkan strategi yang efektif dalam melakukan tindakan politik. Hal ini tentu Universitas Sumatera Utara saja terkait dengan banyak modal yang harus dimiliki oleh aktor agar bisa bersaing dan berjuang dalam arena politik yang keras. Modal yang biasanya di utamakan dalam pertarungan politik selalu terkait dengan uang yang terkandung di dalam modal ekonomi. Sejauh perjalanan dalam perjuangan politik hal itu memang tidak dapat di pungkiri tetapi ada hal lain juga yang bisa mengefektifkan agar sosok aktor lebih memiliki sesuatu yang memiliki nilai tinggi sehingga menjadi kandidat yang pantas ikut dalam pencalonan. Modal yang dimaksudkan dalam hal ini modal budaya yang dimiliki oleh aktor dalam dirinya sehingga terlihat dalam cara bergaul, membawakan diri aktor dalam berpolitik. Sebelum mengetahui lebih jauh tentang modal budaya maka perlu juga kita melihat dulu secara lebih jelas field arena yang di hadapi oleh aktor. Field atau ranah menurut Bourdieu dalam Margaretha 2011: 144 yaitu, ranah yang di dalamnya terdapat kekuatan yang saling tarik-menarik; ada sistem dan relasi-relasi dalam terjadinya kontestasi. Dalam hal ini arena bisa dimanfaatkan aktor dengan kesempatan yang dimilikinya untuk berjuang mendapatkan dukungan suara dan merumuskan strategi yang bisa memenagkannya dalam perebutan kursi Kepala Desa. Berdasarkan konsep arena dari Bourdieu di atas juga menjadikan pertarungan yang terjadi antar aktor dalam arena perjuangan untuk menunjukkan modal budaya yang dimiliki oleh setiap aktor. Proses pertarungan yang membuat kekuatan saling tarik- menarik akan beberapa benturan kepentingan membuat sarat akan sensitifitas konflik atau perselisihan yang terjadi di arena sehingga di perlukan modal budaya yang dalam diri aktor dalam menghadapi setiap kondisi yang terjadi di arena. Modal budaya itu nantinya akan membuat pembawaan dalam diri aktor terlihat lebih Universitas Sumatera Utara wibawa karena caranya menunjukkan pemecahan masalah dengan segala pengetahuan yang ada dalam dirinya dapat menaikkan prestisenya. Jenis modal budaya yang dimaksudkan di sini berasal dari konsep Bourdieu dalam Halim 2014: 110 yang menjelaskan kalau modal budaya adalah keseluruhan kualifikasi intelektual yang di produksi melalui pendidikan formal dan warisan keluarga seperti kemampuan menampilkan diri di depan publik, pengetahuan dan keahlian tertentu hasil pendidikan formal. Defenisi modal budaya itu menjadikan perbedaan yang di miliki oleh aktor dalam berkelakuan maupun membawakan dirinya dalam arena pertarungan. Dengan kumpulan pengetahuan yang lebih luas baik itu yang didapatkan melalui pendidikan formal maupun ajaran yang di dapatkan dalam keluarga bisa menjadikan sosok aktor berbeda dengan aktor lain. Hal ini bisa saja terlihat dengan tingkat pendidikan aktor, pergaulan aktor, ajaran keluarga yang menjadi nilai baik yang di anut oleh aktor dalam bertindak dalam arena politik. Brooks juga menjelaskan budaya dalam Yuliarni 2010: 7 sebagai fungsi dari alat-alat kognitif dan ini menunjukkan bahwa ada elemen-elemen budaya ideal, dimana bermacam-macam dari elemen tersebut menunjukkan nilai, sikap, kepercayaan dan terkadang merupakan norma. Budaya dalam hal ini menjadi faktor yang mempengaruhi aktor dalam segala hal kehidupannya dan berujung pada banyaknya dukungan yang akan di dapatkannya di arena politik. Budaya yang dimiliki oleh aktor bisa menjadi pandangan hidup dan nilai yang di sukai oleh masyarakat. Sebab pengaruh budaya juga penting dalam pertarungan arena maka aktor di haruskan memiliki budaya yang memang menjadi panutan bagi masyarakat sehingga memiliki kecenderungan untuk memilih calon Kepala Desa yang sesuai dengan budaya yang melekat dalam diri aktor. Cara yang di tunjukkan oleh aktor Universitas Sumatera Utara dalam bergaul dengan keindahan berkelakuan dan berbicara menjadi daya tarik yang bisa memikat pandangan masyarakat akan diri aktor. Modal budaya yang dimiliki aktor juga erat kaitannya dengan modal simbolik yang lebih kepada makna pada suatu barang atau pencapaian yang di dapatkan aktor. Aktor yang pernah menjalani pendidikan formal secara tidak langsung memiliki gelar akademik dan memiliki kualifikasi yang di hargai oleh masyarakat desa. hal itu akan menambah pengaruh yang bisa diberikan oleh aktor dalam mendapatkan dukungan dari masyarakat desa. Semua calon Kepala Desa yang ada di Nagori Bahapal Raya tentu memiliki perbedaan modal budaya baik dilihat dari latar belakang pendidikan formal, warisan nilai keluarga dan tempat pergaulan aktor. Semua itu menjadi stok nilai aktor dalam melakukan pertarungan dalam arena politik dan masyarakat akan melihat aktor yang layak untuk dipilih sesuai dengan harapannya pada aktor yang di dukungnnya. Untuk melihat stok modal budaya para calon Kepala Desa maka kita lihat dari hasil wawancara di bawah ini. Kutipan wawancara dengan bapak Jasinton Saragih. Saya hanya merasakan pendidikan sampai SMA saja dan saya sudah berkeluarga sampai berumur 59 tahun sekarang. Saya juga sudah dua periode sebagai Kepala Desa sehingga banyak pengetahuan yang saya dapatkan dalam masa-masa itu. Di keluarga saya menjadi sosok panutan karena saya sebagai kepala keluarga. Kepala Desa dan tokoh agama juga di desa ini. Saya dalam membawakan diri saya selalu menjaga perilaku dan berusaha menunjukkan hal-hal baik. Saya mempelajari semua hal di mulai dari didikan keluarga dan pendidikan di sekolah dulu sehingga ini juga menjadi cara bagi saya menghadapi calon Kepala Desa lain dalam mencari dukungan di desa ini. Tentu dalam pencalona Kepala Desa banyak hal yang bisa terjadi, kadang bisa perselisihan dan beda kepentingan tetapi saya menghadapinya dengan kepala dingin saja dan mendengar nasihat keluarga dan teman saja. Modal budaya yang dimiliki bapak Jasinton saragih di atas tidak jauh dari hasil yang di dapatkan dari didikan keluarga, pendidikan formal serta pengalaman semasa dia menjabat sebagai Kepala Desa. semua itu membantunya dalam Universitas Sumatera Utara membawakan dirinya dalam menghadapi lawan politiknya di arena politik. Hal yang agak berbeda di tunjukkan oleh calon Kepala Desa yang lain yaitu bapak Agus Harianto Purba yang sepanjang hidupnya lebih banyak di dunia bisnis sehingga memberi perspektif lain tentang modal budaya yang dimilikinya. Seperti yang dapat kita lihat dalam wawancara di bawah ini. Kalau saya memang lebih banyak belajar dan mendapat pengalaman dari bisnis tokeh kerbau yang saya jalani. Dalam bisnis sering mengalami kegagalan dan itu menjadikan saya tidak takut mengambil resiko. Kalau untuk pendidikan terahir saya hanya sampai SMA saja karena saya tidak memiliki keinginan melanjutkannya dan lebih suka berwirausaha sejak dulu. Untuk pencalonan Kepala Desa saya sudah di kenal banyak orang dan pergaulan yang saya buat membuat saya berani mencalon sebagai Kepala Desa. Dalam pergaulan saya selalu memang menunjukkan kalau saya bisa memberikan masukan dan tindakan kalau perlu. Pengetahuan yang saya dapatkan dari didikan keluarga dan di sekolah dulu tentu membantu saya dalam memiliki kelakuan baik sehingga di senangi orang lain. Kalau untuk cara saya mengahadapi calon lain hanya dengan melihat keadaan yang telah terjadi dan bila timbul masalah akan saya carikan solusi menghadapinya. Pengetahuan yang saya miliki dari pelajaran hidup yang saya dapat menjadi keyakinan kalau pembawaan diri saya itu menjadi ketertarikan masyarakat dalam mendukung saya dalam pemilihan Kepala Desa. Pembawaan diri yang di sebutkan oleh bapak Agus Harianto Purba terlihat jelas kalau tidak bisa di pisahkan dengan ajaran nilai keluarga, pengalaman berbisnis dan pendidikan formalnya. Semua itu menjadi tolak acuan baginya dalam membawakan dirinya dalam pergaulan sehingga di senangi oleh masyarakat desa dan mendapat dukungan dalam pencalaonan Kepala Desa. Lain halnya lagi yang ditunjukkan oleh Bapak Jalesman Sinaga yang kesehariannya memang lebih banyak dalam kegiatan agama sehingga selalu bersandar pada ajaran agama yang di anutnya. Lebih jelasnya kita lihat dari wawancara berikut ini. Saya sudah dua periode juga sebagai pengantara jemaat porhanger sehingga pergaulan saya memang lebih banyak dalam kegiatan agama. Cara saya bergaul tentu di pengaruhi oleh ajaran didikan dalam keluarga, pendidikan sekolah dan pengalaman hidup saya. Pengetahuan saya miliki memang tidak seperti orang lain yang banyak berasal dari sekolah yang dijalaninya maka Universitas Sumatera Utara saya mendapatnya dari nilai agama dan didikan yang saya dapat dalam keluarga saya. Untuk pergaulan saya memang selalu menjaga sikap dan bicara saya agar bisa jadi panutan bagi banyak masyarakat. Dalam pencalonan Kepala Desa saya pasti melakukan kampanye ataupun mencari dukungan tetapi selalu dengan jalur yang benar karena itu menjadi keyakinan saya dalam mendapatkan dukungan masyarakat desa. masyarakat tentu dapatmelihat siapa yang benar-benar berkelakuan baik dan pantas untuk di pilih sebagai Kepala Desa nantinya. Banyak tindakan yang dilakukan oleh bapak Jalesman Sinaga selalu di kaitkan akan nilai-nilai baik yang di dapatkan dari didikan keluarga dan agamanya sehingga selalu berusaha berljalan dalam hal yang tidak bertentangan dengan nilai yang di anggap baik oleh masyarakat. Ada kandidat lain yang juga ikut bertarung dalam pencalonan Kepala Desa yang lebih mengandalkan stok modal budayanya melalui pendidikan formalnya yaitu bapak Jan Nofri Saragih. Pendidikan formal yang di dapatnya memang sedikit banyaknya telah menjadi cara baginya membawakan dirinya dalam pergaulan. Pengetahuan yang lebih luas yang membuat dirinya sering menjadi tempat bertukar pikiran bagi banyak orang karena di buktikan melalui beberapa inovasi dari dirinya seperti kelompok tani yang bekerjasama dengan pemerintah daerah sehingga banyak bantuan di dapatkan untuk desa itu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam wawancara di bawah ini. Saya memang satu-satunya dari semua calon Kepala Desa yang memiliki gelar sarjana sehingga memiliki sesuatu yang berharga bagi saya. Pada saat pergaulan tentu saya tidak mau membuat jarak dengan masyarakat desa karena perbedaan pendidikan itu, maka saya lebih cenderung beradaptasi pada cara bergaul mereka. Pada saat tertentu saya selalu menunjukkan manfaat pengetahuan yang saya miliki dengan berbagai hal bermanfaat di desa ini seperti kelompok tani yang saya buat setelah selesai pencalonan Kepala Desa. kami mendapatkan keuntungannya dengan beberapa bantuan peralatan tani dan bantuan perbaikan jalan keladang. Hal itu tentu menjadi pengetahuan yang bermanfaat untuk mendapatkan dukungan karena saya bisa member manfaat bagi orang lain. Cara saya menghadapi calon Kepala Desa yang lain juga pada saat PILKADES dengan selalu menggunakan pendekatan berbeda-beda pada setiap kondisi yang terjadi dalam politik. Universitas Sumatera Utara Pemanfaatan stok pengetahuan melalui modal budaya yang dimiliki oleh bapak Jan Nofri Saragih yang mendapatkan banyak pengetahuannya melalui pendidikan formal. Beliau selalu menggunaka stok pengetahuannya dalam menarik minat masyarakat karena nilai gelar pendidikan yang tinggi sekaligus pengetahuan yang baru yang mendapat tanggapan positip dari masyarakat. Penggunaan kelompok tani tidak hanya digunakan oleh bapak Jan Nofri Saragih dalam menarik simpati dari masyarakat desa tetapi bapak Jonni Purba yang memiliki keyakinan sangat besar dalam kelompok tani dapat menaikkan taraf hidup masyarakat desa. untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dari wawancara berikut ini. Kalau pendidikan terakhir yang saya jalani hanya sampai tingkat SMA dan saya rasa itu bisa sudah cukup untuk bisa mengembangkan kelompok tani bentukan saya. Pengetahuan yang saya dapat dari sekolah dulu ditambah dengan ikutnya saya di penyuluhan petanian. Dalam pergaulan saya selalu menysisipkan untk membahas materi tentang kelompok tani agar mereka semakin percaya pada program itu. Saya rasa hal itu bisa menjadi alat bagi saya mendapat dukungan dengan pengetahuan yang telah saya terapkan di masyarakat desa. keyakinan itu ditambah oleh kepercayaan yang saya miliki dalam menghadapi calon Kepala Desa lain bahwa saya juga tidak kalah kalau dalam wawasan tentang pengetahuan yang bisa saya kembangkan sehingga masyarakat mau mendukung saya. Bila melihat pengembangan pengetahuan melalui jalur bentukan kelompok tani yang telah beberapa tahun di bentuk oleh bapak Jonni Purba maka alat baginya mempengaruhi orang lain untuk mau mendukungnya dalam pemilihan. Pengembangan kelompok tani terus dilakukan walau hanya dalam lingkup yang kecil karena belum di ketahui oleh semua masyarakat yang ada di Nagori Bahapal Raya. Beliau memang belum mensosialisasikan secara langsung pada semua desa dikarenakan adanya keterbatasan dalam berbagai aspek sehingga bentuk dukungan masyarakat yang di dapatnya hanya di desanya saja. Universitas Sumatera Utara Dari semua kandidat yang melakukan pertarungan di arena politik dengan menggunakan modal budaya tidak terlepas dari stok pengetahuan yang mereka dapatkan dari pendidikan formal atau pekerjaan yang mereka geluti di saat dewasa sehingga menjadi alat dalam mempengaruhi masyarakat. Hal itu dilakukan karena perbedaan dalam cara pendekatan oleh semua aktor dalam pergaulan mereka kesehariannya, ada yang lebih pada kegiatan agama, pertanian, bermasyarakat dan lain-lain. Pencapaian yang mereka dapat dari stok pengetahuan mulai posisi sosial, jabatan, pekerjaan dan cara membawakan diri mereka dalam masyarakat semua itu menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat desa dalam memilih calon Kepala Desa yang akan di dukungnya sesuai kriteria yang pas bagi setiap individu. Tentu dengan banyaka kelebihan dan pendekatan yang lebih inovatif memberikan kesempatan lebih besar bagi aktor menjadi sosok yang bisa mendominasi aktor lain dalam mengandalkan modal budaya yang dimilikinya.

4.6.3 Pertarungan Modal Ekonomi Aktor Dalam Arena