terhadap valuta sehingga memperlemah nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing.
Penawaran valuta asing dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama,
faktor penerimaan hasil ekspor. Semakin besar volume penerimaan ekspor barang dan jasa, maka semakin besar jumlah valuta asing yang dimiliki oleh suatu negara
sehingga akan membuat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing
cenderung mengalami apresiasi. Kedua, faktor aliran modal masuk capital
inflow. Semakin besar aliran modal masuk, maka nilai tukar akan cenderung semakin menguat. Aliran modal masuk tersebut dapat berupa penerimaan hutang
luar negeri, penempatan dana jangka pendek oleh pihak asing portofolio investment dan investasi langsung pihak asing foreign direct investment.
2.2. Sistem Nilai Tukar
Pada umumnya, kebijakan nilai tukar suatu negara diarahkan untuk mendukung neraca pembayaran danatau membantu efektivitas kebijakan
moneter. Penetapan nilai tukar yang overvalued dapat mengakibatkan barang- barang ekspor menjadi lebih mahal di luar negeri dan barang-barang impor
menjadi lebih murah dan akhirnya neraca perdagangan menjadi memburuk. Dalam kaitannya dengan kebijakan moneter, depresiasi nilai tukar yang
berlebihan dapat mengakibatkan tingginya laju inflasi sehingga dapat menganggu tujuan akhir kebijakan moneter untuk memelihara stabilitas harga. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka kebijakan nilai tukar yang tepat merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara.
Sejalan dengan tujuan kebijakan nilai tukar, maka dikenal berbagai jenis sistem nilai tukar yang digunakan suatu negara khususnya setelah runtuhnya
sistem nilai tukar Bretton Woods. Berdasarkan perkembangan terakhir, terdapat kecenderungan negara-negara dunia menggunakan sistem nilai tukar
mengambang. Namun, masih terdapat beberapa negara yang menggunakan sistem nilai tukar tetap ataupun variasi dari sistem nilai tukar mengambang dengan
sistem nilai tukar tetap. Corden 2002 mengklasifikasikan sistem nilai tukar menjadi tiga kelompok, yaitu: 1 sistem nilai tukar tetap murni Absolutely fixed
rate regime, 2 sistem nilai tukar mengambang murni Pure floating regime, 3 sistem nilai tukar tetap tetapi dapat disesuaikan Fixed But Adjustable RateFBAR
yang merupakan kombinasi sistem nilai tukar tetap dan mengambang. Selanjutnya terdapat beberapa jenis sistem nilai tukar yang merupakan kombinasi dari ketiga
sistem nilai tukar tersebut. Diantara sistem nilai tukar mengambang murni dengan FBAR terdapat tiga jenis sistem nilai, yaitu i pegged, ii target zone band, iii
managed floating. Sementara itu crawling pegged dapat dibagi menjadi dua jenis lagi, yaitu active pre-announced dan passive crawling pegged.
2.3. Sistem Nilai Tukar di Indonesia
Indonesia telah mengimplementasikan sistem nilai tukar yang berbeda- beda dalam periode tiga dekade terakhir. Tahun 1960-an rezim nilai tukar yang
dianut Indonesia adalah multiple exchange rate system. Sejak Agustus 1971 sampai dengan November 1978 Indonesia menganut fixed exchange rate system.
Selanjutnya setelah November 1978 sampai September 1992 Indonesia menganut managed floating system. Lalu dari September 1992 sampai dengan 13 Agustus
1997 Indonesia menganut Managed Floating dengan crawling band system. Terakhir sejak tanggal 14 Agustus 1997 hingga saat ini BI mengubah arah
kebijakan menjadi free floatingflexible system hal tersebut berkaitan dengan terjadinya currency turmoil dan keterbatasan cadangan devisa yang dimiliki BI
Kurniati dan Hardiyanto, 1999.
2.3.1. Sistem Nilai Tukar Tetap Fixed Exchange Rate System
Pada sistem nilai tukar tetap nilai tukar mata uang suatu negara ditetapkan secara tetap dengan mata uang asing tertentu. Dengan penetapan nilai tukar secara
tetap, terdapat kemungkinan nilai tukar yang ditetapkan terlalu tinggi over- valued atau terlalu rendah under-valued dari nilai yang sebenarnya. Terdapat
dua penyebab utama suatu negara meninggalkan sistem ini yaitu: Pertama, dapat menganggu neraca perdagangan. Dengan menerapkan
sistem nilai tukar tetap, maka nilai mata uang domestik akan dapat lebih mahal dibandingkan dengan nilai sebenarnya. Kondisi ini dapat mengakibatkan barang-
barang ekspor suatu negara menjadi lebih mahal di luar negeri dan akan mengurangi daya kompetisi dan selanjutnya akan menurunkan volume ekspor.
Disisi impor, nilai tukar yang over-valued mengakibatkan harga barang-barang impor menjadi lebih murah dan impor dapat meningkat. Secara keseluruhan nilai
tukar yang over-valued akan memperburuk neraca perdagangan suatu negara. Kedua, ketidakcukupan cadangan devisa untuk mempertahankan nilai
tukar ini. Negara-negara yang memiliki cadangan devisa sedikit akan rentan terhadap serangan nilai tukar karena negara tidak mempunyai cadangan devisa
yang cukup untuk mengintervensi ke pasar valas dalam mempertahankan nilai tukar. Simorangkir dan Suseno, 2005.
Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap sejak Agustus tahun 1971 sampai dengan November 1978. Penerapan sistem nilai tukar tetap ini
memberikan kestabilan dari waktu ke waktu namun memerlukan cadangan devisa dalam jumlah yang besar untuk melakukan intervensi. Pada sistem nilai tukar
tetap ini, dengan sistem kontrol devisa dan masih belum berkembangnya lembaga keuangan khususnya pasar valas, volume transaksi devisa yang terjadi masih
relatif kecil. Pada rezim sistem nilai tukar ini pemerintah mem-peg-kan Rupiah
terhadap Dollar Amerika, dimana penentuan nilai tukar mutlak dilakukan oleh pemerintah atas dasar nilai tukar riil dan BI memiliki wewenang penuh dalam
mengawasi transaksi devisa. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada level yang telah ditetapkan, BI melakukan intervensi aktif di pasar valas. Untuk menghindari
nilai tukar yang over-valued yang dapat mengurangi daya saing produk-produk ekspor di pasar internasional, pemerintah melakukan devaluasi mata uang
sebanyak tiga kali, yaitu pada tanggal 17 April 1970 dengan kurs sebesar Rp 378USD, 23 Agustus 1971 dengan kurs sebesar Rp 415USD dan 15 November
1978 dengan kurs sebesar Rp 625USD.
Gambar 2.1. Keseimbangan Nilai Tukar Tetap Gambar 2.1 a mengasumsikan bahwa pemerintah menetapkan kurs
sebesar e dibawah keseimbangan pasar under-valued sebesar e. Pada kondisi ini jumlah permintaan valas melebihi jumlah penawarannya atau dengan kata lain
terjadi kelebihan permintaan excess demand valas sebesar D – S. Kelebihan permintaan ini akan dipenuhi oleh bank sentral melalui penjualan valas pada
sektor privat untuk mencegah kurs bergerak diatas level yang telah ditetapkan. Hal tersebut menyebabkan bank sentral kehilangan sejumlah cadangan internasional
sebesar D – S. Dalam rezim nilai tukar tetap, Bank Sentral harus memiliki cadangan internasional untuk menjaga kurs pada level yang telah ditetapkan.
Batiz dan Batiz, 1994
Gambar 2.2 b mengasumsikan bahwa pemerintah menetapkan kurs sebesar e diatas keseimbangan pasar over-valued sebesar e. Pada kondisi ini
terjadi kelebihan penawaran kurs excess supply sebesar S – D. Kelebihan penawaran valas oleh privat sektor akan dibeli oleh bank sentral untuk mencegah
S S
D e
O S
S
jumlah valuta asing
D e
D D
Kurs Kurs
jumlah valuta asing
S D
e e
O D
S
Sumber: Batiz dan Batiz, 1994
a b
supaya kurs tidak bergerak dibawah level yang telah ditetapkan.
Batiz dan Batiz, 1994
2.3.2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali Managed Floating
Exchange Rate System
Menurut Simorangkir dan Suseno 2005, suatu negara menerapkan nilai tukar mengambang terkendali apabila bank sentral melakukan intervensi di pasar
valuta asing tetapi tidak ada komitmen untuk mempertahankan nilai tukar pada tingkat tertentu atau pada suatu batasan target target zone. Tujuan dari intervensi
tersebut adalah untuk menstabilkan pergerakan nilai tukar secara berkala atau setidaknya mengurangi tingkat volatilitas pada tingkat moderat, serta mencegah
pergerakan nilai yang terlalu besar. Keuntungan dari sistem ini adalah pembuat kebijakan mendapat kebebasan
untuk menggunakan intervensi atau kebijakan lain, seperti suku bunga, untuk mencapai nilai tukar yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan ekonomi tanpa
harus kehilangan kredibilitas. Akan tetapi, kelemahan dari sistem ini dapat mendorong kegiatan spekulasi dan jika bank sentral atau pemerintah tidak
mempunyai cadangan devisa yang cukup, dapat mengakibatkan ambruknya sistem nilai tukar ini.
Sistem nilai tukar mengambang terkendali ini diberlakukan di Indonesia sejak November 1978 sampai 13 Agustus 1997. Dalam pelaksanaannya, sistem ini
memiliki esensi yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik perekonomian pada saat itu dan berhubungan erat dengan seberapa besar BI mengendalikan nilai
tukar dengan melakukan penekanan pada unsur floating-nya.
Pada sistem ini, nilai tukar akan diupayakan untuk berada dalam kisaran tertentu yang diputuskan oleh otoritas moneter. Dalam mempertahankan nilai
tukar efektif, nilai tukar dari waktu ke waktu disesuaikan dengan selisih inflasi antara Indonesia dengan sekeranjang mata uang negara-negara mitra dagang
utama dan kompetitor Indonesia, sehingga perkembangan nilai tukar Rupiah mudah diprediksi dan relatif stabil. Dalam menjaga kestabilan nilai Rupiah
pemerintah melakukan intervensi apabila kurs mengalami fluktuasi melebihi batas atas atau batas bawah dari selisih atau spread tertentu. Kebijakan sistem nilai
tukar ini diimplementasikan bersamaan dengan adanya devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33.6.
Fleksibilitas nilai tukar semakin ditingkatkan melalui penerapan kebijakan nilai tukar crawling band sejak tahun 1992 sampai dengan Agustus 1997.
Peningkatan fleksibilitas nilai tukar melalui pelebaran rentang intervensi telah memberikan keleluasaan kepada BI dalam melaksanakan kebijakan moneter dan
mendorong berkembangnya pasar valas dalam negeri.
2.3.3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas Free Floating Exchange Rate
System
Dalam sistem nilai tukar ini, mekanisme penetapan nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing ditentukan oleh mekanisme pasar. Besarnya
nilai tukar ini juga dipengaruhi oleh perilaku penjual dan pembeli khususnya para spekulan. Dengan demikian, pada sistem ini nilai mata uang akan dapat berubah
setiap saat tergantung dari permintaan dan penawaran mata uang domestik relatif terhadap mata uang asing dan perilaku spekulan.
Bank Sentral tidak menargetkan besarnya nilai tukar dan tidak melakukan intervensi langsung ke pasar valuta asing. Sistem nilai tukar ini banyak dianut
oleh negara-negara di dunia. Hal tersebut dikarenakan sistem ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu: Pertama, sistem ini memungkinkan suatu negara
mengisolasikan kebijakan ekonomi makronya dari dampak kebijakan dari luar sehingga suatu negara mempunyai kebebasan untuk mengeluarkan kebijakan yang
independen. Kedua, sistem ini tidak memerlukan cadangan devisa yang besar karena tidak ada kewajiban untuk mempertahankan nilai tukar. Tetapi sistem ini
juga memiliki kelemahan, yaitu penetapan nilai tukar berdasarkan pasar dapat mengakibatkan nilai tukar berfluktuasi. Depresiasi nilai tukar dapat
mengakibatkan peningkatan harga barang-barang impor dan pada akhirnya akan memicu inflasi di dalam negeri Simorangkir dan Suseno, 2005.
Sumber : Batiz dan Batiz, 1994
S
D
O
jumlah valuta asing Kurs
e
Gambar 2.2 Keseimbangan Kurs Pada Sistem Nilai Tukar Mengambang D
S
Gambar 2.2 mengasumsikan hanya ada dua mata uang yaitu mata uang domestik dan mata uang asing dan tidak ada intervensi yang sistematis dari
pemerintah dalam pasar valuta asing. Jumlah permintaan valas sektor privat ditunjukkan oleh kurva DD sementara SS menunjukkan penawaran valas dan e
adalah keseimbangan kurs dalam sistem nilai tukar mengambang yang ditentukan oleh mekanisme pasar.
Pemberlakuan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia mulai tanggal 14 Agustus 1997 yang terkait dengan semakin terkurasnya cadangan
devisa negara akibat dari depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika yang berawal dari adanya tekanan yang berasal dari adanya serangan spekulasi
terhadap mata uang Baht Thailand yang kemudian berdampak menjalar contagion efffect ke mata uang Indonesia Warjiyo, 2004.
Melemahnya nilai tukar Rupiah telah mendorong investor asing menarik dananya pada waktu yang bersamaan dari Indonesia yang diinvestasikan dalam
bentuk portofolio surat-surat berharga seperti commercial papers, promisorry notes, dan medium-term notes maupun saham dan obligasi. Kepanikan mulai
terjadi lagi di pasar valas terutama karena perusahaan dan bank-bank di dalam negeri ingin memborong devisa untuk membayar atau melindungi kewajiban luar
negerinya dari resiko nilai tukar. Akibatnya nilai tukar Rupiah semakin merosot hingga pernah mencapai tingkat terendah sekitar Rp15.000 per Dollar AS pada
awal tahun 1998. Dalam menghadapi tekanan yang begitu besar terhadap melemahnya nilai
tukar Rupiah, pada awalnya BI, sesuai dengan sistem nilai tukar mengambang
terkendali yang berlaku pada waktu itu, melakukan intervensi di pasar valas untuk mempertahankan nilai tukar pada kisaran yang telah ditetapkan. Demikian
besarnya pembelian valas di pasar mengharuskan BI menyelamatkan jumlah cadangan devisa yang tersedia dengan tetap berupaya menstabilkan Rupiah, antara
lain dengan memperlebar kisaran intervensi nilai tukar Rupiah dan terus mengendalikan likuiditas di pasar.
Sementara itu, tekanan Rupiah yang sangat kuat dan demikian cepat terhadap melemahnya nilai tukar Rupiah yang disertai dengan penurunan devisa
dalam jumlah yang cukup besar akhirnya memaksa pemerintah untuk mengubah sistem nilai tukar yang berlaku dari sistem kebijakan nilai tukar mengambang
terkendali menjadi sistem nilai tukar mengambang bebas.
2.4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Menurut Warjiyo 2004, mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank
sentral mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang ditetapkan. Mekanisme transmisi
moneter dimulai dari tindakan bank sentral dengan menggunakan instrumen moneter, apakah OPT Operasi Pasar Terbuka atau yang lain, dalam
melaksanakan kebijakan moneternya. Tindakan itu kemudian berpengaruh pada aktivitas ekonomi dan keuangan melalui berbagai saluran transmisi kebijakan
moneter yaitu saluran uang, kredit, suku bunga, nilai tukar, harga aset, dan ekspektasi inflasi.
Pada perekonomian terbuka, perkembangan ekonomi dan keuangan di suatu negara akan dipengaruhi pula oleh perkembangan ekonomi dan keuangan di
negara lain yang terjadi antara lain melalui perubahan nilai tukar, volume ekspor dan impor, atau besarnya arus dana yang masuk dan keluar dari negara yang
bersangkutan. Pada kondisi demikian, peranan saluran lain seperti nilai tukar, suku bunga, dan kredit menjadi semakin penting dalam transmisi kebijakan
moneter. Peranan saluran harga aset lainnya, seperti obligasi dan saham, dan saluran ekspektasi juga semakin diperhatikan. Secara spesifik, Taylor 1995
menyatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah ”the process through monetary policy decisions are transmitted into changes in real GDP and
inflation”.
2.4.1. Saluran Nilai Tukar Pada Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia
Saluran nilai tukar exchange rate channel menekankan pada pentingnya pengaruh perubahan harga aset finansial terhadap berbagai aktivitas ekonomi.
Dalam kaitan ini, pentingnya saluran nilai tukar dalam transmisi kebijakan moneter terletak pada pengaruh aset finansial dalam bentuk valuta asing yang
timbul dari kegiatan ekonomi suatu negara dengan negara lain. Pengaruhnya tidak saja terjadi pada perubahan nilai tukar, tetapi juga pada besarnya aliran dana
masuk dan keluar suatu negara yang terjadi karena aktivas perdagangan luar negeri maupun aliran modal investasi dalam neraca pembayaran. Selanjutnya
perkembangan nilai tukar dan aliran dana luar negeri tersebut akan berpengaruh terhadap output riil dan inflasi negara yang bersangkutan. Semakin terbuka suatu
perekonomian yang disertai dengan sistem nilai tukar mengambang dan sistem
devisa bebas, maka semakin besar pula pengaruh nilai tukar dan aliran modal luar negeri tersebut. Secara jelas, mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui
saluran nilai tukar dapat dilihat melalui skema dibawah ini :
Sumber : Warjiyo, 2004
Gambar 2.3. Skema Mekanisme Transmisi Saluran Nilai Tukar
2.5. Kebijakan Moneter Dalam Perekonomian Terbuka
Dalam model Mundell-Flemming dengan asumsi bahwa perekonomian yang sedang dipelajari adalah perekonomian terbuka kecil dengan mobilitas
modal sempurna. Hal tersebut berimplikasi bahwa perekonomian ini merupakan bagian kecil dari pasar dunia dan dengan sendirinya hanya memiliki dampak yang
tidak berarti pada tingkat suku bunga dunia atau dengan kata lain suku bunga domestik ditentukan oleh suku bunga dunia. Perekonomian tersebut dapat
meminjam atau memberi pinjaman sebanyak yang negara tersebut inginkan di
pasar keuangan dunia tanpa mempengaruhi tingkat bunga dunia.
Kebijakan Moneter
Perbedaan Suku Bunga DN-LN
Aliran Modal LN Supply-Demand
Valas
Nilai Tukar Resiko
Perbedaan Suku Bunga DN-LN
Harga-harga Traded Goods
Ekspor Neto PDB
Output Gap
PDB Transmisi di Sektor Riil
Sumber : Mankiw, 2000
Gambar 2.4. Model Mundell-Flemming Berdasarkan model ini, perekonomian terbuka kecil dengan mobilitas
modal sempurna dapat dijelaskan dengan dua persamaan berikut : IS :
Y = CY-T + Ir + G + NXe
2.1 LM :
MP = Lr , Y
2.2 Persamaan pertama menjelaskan keseimbangan di pasar barang, dan
persamaan kedua menjelaskan keseimbangan di pasar uang. Variabel eksogen adalah kebijakan fiskal G dan T, kebijakan moneter M, tingkat harga P, dan
tingkat bunga dunia r . Variabel endogen adalah pendapatan Y dan kurs e.
Equilibrium atau keseimbangan untuk perekonomian terjadi pada saat IS dan LM berpotongan. Perpotongan ini menunjukkan bahwa pasar barang dan pasar uang
berada dalam keseimbangan.
Kurs Equilibrium
Pendapatan Equilibrium
Y IS
LM
Pendapatan, output, Y Kurs, e
e
2.5.1. Kebijakan Moneter Pada Fixed Exchange Rates
Dalam perekonomian terbuka dengan sistem kurs tetap fixed exchange rate, bank sentral siap untuk menjual atau membeli mata uang domestik untuk
mata uang asing pada harga yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada sistem ini, penawaran uang menyesuaikan dengan kurs yang berlaku. Apabila keseimbangan
penawaran dan permintaan uang terjadi pada nilai kurs diatas kurs yang ditetapkan, maka bank sentral akan menaikkan pernawaran uang sampai akhirnya
kurs kembali pada level yang telah ditetapkan.
Gambar 2.5. Keseimbangan Kurs Lebih Besar dari Kurs Tetap
Peningkatan penawaran uang ini akan mendorong kurva LM ke kanan sehingga nantinya akan menurunkan kurs Gambar 2.5. Sementara itu jika
keseimbangan penawaran dan permintaan uang terjadi pada nilai kurs dibawah kurs yang ditentukan Gambar 2.6, maka bank sentral akan menyesuaikan dengan
menurunkan jumlah penawaran sehingga kurs akan naik. Hal ini akan terus berlangsung sampai nilai kurs akan kembali pada level yang telah ditentukan.
Output,Y IS
LM
2
LM
1
Equilibrium Kurs
e
1
e
Kurs Tetap
Kurs, e
Sumber : Mankiw, 2000
Penurunan penawaran ini akan menggeser kurva LM ke kiri dan menaikkan nilai kurs.
Gambar 2.6. Keseimbangan Kurs Lebih Kecil Kurs Tetap
2.5.2. Kebijakan Moneter Dalam Floating Exchange Rates
Pada perekonomian terbuka dengan sistem nilai tukar mengambang floating exchange rates, kurs dibiarkan berfluktuasi dengan bebas sesuai dengan
permintaan dan penawaran di pasar. Jika bank sentral menaikkan jumlah uang beredar ekspansi moneter dan harga diasumsikan tetap, maka kenaikan dalam
penawaran uang atau jumlah uang beredar akan meningkatkan keseimbangan uang riil. Kenaikan dalam keseimbangan uang riil akan menggeser kurva LM ke
kanan, maka kenaikan dalam penawaran uang akan menaikkan pendapatan dan menurunkan kurs. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Gambar 2.7 di bawah
ini:
Output,Y IS
LM
1
LM
2
Equilibrium Kurs
e e
1 Kurs Tetap
Kurs, e
Sumber: Mankiw, 2000
Gambar 2.7. Ekspansi Moneter Dalam Kurs Mengambang Dalam perekonomian terbuka kecil, tingkat bunga ditetapkan oleh tingkat
bunga dunia, maka kenaikan dalam penawaran uang akan menekan tingkat bunga domestik untuk turun sehingga akan terjadi aliran modal keluar karena investor
akan merasa diuntungkan apabila menanamkan modalnya di luar negeri. Aliran modal keluar ini akan meningkatkan penawaran mata uang domestik atau terjadi
excess supply mata uang domestik di pasar valas, sehingga akan membuat nilai tukar terdepresiasi. Penurunan kurs ini akan membuat barang-barang domestik
relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang-barang luar negeri sehingga akan mendorong ekspor yang nantinya akan meningkatkan nilai ekspor bersih dan pada
akhirnya output akan meningkat.
2.6. Definisi GDP
Menurut Lipsey 1995, Gross Domestic Product GDP atau disebut juga dengan Produk Domestik Bruto PDB adalah pendapatan nasional yang diukur
Output,Y IS
LM
2
LM
1
e
1
e
2
Kurs, e
Sumber : Mankiw, 2000
Y
1
Y
2
menurut pendekatan output; sama dengan jumlah semua nilai tambah pada perekonomian, atau sama dengan nilai semua barang jadi yang dihasilkan pada
perekonomian. Sedangkan apabila dihitung dari sisi pengeluaran adalah jumlah
pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor-impor.
GDP dikategorikan menjadi dua, yaitu nominal dan riil. Dikatakan GDP nominal apabila GDP total yang dinilai pada harga-harga sekarang. Sedangkan
GDP yang dinilai pada harga-harga periode dasarnya disebut GDP riil, sering disebut sebagai pendapatan nasional riil.
2.7. Inflasi