Bila dilihat secara sistematis bentuk jaringan sosial yang dimiliki aktor dalam ranah politik maka akan kita lihat yang harus ditonjolkan dalam kehidupan sehari-
hari aktor yaitu pertemanan. Pertemanan bisa terbentuk dari dua wadah yang berbeda baik itu dari jalur formal dan informal yang semuanya itu bisa menjadi titik jaringan
sosial. Dari sisi formal dapat diraih dengan keberadaan struktur anggota suatu organisasi desa baik agama, pemerintahan desa bahkan organisasi masyarakat. Di sisi
lain melalui sektor informal maka lebih mengandalkan pergaulan berupa pertemanan karena sering ini menjadi pengikat solidaritas yang kuat antar individu sehingga bisa
menjaring massa dengan jumlah yang banyak karena semua ikut mendukung berdasarkan kerelaan setiap individu.
4.4 Pembentukan Habitus Aktor
Pembentukan karakter yang ada pada setiap manusia selalu terkait dengan banyak hal yang di alami dan dimiliki oleh setiap individu. Pembentukan karakter
dapat di bedakan berdasarkan latar belakang kehidupan sosialnya, pengalaman hidupnya, pengetahuan serta pergaulan yang melingkupi kehidupannya selama ini.
Proses pembentukan itu berlangsung dengan jangka waktu yang lama dengan melalui beberapa tahap tergantung bagaimana setiap menghadapi dan menafsirkannya.
Pengalaman yang di dapat setiap individu itu di dapat karena berada pada arena sosial yang berbeda untuk setiap individu bahkan walaupun dalam arena yang sama
masih ada faktor lain yang bisa membedakan seperti status dan pengetahuan yang berbeda sehingga menjadi menjadi berbeda penafsiran dan pembentukan habitusnya.
Bila kita ingin melihat jauh pembentukan habitus dalam arena sosial dan politik calon Kepala Desa yang bertarung merebut posisi Kepala Desa maka kita
akan lihat defenisi habitus menurut pencetus teori itu yaitu Pierre Bourdieu. Habitus
Universitas Sumatera Utara
menurut Pierre Bourdieu dalam Adib 2012: 97 mengatakan bahwa habitus adalah struktur mental atau kognitif yang dengannya orang berhubungan dengan dunia
sosial yang dimiliki setiap idnvidu. Setiap idnvidu di bekali dengan serangkaian skema yang sudah terinternalisasi dalam dirinya yang mereka gunakan untuk
mempersepsi, memahami, mengapresiasi dan mengevaluasi dunia sosialnya. Melalui setiap aspek tadi, setiap individu menghadapi dunia sosial yang dekat dengan
lingkungan dan status yang melekat pada diri aktor. Aktor akan melakukan yang pantas atau sejalan dengan harapan yang ada dalam pikiran masyarakat. Masyarakat
akan melihat cara yang di tunjukkan oleh setiap aktor dalam menampilkan diri, bertindak, berbicara bahkan mengambil keputusan dalam setiap keadaan yang
berbeda-beda. Perpindahan status yang di miliki oleh aktor dari status yang di milikinya
sebelumnya hanya sebagai masyarakat biasa dan berubah ke tahap status yang lebih tinggi menjadi calon Kepala Desa maka tidak secara otomatis aktor itu berubah
habitus yang ada dalam dirinya. Pertama akan di awali oleh perubahan kecil dalam dirinya dengan menjaga setiap perkataan dan tata kelakukan dan cara bertindaknya di
depan publik. Proses itu terus berlanjut ke tahap yang lebih lanjut dengan setiap pertarungan yang dihadapi dalam sosial politik desa tempat yang menjadi arena
pertarungan mereka. Terinternalisasinya nilai yang di dapatkan dari pengalaman di arena politik sehingga melekat dalam diri setiap aktor akan menentukan respon
masyarakat pada tindakan aktor sehingga berujung banyak atau tidaknya dukungan yang datang pada aktor. Hal ini terkait juga dengan modal sosial yang di bahas
sebelumnya, dalam diri aktor yang terkait pergaulannya dan melibatkan dirinya kepada masyarakat desa sehingga masyarakat akan tertarik dan menyukai sekaligus
Universitas Sumatera Utara
menghormati sebagai calon Kepala Desa. Semua faktor itu yang menjadi penentu akan banyaknya suara yang di dapatkan oleh aktor dalam pemilihan Kepala Desa.
Pengalaman yang di dapatkan melalui proses pembentukan habitus juga sebuah produksi kultural yang dihasilkan oleh individu dalam ranah politik dan -
sosialnya. Habitus tadi yang bisa terbentuk atau tercipta di mulai dari anak-anak pada suatu ranahnya. Habitus melalui pendidikannya, interakasi, bahkan didikan dalam
keluarga untuk membawakan dirinya dalam kehidupan masyarakat untuk mengahadapi ranah sosialnya. Habitus menurut Vivian dalam tesisnya 2014: 9
mengatakan habitus sebagai tindakan atau sikap yang terakumulasi dan dinamis mengikutu ranah sosial, sehingga habitus setiap individu berbeda-beda. Produk
habitus bersifat spesifik dan beradaptasi dengan ranah. Ranah menjadi sistem sosial yang bersifat relasional antara posisi objektif aktor. Dalam ranah juga menjadi
perebutan sumber dan pertaruhan dan akses terbatas. Perjuangan dan manuver politik juga terjadi dalam ranah, para aktor yang ikut bertarung dalam pemilihan Kepala
Desa berjuang menghasilkan habitus yang sesuai dengan harapan rakyat sehingga bisa berpartisipasi dalam mendulang suara dari rakyat. Hal ini juga di tandai pada
calon Kepala Desa yang bertarung maka mereka juga terlihat mengalami proses pembentukan habitus. Habitus pada aktor akan di lihat melalui wawancara pada
calon kepala desa berikut ini. Bapak Jasinton Saragih memberikan pernyataannya dalam wawancaranya melalui penuturannya sebagai berikut.
Saya sebagai salah satu tokoh desa di Bahapal Raya ini tentunya terus menjaga tingkah laku saya dalam pergaulan masyarakat. Saya tidak bisa
seperti warga desa lain yang dalam beberapa tindakan ataupun kondisi terlihat ceroboh atau kurang sesuai dengan harapan masyarakat. Kalau tentang
pengaturan pola tingkah laku telah ada saya atur dalam diri saya sejak sebelum mencalon Kepala Desa tetapi pada saat setelah mencalon
mendaftarkan diri sebagai calon Kepala Desa maka saya lebih banyak
Universitas Sumatera Utara
mengatur pola tingkah laku dan tindakan saya. Hal itu semua tentunya demi mendukung kepribadian yang dilihat masyarakat dari diri saya sehingga saya
bisa terlihat wibawa dan terpandang di lihat masyarakat desa. pengaturan pola tingkah laku tadi juga saya terapkan lebih lagi dalam keluarga besar saya agar
keluarga saya juga memiliki sifat yang baik di masyarakat karena apa yang ada dalam diri saya itu juga menjadi cerminan bagi semua keluarga saya
sehingga perlu ada penanaman nilai yang baik untuk keluarga sehingga orang memandang saya dan keluarga menjadi lebih hormat. Semua itu menjadi
harapan yang besar bagi saya untuk kemenangan dalam setiap pemilihan Kepala Desa yang saya lakukan.
Hasil wawancara yang saya lakukan dengan bapak Jasinton Saragih di atas terlihat bahwa identitas diri di bentuk oleh keluarga juga sehingga para aktor tidak
hanya pola tingkah laku mereka yang mereka atur tetapi keluarga juga. Keluarga selalu memberi dukungan dan nasihat bagi aktor dalam melakukan tindakan,
berbicara dan bertindak. Hal ini juga sesuai dengan wawancara yang saya lakukan dengan bapak Agus Harianto Purba seperti berikut.
Sejak kecil saya sudah diajarkan untuk selalu melakukan tindakan dan berbicara yang mengikuti aturan yang ada di masyarakat. Dalam keluarga
saya juga selalu saya tanamkan untuk tetap berbuat baik seperti membantu tetangga kesusahan dan ikut berbagi kepada teman juga. Hal inilah yang
menjadi pengaturan pola tingkah laku bagi saya karena sudah tertanam dari kecil maka untuk melakukan hal-hal yang pantas bagi seorang yang ikut
berpolitik tidak terlalu sulit bagi saya. Nama keluarga saya di desa ini juga termasuk masih bersih dan terpandang karena memang belum ada kejadian
yang mencoreng nama baik keluarga saya. Pertarungan yang saya lakukan dalam PILKADES selalu saya lakukan dengan jalur sehat karena itu member
kenyamanan bagi saya. Proses yang saya lalui ini saya yakini akan memberikan rasa percaya masyarakat pada saya dan rela memberi dukungan
untuk saya. Penjelasan di atas melalui hasil wawancara telah menunjukkan kalau keluarga
juga merupakan salah satu faktor vital yang menjadi pembentuk habitus aktor karena keluarga di pandang aktor menjadi standar nilai yang menjadi penentu arah dalam
bertindak bagi aktor. Para aktor yang memiliki modal dari pembentukan habitus dalam keluarga akan berbeda pada saat menghadapi ranah politik karena perlu ada
adaptasi yang cepat atau lambat tergantung kemampuan tiap individu aktor.
Universitas Sumatera Utara
Pembentukan dalam keluarga dan agama juga dapat dilihat dalam wawancara saya dengan bapak Jalesman Sinaga seperti berikut.
Saya telah dua periode sebagai pengantar jemaatPorhanger di Desa Bahapal Raya ini, setidaknya hal itu sudah menjadi faktor yang membentuk sifat saya
dalam kehidupan sehari-hari. Saya selalu di haruskan untuk bersikap bijak dan membuat jalan keluar apabila masyarakat sini dalam masalah dan nilai-
nilai agama juga menjadi sangat berarti dalam hidup saya sehingga selalu melalui jalan yang benar. Keinginan saya ikut PILKADES juga di karenakan
saya merasa ada hal yang pantas di tiru dari saya dan bisa menjadi panutan bagi saya sehingga menjadikan saya akan mendapat dukungan oleh
masyarakat yang telah melihat bagaimana kehidupan saya seharin-harinya. Dalam pergaulan sehari-hari saya selalu aktif dalam setiap kegiatan gereja
dan agama karena itu menjadi hal positip bagi saya dalam menjalankan kehidupan saya sehari-harinya.
Pembentukan habitus yang berasal dari ranah yang berbeda dengan setiap
aktor yang sering di jalaninya membuat berbeda dalam menghadapi atau bertindak dalam pertarungan politik. Seperti wawancara dengan bapak Jalesman Sinaga yang
banyak berada dalam lingkaran kegiatan keagamaan maka banyak arah penentu tindakan dan sikapnya di di dominasi oleh nilai-nilai keagamaan sehingga selalu
patuh akan nilai yang seturut dengan kepercayaan agamanya. Berbeda halnya dengan bapak jonni Saragih yang juga untuk beberapa tahun ini terus aktif dalam
membentuk dan membangun program kelompok tani yang di binanya sehingga memberikan pengalaman berbeda dan semangat yang pantang menyerah. Untuk
lebih lanjutnya dapat kita lihat dari penuturan beliau dalam wawancara berikut ini. Saya mengatur pola tingkah laku saya tidak semuanya berasal dari keluarga
saya yang mulai dari kecil sudah memberikan saya nilai-nilai baik yang menuntun saya dalam hidup saya. Setelah berkeluarga dan menjadi eorang
duda dengan anak saya yang masih sekolah maka saya berusaha mencari jalan agar saya bisa menaikkan kehidupan saya. Beberapa tahun yang lalu ada
program pemerintah yang menggalakkan program kelompok tani dan saya antusias akan itu. Saya rasa kegiatan kelompok tani ini telah membentuk sifat
saya yang baru yang mengajarkan saya untuk selalu membantu mensosialiasikan program kelompok tani dan terbukti melalui hal ini
beberapa mesin dan bibit tanaman di berikan kepada kami. Dari kegiatan ini saya memetik nilai untuk selalu berjuang dan berkemauan dalam hal yang
Universitas Sumatera Utara
sedang saya tekuni itu. Hal itu menjadi sesuatu yang berharga bagi saya dengan banyak usaha dan upaya yang saya lakukan menjadi nilai positip dari
saya untuk masyarakat dapat percaya kepada saya. Usaha dan perjuangan saya itulah yang menurut saya menjadi modal bagi saya dapat memenangkan
PILKADES.
Kekuatan dan perjuangan pantang menyerah yang di tunjukkan oleh bapak Jonni Purba telah menjadi salah satu pembentuk habitus yang melekat pada dirinya
walalu hanya sifatnya dalam bentuk parsial. Artinya habitus sudah terbentuk dalam dirinya selalu tertuju hanya kepada program kelompok taninya dan kurang ada
kelenturan atau manuver yang bisa di lakukan dalam ranah politik sehingga suara yang di dapatkannya hanya sedikit saja dan mendapat posisi ke empat 4 suara
terbanyak. Berbeda lagi dengan bapak Jan Nofri Saragih yang pada saat pemilihan merupakan orang baru di desa itu maka proses adaptasi dan penafsiran masyarakat
akan dirinya cukup mendapat respon sangat positip. Terbukti hal itu dari perolehan suara yang terpaut beberapa puluh angka saja dari Kepala Desa terpilih. Tentu hal ini
dapat kita lihat dari wawancara langsung yang saya lakukan dengan beliau dari kutipan berikut ini.
Saya sudah membuat sikap yang sopan dan baik sesuai norma yang berlaku dalm masyarakat d sini dalam melakukan pergaulan saya. Ketika saya sudah
terdaftar sebagai calon Kepala Desa maka saya lebih menunjukkan sikap yang pantas di tiru agar terlihat wibawa dalam masyarakat di seluruh Desa
yang ada di Bahapal Raya ini. Saat itu juga kan saya masih terbilang orang baru karena saya lama di perantauan dan perlu di kenalkan lagi dengan
masyarakat agar mengenal saya. Proses perkenalan itulah yang sedikit banyaknya telah membentuk sifat saya yang baru dimana saya harus bisa
beradaptasi dengan orang yang baru saya kenal dan membuat kedekatan khusus dengan mereka. Saya tentunya akan menonjolkan diri saya pada
mereka tetapi tidak dengan melakukan paksaan yang membuat mereka tertekan akan kehadiran saya. Saya selalu membawakan diri saya ke suasana
santai yang bisa menghidupkan suasana cair di setiap pergaulan saya. Mungkin hal inilah yang menjadi hal positip dari sifat saya yang mudah
beradaptasi terhadap orang-orang baru dan bisa melakukan kedekatan khusus dengan mereka di dalam pergaulan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Perihal adaptasi yang cepat yang bisa di lakukan oleh bapak Jan Nofri Saragih menjadi alat yang bisa mendekatkan dirinya yang masih orang baru di desa
itu. Pendekatan yang dilakukkan juga tidak bertentangan dengan nilai yang berlaku pada masyarakat desa sehingga peran baru yang di lakukannya menjadikan beliau
lebih di kenal dan bisa berperan aktif dalam kegiatan bersama yang ada di desa itu. Kebiasaan yang di lakukan oleh aktor dalam ranah politiknya di dapatkan melalui
pengalaman hidupnya dan berfungsi dalam hal tertentu dalam melalui pengalamn hidup aktor dimana kebiasaan di masa lalu bisa terjadi lagi di kehidupannya
sekarang. Dari semua tindakan habitus yang ditunjukkan dari semua aktor dengan
pengalaman hidup berbeda, latar belakang keluarga berbeda, posisi sosial berbeda, pekerjaan yang berbeda serta organisasilembaga yang pernah di ikutinya turut
membentuk habitus yang melekat pada diri aktor. Habitus dalam hal ini bisa kita artikan sebagai susunan mental dan pengetahuan aktor dalam menghadapi ranah
kehidupan sosialnya. Habitus aktor itu yang terikat dari kehidupan masa lalunya dapat menggambakan susunan kecenderungan aktir untuk menanggapi dan bereaksi
terhadap ranah sosialnya yang baru seperti pencalonan kepala desa dengan cara-cara tertentu pula. Karena dalam hal ini habitus itu menjadi hasil dari sejarah kehidupan
aktor dengan susunan pembentuk kehidupannya. . Kebiasaan yang di lakukan oleh aktor dalam ranah politiknya di dapatkan melalui pengalaman hidupnya dan
berfungsi dalam hal tertentu dalam melalui pengalamn hidup aktor dimana kebiasaan di masa lalu bisa terjadi lagi di kehidupannya sekarang.
Proses sejarah hidup aktor yang terbentuk dari berbagai pengalaman hidup serta struktur lain yangmembentuk habitusnya telah terinternalisasi dalam dirinya,
Universitas Sumatera Utara
kemudian aktor akan meggunakan hal itu untuk merasakan, memahami, menyadari dan menilai dunia sosial yang menjadi ranah perjuangannya sekarang. Melalui hal
demikian maka aktor dapat membuat tindakannya dan penilaian habitusnya dalam mengendalikan pikiran dan pilihan tindakan yang bisa di lakukan oleh aktor dalam
ranah perjuangannya. Habitus yang terbentuk tadi juga di dapatkan dengan melalui proses posisi sosial dalam kehidupan sosialnya. Seperti bapak Jasinton Saragih yang
sudah dua periode maka bapak itu lebih pandai mengatur wibawanya depan umu dan mengharuskan bergaul pada semua masyarakat. Begitu juga dengan bapak Agus
Harianto Purba yang menjadi salah satu orang terkaya dan tokeh kerbau di desa itu, maka caranya bergaul selalu bergaya orang lapangan yang suka bergabung dengan
orang banyak sekedar tukar pikiran dan keharusan baginya juga karena tuntutan pekerjaannya.
Lain halnya dengan bapak Jalesman Sinaga yang lama berada dalam kepengurusan gereja maka tindakannya selalu di sesuaikan pada nilai-nilai Kristen
dan lebih cenderung menyukai kegiatan yang ada kaitannya dengan agama. Ada sedikit kesamaan dengan bapak jhoni purba yang memiliki kecenderungan suka pada
satu wadah kegiatan saja yaitu kelompok tani yang di bentuknya. Proses yang dilakukan dan di perjuangkan sehingga bisa membentuk itu sedikit banyaknya
menjadi sejarah kehidupan beliau yang sudah terinternalisasi dalam dirinya dan juga menjadi penentu tindakannya saat berjuang dalam ranah politik desa.
Selain itu masih ada aktor lain bapak Jan Nofri Saragih yang memiliki latar belakang sarjana sehingga memiliki pemikiran yang lebih terbuka akan hal-hal baru
yang ada di desa itu. Beliau juga membuat kelompok tani setelah pencalonan Kepala Desa dan hasilnya sudah banyak di terima oleh masyarakat desa itu. Baik itu dari
Universitas Sumatera Utara
mesin bajak, bibit derta perbaikan jalan ke ladang yang semuanya itu di dapat melalui kerjasama dengan pemerintah daerah. Proses adaptasi yang cepat juga yang
menjadi habitus beliau dalam memperkenalkan dirinya mejadi hal yang sangat positip dalam tindakan politiknya. Kenyataan yang terlihat ini membuktikan kalau
tindakan aktor dalam perjuangan perebutan kursi Kepala Desa selalu terkait dengan sejarah dan pengalaman aktor di masa lalu.
Semua penjelasan konsep habitus yang sudah disebutkan diatas akan lebih mudah bagi kita bila melihat proses pembentukan habitus melalui gambar yang
tertera di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
AKTOR CALON KEPALA DESA
PENANAMAN NILAI
PENDIDIKAN FORMAL:
SEKOLAH dan ORGANISASI
MASYARAKAT
INTERNALISASI NILAI
KEBIASAAN BERPERILAKU
PENDIDIKAN INFORMAL:
KELUARGA, PERGAULAN
SERTA PENGALAMAN
HIDUP
MEMBENTUK SIFAT AKTOR
DALAM BERTINDAK,
BERBICARA SERTA
BERPERILAKU
HABITUS AKTOR
Gambar 4.5 Tentang Pembentukan Habitus Aktor Habitus menjadi representasi aktor dalam bertindak, berbicara, berperilaku di dalam
arena politik sehingga itu yang menjadi tampilan yang terlihat oleh masyarakat desa. Proses pembentukan habitus sudah terbentuk sejak kecil dan bahkan habitus aktor
banyak dipengaruhi oleh didikan keluarga, pergaulan, sekolah dan pengalaman hidupnya. Setiap arena tentu memiliki adaptasi nilai dan sikap berbeda maka proses
mulai dari mencalon dan sampai terpilihnya sebagai Kepala Desa akan membentuk habitus baru yang diadaptasi dengan habitus lama. Proses penanaman nilai harus
Universitas Sumatera Utara
melewati internalisasi dulu baru bisa dikatakan sebagai habitus aktor dalam arena politik.
4.5 Strategi Pemenangan Aktor Dalam Ranah Politik