10 cmdetik. Kecepatan arus akan mempengaruhi jenis dan sifat organisme yang hidup di perairan tersebut Klein 1972. Menurut Whitton 1975 kecepatan
arus adalah faktor penting di perairan mengalir. Kecepatan arus yang besar 5 mdetik mengurangi jenis flora yang dapat tinggal sehingga hanya jenis-jenis
yang melekat saja yang tahan terhadap arus dan tidak mengalami kerusakan fisik.
2.6.3. Suhu
Menurut Perkins 1960, Suhu perairan sangat erat kaitannya dengan komposisi substrat, kekeruhan, masukan air hujan, luas permukaan perairan yang
langsung terkena sinar matahari, serta masukan air limpasan. Suhu perairan sungai pada umumnya terdapat perbedaan antara di permukaan yang selalu lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu pada kolom perairan mendekati dasar perairan Nybakken 1988.
Suhu berperan sebagai pengatur proses metabolisme dan fungsi fisiologis organism, sehingga suhu sangat berpengaruh terhadap percepatan atau
perlambatan pertumbuhan dan reproduksi alga. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air, sehingga suhu juga berperan
dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Menurut Welch 1980 kisaran suhu yang optimum untuk pertumbuhan suatu organisme akuatik seperti alga dari
filum Chlorophyta dan diatom berkisar pada suhu 30 – 35
o
C, sedangkan Cyanophyta bisa toleran terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi diatas 30
C.
2.6.4. Kekeruhan Turbiditas
Gambaran sifat optik air dapat dilihat dari nilai kekeruhannya, kondisi ini sangat tergantung pada banyaknya cahaya yang terserap dan dipancarkan kembali
oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air baik bahan organik maupun anorganik yang terlarut dan tersuspensi biasanya berupa pasir halus dan lumpur maupun
yang berupa plankton dan mikroorganisme lainnya APHA 1995; Davis Cornwell 1991.
Peningkatan kekeruhan pada perairan dapat mengurangi produktivitas primer dari suatu perairan. Menurut Lloyd 1985, pada perairan dangkal dan
jernih peningkatan kekeruhan hingga 25 NTU mengakibatkan produktivitas primer turun antara 13 – 50, sedangkan di danau dan sungai peningkatan
kekeruhan sebesar 5 NTU mengurangi produktivitas primer berturut-turut 75 dan antara 3 – 13. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya
proses osmoregulasi pada suatu organisme, seperti pernafasan dan penglihatan organisme akuatik Effendi 2003.
2.6.5. Konduktivitas
Konduktivitas merupakan gambaran kemampuan air dalam menghantarkan arus listrik secara numerik karena ionisasi garam-garam terlarut dalam air Cole
1988. Nilai konduktivitas suatu perairan alami berkisar antara 20 – 1500 µmhoscm Boyd 1988, sedangkan limbah industri nilai konduktivitasnya
mencapai 10.000 µmhoscm APHA 1995. Nilai konduktivitas perairan lebih dari 500 µmhoscm, maka hidrobiota termasuk perifiton mengalami tekanan secara
fisiologis Afrizal 1992.
2.6.6. Derajat keasaman pH
Perairan alami pada umumnya memiliki kisaran pH antara 6,5 – 8,5 tergantung pada suhu, oksigen terlarut dan kandungan garam-garam ionik yang
ada dalam perairan. Sebagian besar biota akuatik memiliki batas toleransi terhadap pH. Secara umum kondisi pH antara 7 – 8,5 merupakan kondisi ideal
yang disukai oleh biota perairan Effendi 2003. Kondisi pH menentukan dominansi biota akuatik khususnya fitoplankton misalkan alga biru lebih
menyukai pH netral sampai basa dan respon pertumbuhannya negatif terhadap asam pH6, sedangkan Chrysophyta umumnya pada kisaran pH 4,5–8,5; dan
pada umumnya kisaran pH yang netral akan mendukung keanekaragaman jenis diatom Wetzel 1979.
2.6.7. Oksigen Terlarut DO
Proses metabolisme dan respirasi organisme akuatik memerlukan ketersediaan oksigen terlarut, sehingga keberadaan oksigen terlarut sangat vital
bagi organisme akuatik, selain itu konsentrasi oksigen terlarut juga dapat digunakan sebagai indikator kualitas air Odum 1971. Keberadaan oksigen
terlarut di perairan berasal dari difusi oksigen dari udara ke dalam perairan serta hasil proses fotosintesis dari fitoplankton, sedangkan berkurangnya konsentrasi
oksigen terlarut disebabkan oleh proses respirasi dan dekomposisi bahan-bahan
organik yang ada di perairan. Berkurangnya oksigen terlarut berkaitan dengan banyaknya bahan-bahan organik dari limbah industri yang mengandung bahan-
bahan yang tereduksi dan lainnya Welch 1952. Kandungan oksigen terlarut pada sistem perairan mengalir seperti sungai pada umumnya tinggi, sedangkan
konsentrasi karbondioksida bebasnya cenderung kecil, hal ini disebabkan adanya kecepatan arus pada sistem sungai yang memberikan sumbangan terhadap proses
difusi oksigen ke dalam perairan Hynes 1972. Perairan tawar kandungan oksigen terlarut berkisar antara 8 mgliter pada suhu 25
o
C. Konsentrasi oksigen terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mgl Mc Neely et al. 1979.
Kualitas air di perairan mengalir dapat dikelompokkan menjadi lima golongan berdasarkan konsentrasi oksigen terlarut menurut Sachmitz 1971 in
Lumbantobing 1996 Tabel 2. Tabel 2. Penggolongan kualitas air berdasarkan kandungan oksigen terlarut
Sachmitz 1971 in Lumbantobing 1996.
Golongan Kandungan oksigen
terlarut ppm Kualitas air
I 8 atau perubahan
terjadi dalam waktu pendek
Sangat baik
II 6,0
Baik III
4,0 Kritis
IV 2,0
Buruk V
2,0 Sangat buruk
2.6.8. Alkalinitas
Alkalinitas merupakan gambaran kapasitas air dalam menetralkan asam, sehingga alkalinitas dapat disebut juga sebagai kapasitas penyangga buffer
capacity terhadap perubahan pH perairan. Keberadaan alkalinitas perairan
berkaitan dengan kandungan karbonat yang berasal dari pelapukan batuan dan tanah yang terlarut dalam air. Perairan dengan nilai alkalinitas tinggi secara tidak
langsung akan berpengaruh terhadap meningkatnya produktivitas perairan. Perairan alami biasanya memiliki nilai alkalinitas sekitar 40 mgl CaCO
3
Boyd 1988.
2.6.9. Unsur Hara Nutrien
Unsur hara yang penting di perairan adalah nitrogen dan fosfor. Nitrogen di perairan biasanya dalam bentuk nitrogen bebas, nitrat, nitrit, ammonia, dan
amonium. Unsur fosfor dapat ditemukan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut ortofosfat dan polifosfat dan senyawa organik yang berupa partikulat
Effendi 2003. Nitrat dan amonia merupakan sumber utama nitrogen di perairan serta
sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik maupun alga dan pada umumnya konsentrasi nitrat di perairan tidak tercemar
biasanya lebih tinggi daripada konsentrasi amonia. Nitrat juga merupakan zat hara penting bagi organisme autotrof dan diketahui sebagai faktor pembatas
pertumbuhan Eaton et al. 1995. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil, sedangkan nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat
sedikit di perairan karena bersifat tidak stabil terhadap keberadaan oksigen. Kadar nitrat di perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mgliter.
Kadar nitrat yang lebih dari 5 mgliter menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia. Pada perairan yang menerima
limpasan dari daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar nitrat dapat mencapai 1.000 mgliter Davis Cornwell 1991. Kadar nitrit di perairan
relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Senyawa nitrat dapat dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan Effendi
2003. Sumber amonia di perairan berasal dari proses penguraian nitrogen organik
protein dan urea dan nitrogen anorganik tumbuhan dan biota perairan yang telah mati oleh mikroba jamur proses amonifikasi. Perairan dengan pasokan
oksigen cukup jarang ditemukan Amonia. Kadar amonia di perairan alami biasanya tidak lebih dari 0,1 mgliter McNeely et al. 1979. Amonia banyak
digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia, serta industri bubur kertas. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran
bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpahan pupuk run off pupuk pertanian Effendi 2003.