Perifiton sebagai Bioindikator Pencemaran Perairan

Scanferlato Cairns 1990; Sudhakar et al. 1991; Witton et al. 1991, dan pestisida Kosinski 1984. 2. Metrik Keanekaragaman Shannon ukuran kekayaan dan kesamaan taksa metrik ini biasa digunakan oleh para ahli biologi, karena relatif mudah diinterpretasikan dan dibandingkan. Bahls 1993 menyatakan bahwa indeks keanekaragaman shannon relatif sensitif terhadap perubahan kualitas air. 3. Pencemaran Toleransi Index PTI Indeks Pencemaran didasarkan pada rasio diatom terhadap toleransinya: 1 paling toleran, 2 kurang toleran dan 3 tidak toleran sensitif. Rasio tersebut kemudian dikalikan dengan jumlah kelompok masing-masing 1, 2, atau 3, dan jumlah untuk masing-masing memberikan nilai Indeks Pencemaran. Bahls 1993 menguraikan kriteria yang digunakan untuk menetapkan taksa diatom ke grup toleransi polusi dianalisis sebagai variabel ekologi. 4. Metrik Cyanobacteria Berbeda dengan dari diatom, pada peningkatan Cyanobacteria akan cenderung menunjukkan adanya peningkatan gangguan pada lingkungan, terutama sebagai hasil dari pengayaan hara dan organik maupun paparan zat-zat beracun Palmer 1969; Patrick 1977; Bott Rogenmuser 1978; Steinman et al. 1991; Leland 1995. 5. Indeks Pengendapan siltation index Indeks pengendapan adalah kelimpahan relatif dari spesies Navicula dan Nitzschia dalam populasi diatom yang menunjukkan substrat tidak stabil, sehingga berkaitan tingkat sedimentasi di dasar sungai Bahls 1993. Peningkatan kelimpahan Navicula dan Nitzschia di lingkungan menunjukkan adanya gangguan di lingkungan perairan tersebut. 6. Metrik Diatom Eutraphentic. Diatom Eutraphentic telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi dan menilai perairan yang telah dipengaruhi oleh unsur hara Palmer 1969; Lange-Berlatot 1979; Hall Smol 1992; Christie Smol 1993; Pan et al. 1996.. Dengan meningkatnya diatom eutraphentic, maka menunjukkan kecenderungan adanya peningkatan material organik pada perairan tersebut Hill et al. 2000. 7. Achnanthes minutissima Kelimpahan persen dari A. minutissima yang ditemukan berkaitan dengan terjadinya peristiwa pencemaran atau gangguan lingkungan perairan akibat pertambangan maupun bahan kimia beracun, dimana terjadinya peningkatan kelimpahan mengindikasikan besarnya gangguan misalnya 0-25 = tidak ada gangguan, 25-50 = gangguan ringan, 50-75 = gangguan sedang, 75- 100 = gangguan berat. Spesies ini sering mendominasi di sungai akibat dari drainase tambang, serta gangguan kimia lainnya Stevenson Bahls 1999. 8. Metrik klorofil-a Konsentrasi klorofil a secara luas telah digunakan untuk penilaian melimpahnya unsur hara yang ada di perairan sungai, mulai dari skala penelitian sampai regional Leland 1995; Pan et al. 1999. 9. Matrik Biomassa AFDM Hubungan antara areal pertanian dengan kualitas air tidak mudah untuk diintepretasikan. Leland 1995 melaporkan bahwa meningkatnya biomassa perifiton merupakan akibat dari masuknya bahan unsur hara dari lahan pertanian, sementara yang lain melaporkan bahwa berkurangnya biomassa perifiton dalam perairan sungai diakibatkan oleh gangguan bahan kimia Clark et al. 1979; Boston et al. 1991; Sigmon et al. 1997. Nilai tengah hasil pengukuran AFDMm 2 digunakan sebagai nilai referensi untuk metrik biomassa Hill et al. 2000. 10. Indeks Autotrofik Rasio AFDM: Chla adalah ukuran dari jumlah bahan organik relatif terhadap biomassa perifiton. Rasio dari 50 sampai 200 adalah khas untuk perifiton didominasi kumpulan bentik. Nilai lebih dari 200 dapat menunjukkan kualitas air yang buruk APHA 1995. 2.6. Parameter Fisika-Kimia 2.6.1. Kedalaman Perairan Jumlah dan jenis hewan bentos termasuk perifiton dipengaruhi oleh kondisi kedalaman perairan. Welch, 1952 menyatakan bahwa daerah litoral paling banyak jumlah dan jenis biota air jika dibandingkan dengan daerah sublitoral dan profundal.

2.6.2. Arus

Kecepatan arus merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keberadaan biota yang ada di perairan mengalir lotik, kondisi arus suatu perairan sungai dipengaruhi oleh adanya perbedaan gradien atau ketinggian lokasi antara bagian hulu dengan hilir, semakin besar perbedaan ketinggiannya, maka arus air yang mengalir akan semakin deras. Takao et al. 2006 menyebutkan bahwa kecepatan aliran dan fluktuasi dari debit sungai merupakan faktor utama dari organisasi biologi yang ada dalam sistem lotik. Sedangkan Welch 1980 menambahkan, sungai dangkal dengan kecepatan arus cepat, biasanya didominasi oleh diatom perifitik. Alga bentik yang mendominasi perairan yang berarus kuat dikarakteristikkan oleh adanya diatom golongan pennales Tabel 1. Tabel 1. Distribusi alga dalam kaitannya dengan arus Round 1964 Arus mdetik Tipe komunitas Jenis yang mendominasi 0,2 – 1 Alga bentik Alga epipelik dan epifitik: seperti Nitzschia, Navicula, Caloneis, Eunotia, Tabellaria, Synedra, Oscillatoria, Oedogonium, Bulbochaete 1 Alga bentik Alga epilitik: seperti Achnantes, Meridion, Diatoma, Ceratoneis. 0,5 – 1 Fitoplankton Diatom kecil bersel tunggal, alga biru. 1 Fitoplankton Volvocales, Chrysomonads. Mason 1981 mengklasifikasi sungai berdasarkan kecepatan arusnya ke dalam lima kategori yaitu arus yang sangat cepat 100 cmdetik, cepat 50-100 cmdetik, sedang 25-50 cmdetik, lambat 10-25 cmdetik, dan sangat lambat 10 cmdetik. Kecepatan arus akan mempengaruhi jenis dan sifat organisme yang hidup di perairan tersebut Klein 1972. Menurut Whitton 1975 kecepatan arus adalah faktor penting di perairan mengalir. Kecepatan arus yang besar 5 mdetik mengurangi jenis flora yang dapat tinggal sehingga hanya jenis-jenis yang melekat saja yang tahan terhadap arus dan tidak mengalami kerusakan fisik.

2.6.3. Suhu

Menurut Perkins 1960, Suhu perairan sangat erat kaitannya dengan komposisi substrat, kekeruhan, masukan air hujan, luas permukaan perairan yang langsung terkena sinar matahari, serta masukan air limpasan. Suhu perairan sungai pada umumnya terdapat perbedaan antara di permukaan yang selalu lebih tinggi dibandingkan dengan suhu pada kolom perairan mendekati dasar perairan Nybakken 1988. Suhu berperan sebagai pengatur proses metabolisme dan fungsi fisiologis organism, sehingga suhu sangat berpengaruh terhadap percepatan atau perlambatan pertumbuhan dan reproduksi alga. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air, sehingga suhu juga berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Menurut Welch 1980 kisaran suhu yang optimum untuk pertumbuhan suatu organisme akuatik seperti alga dari filum Chlorophyta dan diatom berkisar pada suhu 30 – 35 o C, sedangkan Cyanophyta bisa toleran terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi diatas 30 C.

2.6.4. Kekeruhan Turbiditas

Gambaran sifat optik air dapat dilihat dari nilai kekeruhannya, kondisi ini sangat tergantung pada banyaknya cahaya yang terserap dan dipancarkan kembali oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air baik bahan organik maupun anorganik yang terlarut dan tersuspensi biasanya berupa pasir halus dan lumpur maupun yang berupa plankton dan mikroorganisme lainnya APHA 1995; Davis Cornwell 1991. Peningkatan kekeruhan pada perairan dapat mengurangi produktivitas primer dari suatu perairan. Menurut Lloyd 1985, pada perairan dangkal dan jernih peningkatan kekeruhan hingga 25 NTU mengakibatkan produktivitas primer turun antara 13 – 50, sedangkan di danau dan sungai peningkatan