4.1.1.4. Trend dan Siklikal Variabel Indeks Harga Konsumen dan
Pendapatan Nasional
Trend Indeks Harga Konsumen CPI mengalami dua fase. Pertama,
meningkat secara perlahan. Kedua, mulai tahun 1997 meningkat secara tajam. Trend dan siklikal variabel ini berubah secara tajam setelah terjadi krisis ekonomi
pada tahun 1997. Sebelum tahun 1996 terlihat siklikal indeks harga konsumen berada disekitar garis trend, sementara saat terjadi krisis pada tahun 1997 hingga
pasca krisis sampai dengan tahun 2000 siklikal indeks harga konsumen mulai menjauhi garis trend. Apabila dikaitkan dengan siklikal kurs riil Rupiah terhadap
Dollar dan Yen, dimana saat kurs riil Rupiah berada pada titik balik bawah, indeks harga konsumen berada pada titik balik atasnya. Pada tahun 1998 terjadi lonjakan
indeks harga konsumen yang tertinggi, hal ini menunjukkan terjadinya harga yang tidak terkendali pada masa krisis dan terjadi inflasi. Kemudian setelah masa krisis
yaitu setelah tahun 2000 sampai dengan 2005 siklikal indeks harga konsumen mulai mendekati kembali garis trend-nya.
3.2 3.6
4.0 4.4
4.8 5.2
90 92
94 96
98 00
02 04
LCPI HPTRENDLCPI
Trend CPI
10.5 11.0
11.5 12.0
12.5 13.0
13.5
90 92
94 96
98 00
02 04
LGDPI HPTRENDLGDPI
Gambar 4.4. Trend dan Siklikal CPI dan GDP
Trend GDP
Trend Produk Domestik Bruto GDP memiliki kecenderungan untuk
meningkat dari tahun ke tahun. Siklus GDP sebelum tahun 1997 masih berada dalam garis trend, tetapi pada saat tahun 1997 hingga tahun 1999 mulai
berfluktuasi. Hal ini diakibatkan karena terjadinya krisis ekonomi yang membuat perekonomian menjadi tidak stabil. Setelah tahun tersebut siklus GDP berada
dalam garis trend-nya.
4.1.1.5. Trend dan Siklikal Variabel Investasi Asing Langsung dan Suku
Bunga
Trend FDI memiliki beberapa fase. Pertama, trend FDI meningkat dari
tahun 1990-1996. Kedua, terjadi penurunan trend pada tahun 1997-2000. Ketiga, setelah tahun 2000 hingga 2003 mendatar. Setelah tahun 2003 hingga 2005 mulai
terjadi peningkatan trend kembali. Siklikal FDI terlihat sangat fluktuatif dari waktu kewaktu, hal tersebut disebabkan oleh stabilitas kondisi perekonomian
Indonesia. Pada tahun 1996 akhir hingga pertengahan tahun 1997 terjadi peningkatan FDI, kemudian setelah itu terjadi penurunan yang sangat tajam
hingga akhir tahun 1998 dimana mencapai titik terendah. Lalu meningkat kembali
10 20
30 40
50 60
90 92
94 96
98 00
02 04
SBI HPTRENDSBI
Trend Suku bunga
4 5
6 7
8 9
90 92
94 96
98 00
02 04
LFDI HPTRENDLFDI
Trend Investasi Asing Langsung
dan mencapai titik tertinggi pada pertengahan tahun 1999. Fluktuatif yang sangat signifikan ini diakibatkan karena adanya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia
serta adanya ketidakstabilan politik dalam negeri yang membuat para investor memikirkan kembali untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sementara itu
setelah kondisi pasca krisis FDI memiliki siklus yang masih berfluktuasi. Trend
SBI memiliki beberapa pola. Pertama, pada tahun 1990 sampai dengan tahun 1994 trend SBI menurun. Kedua, pada tahun 1995 hingga tahun
1998 trend SBI meningkat. Ketiga, setelah tahun 1998 trend SBI turun kembali. Sementara itu siklikal SBI mengalami fluktuasi sesuai dengan kondisi
perekonomian yang terjadi. Pada tahun 1990 hingga 1991 terjadi peningkatan SBI hal tersebut terjadi akibat adanya pemberlakuan paket deregulasi Juni 1983 dalam
sektor perbankan, dimana credit ceiling dicabut dan bank-bank komersial diberi kebebasan untuk memberikan pinjaman sesuai dengan posisi likuiditas masing-
masing. Kebijakan suku bunga tetap, diubah menjadi suku bunga mengambang. Secara teoritis bank bebas untuk menentukan suku bunga deposito dan pinjaman.
Sebagai hasilnya bank-bank berhasil untuk meningkatkan penghimpunan tabungan, tetapi hal ini menjadi disinsentif pada investasi. Oleh karena itu pada
tahun 1991 SBI kembali turun untuk mendorong pertumbuhan investasi pada sektor riil. Penurunan ini terus berlanjut hingga tahun 1994. Krisis nilai tukar yang
terjadi selama beberapa bulan pada tahun 1994 membuat pemerintah melakukan kebijakan uang ketat dengan menaikkan suku bunga hingga tahun 1995. Setelah
itu relatif cenderung stabil. Pada masa krisis yaitu pada tahun 1997-1998 terjadi peningkatan SBI tertinggi, dimana ketika nilai tukar menjadi tidak terkendali,
pemerintah berupaya untuk mengendalikan depresiasi nilai tukar rupiah dengan meningkatkan suku bunga. Kebijakan tersebut terpaksa harus dilakukan apalagi
didukung oleh IMF, walaupun kebijakan ini merupakan disinsentif bagi investasi dan menggoyahkan sektor riil. Setelah tahun 1998 suku bunga turun kembali
ketingkat semula, lalu pada tahun 2000-2002 SBI kembali meningkat dan turun kembali pada tahun 2003 untuk menuju kondisi stabil.
4.2. Pengujian Pra Estimasi