secara bersama-sama sehingga lebih meningkatkan solidaritas antara aktor dan massa pendukungnnya.
2.4 Ranah Field Sebagai Arena Pertarungan dan Perjuangan
Selain habitus, perkakas teoritik Bourdieu lainnya yang tak kalah penting yaitu ranah arena, field. Disatu sisi, habitus mendasari terbentuknya ranah,
sementara di pihak lain, ranah menjadi lokus bagi kinerja habitus. Berbeda halnya dengan habitus, ranah berada terpisah dari kesadaran individu yang secara objektif
berperan menata hubungan individu-individu. Ranah bukanlah interaksi intersubjektif antar individu, melainkan hubungan yang terstruktur dan secara tak
sadar mengatur posisi individu, kelompok atau lembaga dalam tatanan masyarakat yang terbentuk sacara spontan.
Bourdieu dalam Fashri 2014, 105-106 mendefinisikan ranah sebagai arena kekuatan yang didalamnya terdapat upaya perjuangan untuk memperebutkan sumber
daya modal dan juga demi memperoleh akses tertentu yang dekat dengan hierarki kekuasaan. Ranah juga merupakan arena pertarungan dimana mereka yang
menempatinya dapat mempertahankan atau mengubah wujud kekuasaan yang ada. Struktur ranahlah yang membimbing dan memberikan strategi bagi penghuni posisi,
baik individu maupun kelompok, untuk melindungi atau meningkatkan posisi mereka dalam kaitanya dengan jenjang pencapaian sosial. Apa yang mereka lakukan
berdasarkan pada tujuan yang paling menguntungkan bagi produk mereka sendiri. Strategi-strategi agen tersebut bergantung pada posisi-posisi mereka dalam ranah.
Konsep ranah tak bisa dilepaskan dari ruang sosial social space yang mengacu pada keseluruhan konsepsi tentang dunia sosial. Konsep ini memandang
Universitas Sumatera Utara
realitas sosial sebagai suatu topologi ruang. Artinya, pemahaman ruang sosial mencakup banyak ranah di dalamnya yang memiliki keterkaitan satu sama lain dan
terdapat titik-titik kontak yang saling berhubungan. Dengan kata lain, setap ranah memiliki struktur dan kekuatan-kekuatan sendiri, serta ditempatkan dalam suatu
ranah yang lebih besar yang juga memiliki kekuatan, strukturnya sendiri dan seterusnya.
2.5 Ranah dan Modal
Dalam sebuah wawancara dengan Cheelan Mahar, Bourdieu menjelaskan lebih lanjut kontruksi teoritiknya tentang ranah. Mari kita lihat uraian Bourdieu
dalam Fashri 2014, 107-111 yaitu: “mengenai bagaimana tindakan praktik merupakan produk sari relasi antara habitus yang merupakan produk sejarah dan
ranah, yang juga merupakan produk sejarah. Habitus dan ranah juga merupakan produk dari medan daya-daya yang ada dalam masyarakat. Dalam suatu ranah,
terdapat suatu pertaruhan, kekuatan-kekuatan, dan orang yang memiliki modal besar dan orang yang tidak memiliki modal. Modal merupakan sebuah konsentrasi
kekuatan, suatu kekuatan spesifik yang beroperasi di dalam ranah. Dalam ranah intelektual, anda harus memiliki sebuah modal istimewa dan spesifik yaitu otoritas,
prestise dan sebagainya. Ini semua adalah hal-hal yang tidak dapat anda beli, tapi seringkali dianugerahkan oleh modal ekonomi dalam ranah-ranah tertentu. Ranah ini
merupakan ranah kekuatan, tapi pada saat yang sama ia adalah ranah dimana orang- orang berjuang untuk mengubah struktur. Misalnya, ketika melihat ranah, mereka
memiliki opini-opini dan berkata ‘ia terkenal tapi ia tidak pantas mendapatkan itu’. Demikianlah ranah kekuatan pada saat yang sama adalah ranah perjuangan”.
Universitas Sumatera Utara
Konsep ranah mengandaikan hadirnya berbagai macam potensi yang dimiliki oleh individu maupun kelompok dalam posisinya masing-masing. Tidak saja sebagai
arena kekuatan-kekuatan, ranah juga merupakan domain perjuangan demi memperebutkan posisinya masing-masing di dalamnya. Posisi-posisi tersebut
ditentukan oleh alokasi modal atas para pelaku yang mendiami suatu ranah. Dari sinilah kita memandang bahwa hierarki dalam ruang sosial bergantung pada
mekanisme distribusi dan diferensiasi modal, yaitu seberapa besar modal yang dimiliki volume modal dan struktur modal mereka.
Memahami konsep ranah berarti mengaitkannya dengan modal. Istilah modal digunakan oleh Bourdieu untuk memetakan hubungan-hubungan kekuasaan dalam
masyarakat. Istilah modal memuat beberapa cirri penting, yaitu: 1 modal terakumulasi melalui investasi 2 modal bisa diberikan kepada yang lain melalui
warisan 3 modal dapat member keuntungan sesuai dengan kesempatan yang dimiliki oleh pemiliknya untuk mengoperasikan penempatannya.
Merujuk Bourdieu, modal bisa digolongkan kedalam empat jenis yaitu: pertama, modal ekonomi mencakup alat-alat produksi mesin, buruh, tanah, materi
pendapatan dan benda-benda dan uang yang dengan mudah digunakan untuk segala tujuan serta diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Kedua, modal
budaya adalah keseluruhan kualifikasi intelektual yang bisa diproduksi melalui pendidikan formal maupun warisan keluarga. Termasuk modal budaya antara lain
kemampuan menampilkan diri di depan publik, pemilikan benda-benda budaya bernilai tinggi, pengetahuan dan keahlian tertentu dari hasil pendidikan, juga
sertifikat gelar kesarjanaan. Ketiga, modal modal sosial menujuk jaringan sosial yang dimiliki pelaku individu atau kelompok dalam hubungannya dengan pihak
Universitas Sumatera Utara
lain yang memiliki kuasa. Dan keempat, segala bentuk prestise, status, otoritas, dan legitimasi yang terakumulasi sebagai bentuk modal simbolik.
Dari semua bentuk modal yang ada, modal ekonomi dan budayalah yang memiliki daya besar untuk menetukan jenjang hierarkis dalam masyarakat maju.
Mereka yang memiliki keempat modal tadi dalam jumlah yang besar akan memperoleh kekuasaan yang besar pula dan menepati posisi hierarki tertinggi.
Dengan demikian, modal harus ada dalam sebuah ranah agar ranah tersebut memiliki daya-daya yang memberikan arti. Hubungan habitus, ranah, dan modal bertaut secara
langsung dan bertujuan menerangkan praktik sosial. Karakteristik modal dihubungkan dengan skema habitus sebagai pedoman tindakan dan klasifikasi dan
ranah selaku tempat beroperasinya modal. Sedangkan ranah senantiasa dikitari oleh relasi kekuasaan objektif berdasarkan pada jenis-jenis modal yang digabungkan
dengan habitus.
2.6 Kekuasaan