Perikanan Indonesia GAMBARAN UMUM
untuk meningkatkan konsumsi, penerimaan devisa dan meningkatkan penyediaan bahan baku industri di dalam negeri.
Permen No:PER.05MEN2008 memiliki beberapa materi muatan baru yang dilatarbelakangi semangat untuk penyempurnaan. Setidaknya ada sembilan
materi tersebut yang mengalami penyempurnaan. 1
Mendorong peningkatan status Indonesia dari negara produsen bahan baku menjadi negara industri perikanan. Upaya ini dilakukan melalui beberapa
upaya, antara lain: kewajiban kapal penangkap ikan danatau pengangkut ikan untuk mendaratkan ikan hasil tangkapan di pelabuhan pangkalan untuk
diolah di Unit Pengolahan Ikan UPI dalam negeri; pelaku usaha yang diperbolehkan menggunakan atau mengoperasikan kapal pengangkut ikan
berbendera asing dengan cara sewa adalah mereka yang mempunyai UPI di dalam negeri; dan pengadaan kapal dari luar negeri hanya diperbolehkan bagi
pelaku usaha yang mengolah ikan hasil tangkapan pada UPI di dalam negeri atau melakukan kemitraan dengan UPI di dalam negeri.
2 Mendorong pengembangan industri kapal dalam negeri yang dilakukan
melalui pembatasan jumlah kapal pengadaan dari luar ne geri, pembatasan usia kapal bukan baru, pengadaan dari luar negeri, dan pengaturan jumlah
kapal pengangkut ikan pengadaan dari luar negeri maksimum sebanding dengan kapasitas kapal penangkap ikan.
3 Memiliki keberpihakan terhadap pelaku usaha perikanan dalam negeri
melalui dilarangnya operasi kapal penangkap ikan berbendera asing, terhadap nelayan kecil yang menggunakan kapal berukuran 10 GT ke bawah dapat
melakukan bongkar muat di sentra kegiatan nelayan, dan bagi kapal penangkap ikan berbendera Indonesia diperbolehkan melakukan penitipan
ikan, meskipun dengan beberapa persyaratan. 4
Mengurangi atau meminimalisasi praktik Illegal, Unregulated, and Unreported Fishing
IUU Fishing. Oleh karena itu dalam Permen hasil revisi ini diatur mengenai: kewajiban untuk melaporkan ikan hasil tangkapan
yang tidak harus didaratkan kepada pengawas perikanan, pengurangan
jumlah pelabuhan pangkalan yang tercantum dalam SIPI atau SIKPI, kewajiban pemasangan transmitter atau sistem pemantauan kapal perikanan
VMS untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan sebagai persyaratan penerbitan izin, dan kewajiban menerima petugas pemantau
perikanan di atas kapal perikanan observer on board. 5
Percepatan proses perizinan usaha perikanan tangkap, jangka waktu pelayanan perizinan yang sebelumnya 11 hari kerja menjadi 10 hari kerja.
Meskipun secara kuantitatif hanya berkurang satu hari, namun hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan mempercepat pelayanan
perizinan. 6
Memberikan kesempatan berusaha kepada pelaku usaha perikanan tangkap secara lebih adil, dilakukan pembatasan jangka waktu berlakunya SIUP yang
sebelumnya berlaku selama perusahaan menjalankan usahanya, menjadi selama 30 tahun dan dapat diperpanjang. Hal ini berarti bahwa SIUP yang
selama ini identik dengan ”pembagian alokasi”, tidak ”dikuasai” oleh pelaku usaha tertentu, akan tetapi dapat diberikan kepada pelaku usaha yang lain.
Selain itu, jangka waktu realisasi SIUP juga dibatasi. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi SIUP atau alokasi yang idle.
7 Memberdayakan asosiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap,
dilakukan dengan memasukkan rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap sebagai salah satu syarat untuk memperoleh izin.
Hal tersebut berarti bahwa keberadaan asosiasi atau organisasi tersebut sangat diperlukan sebagai mitra KKP dalam pembangunan perikanan.
8 Sebagai apresiasi pemerintah kepada pelaku usaha yang taat, khususnya
dalam penyampaian laporan kegiatannya secara tertib, teratur, dan benar, maka terhadap pelaku usaha tersebut dapat dipertimbangkan untuk diberikan
kemudahan atau insentif dalam mengembangkan usahanya. 9
Penegakan hukum yang lebih tegas dikenakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran yang antara lain: menggunakan dokumen palsu,
menyampaikan data
yang berbeda
dengan fakta
di lapangan,