69 sosial dalam materi pelajaran. Guru juga menanamkan karakter
tersebut selama proses pembalajaran.
3. Integrasi Budaya Sekolah
Pengembangan karakter peduli sosial dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru,
konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah. Pelaksanaan pendidikan
karakter peduli sosial melalui integrasi budaya sekolah dapat ditinjau dari beberapa indikator sebagai berikut.
a. Memfasilitasi kegiatan yang bersifat sosial dan melakukan
aksi sosial.
Berikut merupakan hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru berkaitan dengan fasilitas yang diberikan sekolah untuk
kegiatan dan aksi sosial. My :
“Ya tentu saja, tiap tahun itu pasti kita mengadakan bakti sosial
.” Sabtu, 23 April 2016 By :
“Ada mas, tiap idul adha dan idul fitri kan kita ada kegiatan itu bakti sosial dan itu kita membagikan sesuatu
untuk mereka yang membutuhkan.” Sabtu, 30 April
2016 Sh :
“Ada, misalnya bakti sosial, ketika Ramadhan ke panti wedha atau ke panti asuhan, kalau yang tidak tertulis ya
itu tadi sperti kita menengok ke taman yang sakit, ikut
takziah.” Rabu, 4 Mei 2016. Hasil wawancara dengan guru dan kepala sekolah tersebut
diperkuat dengan studi dokumentasi berupa gambar kegiatan anak ketika bakti sosial. Studi dokumentasi memperoleh data bahwa
anak melakukan kegiatan bakti sosial di panti asuhan. Perwakilan
70 guru dan siswa memberikan sumbangan untuk panti asuhan.
Kemudian anak
bersalaman dengan
anak-anak yatim.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dokumentasi yang dilakukan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa sekolah
memfasilitasi kegiatan dan aksi yang bersifat sosial dengan melaksanakan bakti sosial, menengok teman atau guru yang sakit,
dan mengikuti takziah ketika ada teman atau saudara yang meninggal.
b. Menyediakan fasilitas untuk menyumbang.
Sekolah melaksanaan pendidikan karakter peduli sosial dalam buaya sekolah dengan memberikan fasilitas untuk
menyumbang. Pada Sabtu, 23 April 2016 My mengatakan, ”Dari sekolah kita ada dana sosial, dari bapak-ibu guru
ada, dana sosial itu ya datangnya dari bapak ibu guru, dan dari infaq anak-
anak.” Hasil wawancara dengan kepala sekolah diperkuat dengan
hasil wawancara dengan guru sebagai berikut. Sh :
“Kita menyumbang itu ambilnya dari infaq mas, baksos itu juga dari anak itu masuk ke infaq tapi nanti kita
salurkan ke anak yang membutuhkan. ” Rabu, 4 Mei
2016 Bw :
“Ada mas, untuk guru ada, untuk anak juga ada tapi nantinya juga untuk bersama juga, misal untuk
mengunjungi orang yang sakit dan takziah. ” Sabtu, 7
Mei 2016 Bt :
“Ada mas, kita tiap bulan, ada atau tidaknya kejadian kita tetap iuran dan itu kalau terjadi sesuatu seperti layat
dan anak kan juga sudah menggunakan dan juga untuk guru-guru, menjenguk anak, wali murid dan guru yang
sakit.
” Rabu, 11 Mei 2016.
71 Berdasarkan hasil wawancara kepala sekolah dan guru
diperoleh data bahwa sekolah memberikan fasilitas bagi anak dan guru untuk menyumbang.
Hasil wawancara kepala sekolah dan guru diperkuat dengan hasil observasi yang memperoleh data bahwa setiap siswa
meyisihkan sedikit uangnya untuk infaq rutin sebelum pelajaran dimulai pada hari Senin dan Kamis. Guru memberi contoh pada
anak dengan ikut menyisihkan uang untuk infaq rutin. Hasil wawancara dan observasi didukung dengan hasil
studi dokumentasi berupa catatan infaq siswa. Data dokumentasi menunjukkan bahwa siswa rutin melaksanakan kegiatan infaq
setiap hari Senin dan Kamis. Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang diperoleh, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa sekolah memberikan fasilitas bagi anak dan guru untuk menyumbang dalam bentuk infaq rutin setiap hari
Senin dan Kamis.
c. Berempati kepada sesama teman kelas.