Kondisi Habitat Analisis Data Atribut

cepat yang terukur pada lokasi penelitian I dan II mengakibatkan pada lokasi ini substrat dasarnya didominasi oleh batuan besar yang tertanam Lokasi penelitian I Gunung Mas dan lokasi penelitian III Kp. Jogjogan dan berbatu Lokasi II Kp. Pensiunan dengan sedikit endapan pasir. Sedangkan lokasi penelitian IV Cibinong dengan kategori berarus dengan kecepatan sedang didominasi oleh substrat yang berbatu dan berpasir. Gambar 5. Kondisi kecepatan arus Sungai Ciliwung hulu yang diukur selama penelitian. Keberadaan perifiton dalam suatu perairan sungai sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus dan kondisi substratnya. Besarnya kecepatan arus akan mengurangi jenis organisme yang tinggal dalam suatu perairan sungai, sehingga hanya biota dari jenis yang melekat saja yang dapat bertahan Whitton 1975. Ekosistem sungai dangkal dengan arus kategori cepat biasanya didominasi oleh diatom perifitik Welch 1980.

4.2.2. Kondisi Suhu

Kondisi suhu selama penelitian seperti ditunjukkan Gambar 6, kisaran suhu hasil pengukuran dipengaruhi oleh ketinggian lokasi maupun waktu pengukuran, secara umum menurut Effendi 2003 kondisi suhu air Sungai Ciliwung masih tergolong baik dalam mendukung pertumbuhan alga terutama diatom 20 – 30 o C dan Chlorophyta 30 – 35 o C. Hasil pengukuran suhu lokasi penelitian I Gunung Mas berkisar antara 18,0 – 18,3 o C dengan rata-rata 18,12 o C, kondisi suhu ini paling rendah dibandingkan dengan suhu di lokasi penelitian II 18,6 – 20,6 o C dan lokasi penelitian III Kp. Jogjogan 19,7 – 21,3 o C, sedangkan lokasi penelitian IV Cibinong hasil pengukuran suhunya menunjukkan kisaran yang cukup tinggi yaitu 25,6 – 28,9 o C dengan rata-rata 27,25 o C. Kondisi suhu air Sungai Ciliwung masih menunjukkan kondisi normal dan sesuai baku mutu air yang ditetapkan dalam PP No. 82 tahun 2001 15 – 21 o C untuk Gn Mas dan 24 - 30 o C pada stasiun Cibinong untuk air kelas II. Hasil pengukuran suhu sangat dipengaruhi oleh waktu dan ketinggian letak lokasi penelitian. Gambar 6. Kondisi suhu air Sungai Ciliwung selama penelitian.

4.2.3. Konduktivitas

Nilai konduktivitas hasil pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan probe menunjukkan adanya perbedaan dan kenaikan yang cukup nyata antara stasiun I Gunung Mas hingga stasiun IV Cibinong. Nilai konduktivitas di stasiun Gunung Mas terukur berkisar antara 61 – 63,2 µScm dengan rata rata 61,70 µScm dan hasil pengukuran di stasiun Kp. Pensiunan terjadi kenaikan berkisar antara 99,4 – 101 µScm dengan rata-rata diperoleh 100,33 µScm, nilai konduktivitas antara 194,25 – 196,7 µScm dengan rata-rata 195,96 µScm diperoleh dari stasiun Kp. Jogjogan dan kisaran nilai hasil pengukuran di stasiun Cibinong berkisar antara 250 – 255 µScm dengan rata-rata 253,12 µScm, seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Nilai hasil pengukuran parameter konduktivitas perairan sungai yang semakin tinggi dari setiap lokasi penelitian menunjukkan adanya masukan bahan organik maupun anorganik dari luar badan air sungai yang semakin kompleks khususnya untuk lokasi Kp. Jogjogan maupun Cibinong, karena kedua lokasi ini sudah melalui wilayah dengan aktivitas domestik maupun industri. Nilai konduktivitas hasil pengukuran di Sungai Ciliwung masih dalam kisaran perairan alami 20 – 1500 µScm; Boyd 1988 dan masih dapat mendukung kehidupan hidrobiota, karena konduktivitas akan berpengaruh terhadap tekanan fisiologis biota air termasuk perifiton jika nilainya lebih dari 500 µhoscm Afrizal, 1992. Gambar 7. Nilai konduktivitas air Sungai Ciliwung selama penelitian.

4.2.4. Turbiditas

Hasil pengukuran terhadap kekeruhan air Sungai Ciliwung seperti ditunjukkan pada Gambar 8 menunjukkan kecenderungan semakin meningkat antara stasiun Gunung Mas hingga stasiun Cibinong. Gambar 8. Nilai turbiditas air Sungai Ciliwung selama penelitian. Hasil pengukuran di lapangan stasiun Gunung Mas diperoleh nilai tubiditas yang paling rendah yaitu berkisar antara 3,87 – 5,02 NTU dengan rata-rata 4,25 NTU yang berarti kondisi air masih jernih dan kondisi ini tidak banyak