Simulasi Model Alat Analisis Data

menetapkan kebijakan praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran ikan tuna Indonesia. Dalam rangka meningkatkan produktivitas industri ikan tuna Indonesia serta mengatasi beragam masalah, tuntutan terhadap suatu badan maupun organisasi yang menangani masalah tuna sangatlah diperlukan. Karenanya, pemerintah membentuk Komisi Tuna Indonesia KTN yang salah satunya bertugas untuk mengatasi berbagai hambatan ekspor tuna ke manca negara. Komisi Tuna Nasional merupakan suatu lembaga koordinasi yang menangani permasalahan industri tuna secara komprehensif dan sistematik serta mampu berkoordinasi dengan seluruh stakeholders tuna nasional. Lembaga ini bersifat non struktural dan bertanggung jawab kepada Menteri Kelautan dan Perikanan serta beranggotakan seluruh pemegang kebijakan yang memahami kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan tuna secara global. Lembaga ini mempunyai visi sebagai institusi yang efisisen dan efektif dalam mendorong pengembangan industri ikan tuna Indonesia yang berbasis pada konsep kemitraan antara seluruh pelaku usaha ikan tuna sehingga dapat bersaing dalam industri ikan tuna secara global. Sedangkan misinya adalah mengembangkan sistim industri perikanan tuna melalui perumusan kebijakan produksi dan kebijakan riset serta pengembangan yang terkait dengan industri tuna, meningkatkan daya saing industri tuna nasional dalam kontek tidak hanya sebagai pemiliki saja, tetapi juga mampu menjadi pemanfaat dan pengolah yang memiliki daya saing secara global. Disamping itu, para stakeholders juga berharap agar KTN dapat melobi untuk mengantisipasi terjadinya masalah, terutama hambatan dalam perdagangan internasional serta membantu kelancaran untuk ekspor tuna dari Indonesia 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433 Pada UU ini, secara garis besar berisi dan mengatur tentang : - Ketentuan Umum - Asas dan Tujuan - Ruang Lingkup - Wilayah Pengelolaan Perikanan 3. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam pembangunan daerah yang berkaitan dengan sektor primer terutama di bidang perikanan dan kelautan, Pemerintah Provinsi sebagai daerah otonom memiliki kewenangan sebagai berikut : a. Penataan dan pengelolaan perairan di wilayah laut Provinsi. b. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut kewenangan Provinsi. c. Konservasi dan pengelolaan plasma nutfah spesifik lokasi serta suaka perikanan di wilayah laut kewenangan Provinsi. d. Pelayanan izin usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan pada perairan laut di wilayah laut kewenangan Provinsi. e. Pengawasan pemanfaatan sumber-daya ikan di wilayah laut kewenangan Provinsi. 4. Keppres No. 117 tahun 1999 tentang Prosedur Permohonan PMDN dan PMA 5. Keputusan Menteri Negara Investasi Ketua BKPM No. 381999 6. Keppres No. 117 1999, wewenang untuk menerbitkan persetujuan dan perijinan investasi didelegasikan kepada Gubernur Provinsi - provinsi di wilayah RI, dalam hal ini akan ditangani oleh Badan Pengembangan Ekonomi dan Koperasi BPEK. 7. Keputusan Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan Nomor 45 tahun 2000 tentang Perizinan Usaha Perikanan yang didalamnya dijelaskan mengenai : -Jenis perizinan usaha perikanan, yang meliputi Surat Izin Usaha Perikanan SIUP, Persetujuan Penggunaan Kapal Asing PPKA, Surat Ijin Penangkapan Ikan SIPI, Surat Ijin Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan Indonesia SIKPPII, Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan SIKPI, Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan Asing SIKPIA, Surat Persetujuan Kapal Pengangkut Ikan Asing SPKPIA. -Tata cara pemberian dan masa berlaku dari tiap-tiap jenis perizinan usaha perikanan SIUP, PPKA, SIPI, SIKPPII, SIKPI, SIKPIA, SPKPIA. - Persetujuan penggunaan kapal asing. - Syarat-syarat pengajuan SIUP. - Syarat-syarat pengajuan SIKPPII. 8. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan mengenai kewenangan daerah yang memiliki wilayah laut dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan. Kewenangan untuk mengelola sumber daya wilayah laut paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 13 sepertiga dari wilayah kewenangan provinsi untuk KabupatenKota. 9. UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa dalam Pembangunan Nasional secara keseluruhan, termasuk sektor perikanan, harus berwawasan lingkungan. 10. Keputusan Presiden No. 165 tahun 2000 tentang Tugas, Fungsi dan Wewenang Departemen Perikanan dan Kelautan dijelaskan bahwa Departemen Perikanan dan Kelautan berwenang dalam memberikan izin di bidang kelautan dan perikanan, di wilayah laut di luar 12 dua belas mil, termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya, serta Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen. 11. PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom, Departemen Perikanan dan Kelautan didukung juga oleh Pemerintah Daerah sebagai daerah otonom dalam menentukan kebijakan-kebijakan berkaitan dengan eksplorasi sumber daya laut. 12. Pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 607 Tahun 1975 jo No. 392 Tahun 1999 Tentang Jalur-Jalur Penangkapan ikan telah berupaya agar konflik antar nelayan terutama konflik vertikal dapat dihindari. Dalam keputusan tersebut ditetapkan bahwa daerah penangkapan ikan di laut dibagi atas 3 tiga Jalur Penangkapan, yaitu : Jalur Penangkapan ikan I meliputi perairan pantai diukur dari permukaan air laut pada surut terendah pada setiap pulau sampai dengan 6 enam mil laut ke arah laut, Jalur Penangkapan ikan II meliputi perairan di luar Jalur Penangkapan I sampai dengan 12 mil laut ke arah laut dan Jalur Penangkapan ikan III meliputi perairan di luar Jalur Penangkapan ikan II sampai dengan batas terluar ZEEI. Jalur Penangkapan I dialokasikan untuk kapal tanpa motor atau bermotor dengan ukuran maksimal 5 GT, Jalur Penangkapan II untuk kapal bermotor dengan ukuran maksimal 60 GT dan Jalur III diperuntukkan bagi kapal bermotor dengan ukuran lebih besar dari 60 GT. 13. UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 14. Permen No 5 Tahun 2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap Dalam rangka percepatan pengembangan industri pengolahan hasil perikanan di Indonesia melalui pengembangan usaha penangkapan ikan secara terpadu, Menteri Kelautan dan Perikanan merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.17MEN2006 menjadi Permen Nomor:PER.05MEN2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap. Dalam revisi peraturan tersebut, pembangunan perikanan tangkap didorong untuk meningkatkan status Indonesia dari negara produsen bahan baku menjadi negara industri perikanan yang dapat menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. Permen hasil revisi juga cenderung lebih bernuansa desentralisasi dengan diserahkannya kewenangan perpanjangan izin penangkapan ikan diatas 30 GT kepada Gubernur. Sebelumnya, kehadiran Permen Nomor: PER.17MEN2006 telah berhasil mendorong peningkatan investasi usaha perikanan. Adanya revisi Permen diyakini dapat mempercepat upaya peningkatan investasi usaha perikanan sebagaiman salah satu tujuan lahirnya Permen ini. Upaya Pemerintah dapat dilakukan melalui meningkatkan ketersediaan prasarana pendukung, sedangkan investasi dari pihak swasta terutama untuk pengembangan industri perikanan tangkap, baik pada kegiatan hulu, proses produksi maupun kegiatan hilir. Berbagai kegiatan pembangunan perikanan tangkap dilakukan melalui upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha perikanan yang diarahkan untuk meningkatkan konsumsi, penerimaan devisa dan meningkatkan penyediaan bahan baku industri di dalam negeri. Permen No:PER.05MEN2008 memiliki beberapa materi muatan baru yang dilatarbelakangi semangat untuk penyempurnaan. Setidaknya ada sembilan materi tersebut yang mengalami penyempurnaan. 1 Mendorong peningkatan status Indonesia dari negara produsen bahan baku menjadi negara industri perikanan. Upaya ini dilakukan melalui beberapa upaya, antara lain: kewajiban kapal penangkap ikan danatau pengangkut ikan untuk mendaratkan ikan hasil tangkapan di pelabuhan pangkalan untuk diolah di Unit Pengolahan Ikan UPI dalam negeri; pelaku usaha yang diperbolehkan menggunakan atau mengoperasikan kapal pengangkut ikan berbendera asing dengan cara sewa adalah mereka yang mempunyai UPI di dalam negeri; dan pengadaan kapal dari luar negeri hanya diperbolehkan bagi pelaku usaha yang mengolah ikan hasil tangkapan pada UPI di dalam negeri atau melakukan kemitraan dengan UPI di dalam negeri. 2 Mendorong pengembangan industri kapal dalam negeri yang dilakukan melalui pembatasan jumlah kapal pengadaan dari luar ne geri, pembatasan usia kapal bukan baru, pengadaan dari luar negeri, dan pengaturan jumlah kapal pengangkut ikan pengadaan dari luar negeri maksimum sebanding dengan kapasitas kapal penangkap ikan. 3 Memiliki keberpihakan terhadap pelaku usaha perikanan dalam negeri melalui dilarangnya operasi kapal penangkap ikan berbendera asing, terhadap nelayan kecil yang menggunakan kapal berukuran 10 GT ke bawah dapat melakukan bongkar muat di sentra kegiatan nelayan, dan bagi kapal penangkap ikan berbendera Indonesia diperbolehkan melakukan penitipan ikan, meskipun dengan beberapa persyaratan. 4 Mengurangi atau meminimalisasi praktik Illegal, Unregulated, and Unreported Fishing IUU Fishing. Oleh karena itu dalam Permen hasil revisi ini diatur mengenai: kewajiban untuk melaporkan ikan hasil tangkapan yang tidak harus didaratkan kepada pengawas perikanan, pengurangan